Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sliver: The Best of the Box Nirvana Musisi: Kurt Cobain (vokal, gitar), Krist Novoselic (bass), Dave Grohl (drum), Dale Crover (bass/drum), Aaron Burckhard (drum), Jason Everman (gitar), Chad Channing (drum). Produksi: Geffen Record, 2005 Distribusi: Universal Music
ATURAN pertama: jika hanya tergoda nama besar Nirvana, lupakan keinginan mendengar album ini. Kualitas rekamannya bisa menggerus kenyamanan telinga Anda seperti desau badai yang hari-hari ini mengepung kita. Dengan 22 lagu yang disarikan dari empat keping album tahun lalu, When The Light Out, kesan awal dari album ini sulit dihindarkan bahwa hanya sebatas urusan fulus: demi memuaskan penggemar Nirvana yang berkantong pas-pasan, sekaligus menggendutkan pundi-pundi bos Geffen.
Tapi jika Anda betul-betul ingin merawat kenangan terhadap sebuah ikon budaya pop di era 1990-an, maka Sliver adalah koleksi yang mutlak harus dimiliki. Banyak lagu-lagu kondang dalam album ini, seperti Come As You Are atau Smells Like Teen Spirit, yang meroketkan pamor band asal Aberdeen, Washington, itu disajikan dalam bentuk rekaman demo yang masih kasar atau dari rekaman radio. Ada juga lagu-lagu yang belum pernah dirilis sama sekali seperti Spank Thru dan Sappy. Sejatinya, Spank Thru yang direkam vokalis-gitaris Kurt Cobain dan kawan-kawan pada 1985 itu berasal dari masa pra-Nirvana, ketika band mereka masih bernama Fecal Matter.
Untuk sebuah band berumur pendek (1987–1994) yang ikut terkubur setelah sang vokalis-gitaris mati bunuh diri, dampak yang ditimbulkan kelompok ini luar biasa. Selain Kurt yang ditabalkan sebagai ”juru bicara” Generasi X—kelahiran antara 1961 dan 1981—kisah mereka juga menjadi tulang punggung Nevermind Nirvana, sebuah novel laris Mark Blomqvist yang diambil dari judul album fenomenal band itu, Nevermind.
Tahun lalu, Perpustakaan Kongres AS menetapkan Nevermind sebagai album musik yang perlu dilindungi karena ”signifikansinya terhadap kebudayaan, sejarah, dan estetika” satu generasi di Amerika. Dan Sliver adalah dokumentasi penting ketika Nirvana masih tertatih-tatih dalam menggoreskan nama mereka di halaman sejarah musik dunia.
Home Dewa Budjana Musisi: Dewa Budjana (gitar/kibor), Peter Erskine (drum), Dave Carpenter (bass), Indra Lesmana (kibor, piano elektrik), Andi Rianto (kibor), Reggie Hamilton (bass), Jalu Pratidina (perkusi), Bang Saat (suling), Nyoman Windha (gamelan), Dian Pramana Putra, Ubiet, Devananda (vokal) Produksi: Sony BMG Indonesia
BUDJANA kembali menyediakan rumah tetirah bagi penyuka instrumen gitar yang selalu kesulitan mencari album gitar lokal. Album keempatnya ini (setelah Nusa Damai, 1997; Gitarku, 2000; dan Samsara, 2003) membuktikan gitaris Bali kelahiran Waikabubak, Sumba, 42 tahun silam ini tak larut dalam gemerlap riuh musik pop, lewat kelompok Gigi yang dia kemudikan bersama Armand Maulana.
Budjana mendisiplinkan diri untuk mengembangkan energi kreativitasnya yang tak tertampung dalam konsep bermusik Gigi. Ini ciri yang sulit kita temukan pada gitaris papan atas Indonesia lain yang bernaung dalam kelompok musik. ”Saya ingin mencoba kemungkinan-kemungkinan musikal yang belum pernah saya sentuh,” katanya kepada Tempo. Tiga album solo pertama Budjana adalah periode ”bujangan”. Home adalah ketika Budjana memulai peran sebagai ayah yang setiap detik rindu rumah untuk mendengar celoteh putranya yang belum genap 2 tahun, Devananda. Itu sebabnya mengapa ia sampai membuat sebuah komposisi khusus, Devananda, yang menampilkan suara bening putranya.
Lagu-lagu lain adalah tafsir musikal Budjana atas beragam peristiwa sosial dan katastrof yang menggulung negeri ini. Dari Bali yang ringkih akibat pengeboman (Temple Island), Aceh yang remuk akibat tsunami (Lost Paradise), sampai Teluk Malaka yang juga bergetar akibat bencana mahahebat itu (Malacca Bay). Salah satu nomor dari album ini, Bunga Yang Hilang, seolah menjadi ilustrasi perkembangan pencarian Budjana sekarang.
Akmal Nasery Basral
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo