Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Riwayat Festival Somin-sai di Jepang, yang lebih dikenal sebagai Naked Man Festival, berakhir tahun ini. Festival yang sudah lebih dari 1.000 tahun itu terakhir kali diselenggarakan pada Sabtu, 17 Februari 2024 di Kuil Kokusekiji, Kota Oushu, Prefektur Iwate. Dihentikannya festival ini karena Jepang mengalami krisis populasi. Para pria yang biasa ikut dalam festival itu sudah lanjut usia dan tak ada regenerasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam sebuah unggahan online, penyelenggara festival mengakui bahwa mereka tidak dapat mengumpulkan banyak peserta muda. Para pria lanjut usia sudah tidak mampu memenuhi tuntutan ritual dalam festival tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Keputusan ini disebabkan oleh penuaan individu yang terlibat dalam festival dan kurangnya penerus,” tulis Daigo Fujinami, Kepala Imam Kuil Kokusekiji, di situs web kuil.
Populasi Jepang menurun
Populasi Jepang terus mengalami krisis populasi sejak ledakan ekonomi pada 1980-an. Tingkat kesuburan warga Jepang sekitar 1,3, jauh di bawah tingkat 2,1 yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi stabil.
Dalam satu dekade, angka kematian di negara ini juga melebihi jumlah kelahirannya. Akibatnya, Jepang menghadapi peningkatan populasi lansia dan menyusutnya angkatan kerja.
Mengenal Hadaka Matsuri
Festival Somin-sai adalah salah satu dari tiga festival besar Naked Man atau Hadaka Matsuri yang diadakan di negara ini. Acara ini diadakan setiap tahun pada hari ketujuh Tahun Baru Imlek di Kuil Kokusekiji.
Festival ini populer di kalangan wisatawan. Ritual ini menarik sekitar 3.000 pengunjung, menurut laporan stasiun televisi nasional NHK.
Bagi penduduk setempat, festival ini menjadi harapan untuk tahun depan yang sejahtera.
Ritual Naked Men Festival
Detail ritual dari masing-masing tiga Hadaka Matsuri berbeda-beda di seluruh negeri, namun memiliki semangat yang sama, yakni perayaan panen yang melimpah, kemakmuran, kesehatan yang baik, dan kesuburan.
Acara ini dikenal dengan sebutan Naked Man karena peserta laki-laki hanya mengenakan cawat Jepang yang disebut “fundoshi” dan sepasang kaus kaki putih yang disebut “tabi”.
Ritual dimulai dengan ratusan peserta membawa kakuto, lentera berbentuk persegi bertuliskan berkah dan meneriakkan “Jasso joyasa!” (jahat, pergilah). Mereka menuju ke sungai air dingin Yamauchigawa untuk membersihkan tubuh sebagai bagian dari persiapan.
Setelah itu, mereka berdoa di kuil untuk kesehatan dan panen yang baik sebelum malamnya diakhiri dengan perebutan sekantong jimat kayu yang diberkati oleh pendeta kepala.
Festival ini tidak akan hadir lagi tahun depan. Tapi, Kuil Kokusekiji akan menggantikannya dengan upacara doa dan lainnya untuk melanjutkan praktik spiritual ini.
CNN TRAVEL | NETSHARK
Pilihan Editor: 6 Festival di Jepang yang Selalu Menarik Wisatawan