Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ibu Kota kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Mentok, sudah lebih dari satu dasawarsa ditetapkan sebagai salah satu kota pusaka bersama 47 kota lain di Indonesia. Penetapan ini meneguhkan Mentok di Pulau Bangka yang pada zaman dulu pernah menjadi kota besar dan penting dalam perjalanan sejarah nasional, mulai dari sejarah Katumenggungan, penambangan bijih timah, hingga pengasingan sejumlah petinggi Republik Indonesia di masa perjuangan pengakuan kedaulatan RI, medio 1948-1949.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota Mentok pernah mengalami masa kejayaan sekitar abad 19, menjadi pusat perdagangan yang banyak dikunjungi kapal-kapal besar dari berbagai penjuru dunia. Pada masa itu banyak kapal dari berbagai negara datang ke Mentok untuk mencari timah atau berdagang. Mentok terbuka bagi siapa saja yang ingin datang, bahkan dari situ terjadi perkawinan campur dari berbagai suku bangsa sehingga tak heran jika di Pulau Bangka banyak ditemui etnis Siantan, Arab, Benggali, Tionghoa, Jawa, dan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mentok sebagai kute lame (penyebutan kota lama dalam bahasa lokal), sampai kini masih sangat terasa. Ratusan bangunan lama masih berdiri kokoh dan terawat, baik bangunan yang bernilai sejarah maupun milik warga. Menyusuri Kota Mentok yang asri seakan membawa pengunjung ke era Kolonial. Banyak bangunan gedung peninggalan Belanda yang tertata rapi, berpadu padan dengan bangunan khas Tionghoa di pusat perekonomian dan paling ujung banyak ditemukan bangunan lama langgam Melayu.
Bangunan berejarah di Kota Mentok, Pulau Bangka./Tim Jelajah TEMPO.
Tata kota yang apik
Sub Koordinator Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Muhammad Ferhad Irvan, menjelaskan Kota Mentok memiliki tata kota yang apik, bahkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda telah dipisahkan berdasarkan tiga kelompok bangsa yang berbeda. Pemisahan ini berdasar kepentingan Kolonial Belanda, di mana etnis Tionghoa diletakkan sebagai penyangga antara kepentingan kaum pribumi dengan Belanda.
Posisi Kampung Cina berada pada kedudukan strategis, yaitu pada posisi silang antara kantung permukiman Melayu dan Eropa dengan pelabuhan. Meskipun sempit, posisi Kampung Cina menjadi lokasi tepat sebagai daerah perdagangan. Permukiman Melayu diletakkan di daerah pinggiran yang menunjukkan peranan orangorang Melayu di Mentok bukan sebagai komponen utama yang menopang kepentingan ekonomi Pemerintah Kolonial Belanda.
Pemisahan permukiman Melayu ini juga dibagi tiga kantung utama, yakni Tanjung, Kampung Ulu, dan Teluk Rubiah, sesuai keinginan Kolonial Belanda untuk mengontrol kepadatan populasi dan mencegah bersatunya kaum pribumi yang berpotensi terjadi pemberontakan. Dengan tata kelola ruang di Kota Mentok tersebut, pada perkembangannya banyak ditemukan bangunan tua dan bernilai sejarah sesuai pengelompokan atau klaster dari tiga kelompok besar warga yang tinggal di dalamnya.
Untuk klaster Melayu, berdiri bangunan rumah Tumenggung, beberapa rumah panggung, Masjid Jamik, makam Kute Seribu, dan lainnya. Sedangkan di klaster Cina ada Rumah Mayor, pergudangan, kompleks pasar, Kelenteng Kung Fuk Miau, dan beberapa rumah penduduk bergaya arsitektur Tionghoa. Untuk klaster Eropa, beberapa bangunan khas arsitektur Eropa juga banyak ditemukan di Kota Mentok, seperti pelabuhan lama, kompleks pergudangan di pelabuhan, rumah residen, museum timah, penjara, gereja, tangsi, bangunan bekas kantor perusahaan Belanda, rumah para pejabat, pesanggrahan, dan lainnya.
Bangunan berejarah di Kota Mentok, Pulau Bangka./Tim Jelajah TEMPO.
Saat ini bangunan-bangunan tua tersebut menyatu dengan banyak bangunan baru milik warga namun masih bisa dijumpai dan suasana masa lalu masih tetap terasa saat berada di Kota Mentok yang pada zaman dulu menjadi pusat pemerintahan Pulau Bangka sebelum dipindahkan ke Pangkalpinang pada 1913.
Sejak saat itu, secara hirarki Mentok telah berubah dan hanya menjadi ibu kota pertambangan. Namun peranan Mentok sebagai kota pelabuhan dan persinggahan utama di Pulau Bangka masih tetap dipertahankan hingga 1950.
Selain memiliki potensi itu, Mentok juga terkenal dengan kota seribu kue, ada kain tenun legendaris cual Mentok, peleburan timah, brand muntok white pepper, tempat pengasingan para pejuang Kemerdekaan RI pada 1948-1949, dan beragam budaya yang berkembang merupakan aset berharga. Tak hanya itu, dalam sektor pertanian dan perkebunan, Mentok juga memiliki peran penting bagi perekonomian masyarakat Bangka Belitung saat ini.