Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah menghadiri pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) - World Bank Group di Washington DC, Amerika Serikat. Di sela jadwal pertemuan itu, Sri Mulyani beserta staf berkunjung ke beberapa tempat menarik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada Ahad, 17 Oktober 2021, Sri Mulyani berfoto di gerbang kantor Kementerian Keuangan Amerika Serikat atau US Treasury. "Tampak Monumen Washington yang mirip Monas," tulis Sri Mulyani. Monumen Washington setinggi 159 meter itu terletak di ujung barat the National Mall di Washington, D.C.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Monumen yang terbuat dari batu marble, granit, dan sandstone, itu untuk mengingat jasa Presiden Pertama Amerika Serikat Jendral George Washington. Monumen tersebut mulai dibangun pada 4 Juli 1848, rampung pada 21 Februari 1885, dan resmi dibuka pada 9 Oktober 1888.
Kompleks National Mall adalah ruang terbuka, mulai dari U.S. Capitol hingga Washington Monument, dan Lincoln Memorial, White House, hingga Jefferson Memorial. Kawasan ini menjadi simbol demokrasi Amerika Serikat, tempat pertemuan, perayaan, hingga demonstrasi.
Kemudian Sri Mulyani juga mampir ke U.S. Treasury Liberty Bell replica - U.S. Treasury Building di 1500 Pennsylvania Avenue. Pada pintu masuk gedung Kementerian Keuangan Amerika Serikat, terdapat sebuah lonceng raksasa bernama Liberty Bell atau Lonceng Kebebasan.Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berfoto di pintu masuk gedung Kementerian Keuangan Amerika Serikat atau US Treasury Building. Di sana terdapat sebuah lonceng raksasa bernama Liberty Bell. Foto: Instagram smindrawati
Sri Mulyani menjelaskan, ini adalah replika dari Liberty Bell asli yang berada di Pennsylvania yang menjadi lambang Kemerdekaan Amerika Serikat. Bel tersebut dibunyikan pada saat deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat Juli 1776.
Ada cerita menarik mengenai keuangan Amerika Serikat yang berhubungan dengan semangat kemerdekaannya. Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah Amerika Serikat membutuhkan dana yang amat besar untuk membiayai Perang Dunia Pertama pada 1914-1918. Sumber uangnya berasal dari memungut dan menaikkan pajak; utang; atau mencetak uang yang berisiko memicu inflasi.
Menteri Keuangan Amerika Serikat saat itu yang juga Ketua Bank Sentral (Federal Reserve), William McAdoo yang memutuskan sepertiga pendanaan perang berasal dari pajak dan dua pertiga dari Utang. Pajak progresif naik, bahkan orang kaya saat itu (dengan penghasilan di atas USD 1 juta) harus membayar pajak sebesar 77 persen.
Kementerian Keuangan Amerika Serikat juga menerbitkan Liberty Bonds sebanyak empat kali dalam periode 1917-1918 dan satu kali Victory Bonds pada 1919. Penerbitan surat utang Liberty Bonds dan Victory Bonds menggugah semangat patriotisme rakyat Amerika dan menghasilkan dana lebih dari USD 17 miliar atau setara USD 6,5 triliun dengan nilai saat ini.
Sebanyak 68 persen rakyat Amerika membeli Liberty Bonds dan Victory Bonds untuk membiayai Perang Dunia Pertama. Sedangkan USD 8,8 miliar biaya perang diperoleh dari pajak. Belanja perang Amerika Serikat sangat besar. Sebelum Perang Dunia I, belanja pemerintah Amerika Serikat hanya USD 750 juta dalam setahun. Setelah perang, belanja pemerintah melonjak hingga USD 18,5 miliar.
"Biaya perang sungguh sangat mahal!" tulis Sri Mulyani. "Tidak ada cita-cita dicapai tanpa perjuangan."
Baca juga:
Menjelang Presidensi G20, Sri Mulyani Soroti Vaksin, Perubahan Iklim dan Pajak
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.