Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah kafe outlet, hingga toko yang menjual minuman beralkohol atau minuman keras atau miras di Yogyakarta mulai ditutup satuan polisi pamong praja (Satpol PP) pada Kamis, 31 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penutupan itu terjadi selang sepekan kejadian ricuh di Kampung Turis Prawirotaman Yogyakarta pada 23 Oktober 2024 lalu. Dalam kejadian tersebut dua santri Pondok Pesantren Krapyak yang sedang bersantai makan sate tiba tiba dikeroyok dan ditusuk segerombolan orang diduga mabuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus itu memicu gerakan besar besaran penolakan miras secara bebas yang dianggap biangkerok berbagai kriminalitas jalanan di Yogyakarta. Adapun kafe, outlet, toko yang ditutup petugas antara lain di 3 unit usaha di kawasan Prawitotaman Kota Yogyakarta, 9 unit usaha di kawasan Mlati Kabupaten Sleman, dan 4 unit usaha di Sayegan Kabupaten Sleman.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Komisaris Besar Polisi Idham Mahdi mengatakan ada ribuan botol miras turut disita. "Kami juga telah menyita minuman keras berbagai merek dan ukuran sebanyak 2.883 botol dalam operasi Rabu-Kamis (30-31 Oktober)," kata Idham Mahdi, Kamis.
Unit-unit usaha yang ditutup itu diketahui juga tidak memiliki ijin penjualan miras. Petugas pun melakukan pemasangan garis polisi di lokasi usaha itu dijalankan. "Pengamanan (peredaran miras) ini masih akan terus berlanjut, sebagai upaya menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Yogyakarta," kata dia.
Kepala Seksi Humas Polresta Yogyakarta Ajun Komisaris Polisi Sujarwo menuturkan razia ini untuk merespon maraknya peredaran miras yang cukup masif di wilayah Yogyakarta.
"Peredaran bebas miras ini dinilai memicu terjadinya berbagai tindak pidana seperti kejahatan jalanan, perkelahian, pemerasan yang dapat mempengaruhi keamanan dan kenyaman warga di Yogyakarta yang selama ini dikenal sebagai Kota Wisata," kata dia.
Terlebih, kata Sujarwo, saat ini masih masa kampanye pemilihan kepala daerah. "Kami ingin Kota Yogyakarta melalui proses tahapan Pilkada 2024 secara aman, sehingga razia minuman keras tanpa surat izin kami tindak," kata dia.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono menyatakan bakal turut mengawasi dan memonitor para anggotanya dalam mendukung kondusifitas di Yogyakarta terkait peredaran miras.
Deddy menuturkan, selama ini hotel yang menyediakan minuman beralkohol hanya hotel bintang tiga ke atas. “Perizinannya terus kami awasi, yang bisa menyediakan minuman beralkohol aturannya sangat ketat, tidak bisa menjual keluar, hanya bisa diminum di tempat," kata Deddy.
Dengan demikian, pengawasan menjadi tanggungjawab hotel masing-masing. PHRI pun siap memberikan sanksi bagi anggota yang melanggar ketentuan soal penjualan minuman beralkohol ini. “Kalau melanggar kami tindak, melalui rekomendasi ke pemerintah daerah untuk penanganan izinnya," kata dia.