Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Destinasi wisata Nini Mountain alias Nimo Highland membuka wahana baru Bianglala Nimo Eye di Pangalengan, Kabupaten Bandung, sejak Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran pada 10 April 2024. Kincir raksasa bergaris tengah 49 meter itu menjulang di tengah hamparan kebun teh Malabar yang berada di ketinggian 1.400 meter dari permukaan laut atau mdpl.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jumlah pengunjung kisaran 1.500 sampai 1.700 orang per hari,” kata Ihsan Martasuwita, Branch Leader Bianglala Nimo Eye, Sabtu 13 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bianglala yang dibangun sejak akhir 2023 itu memiliki 28 kabin, masing-masing kabin berkapasitas maksimal empat orang. Adapun jenis kabinnya terbagi menjadi dua kelas yaitu reguler dan VIP masing-masing 14 unit. “Jadi kapasitas totalnya bisa sampai 112 orang,” ujar Ihsan.
Kursi sofa kabin kelas VIP dibuat lebih nyaman untuk pengunjung. Kabinnya pun bersifat privat atau penumpangnya tidak dicampur dengan pengunjung lain. Sedangkan pada kabin kelas reguler, kapasitasnya dimaksimalkan untuk empat orang yang dapat bercampur dengan pengunjung lainnya.
Bianglala menambah wahana wisata di area Nimo Highland, Pangalengan, Kabupaten Bandung. (Dok.Nimo)
Harga tiket kabin kelas reguler dipatok Rp 40 ribu per orang untuk sekali putaran. Sementara pengunjung kelas VIP yang bisa naik sampai dua kali putaran, tiketnya terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu untuk berdua atau pasangan seharga Rp 155 ribu, dan family atau keluarga maksimal empat orang sebesar Rp 230 ribu per kabin.
Di dalam kabin menurut Ihsan, pengunjung bisa melihat panorama hingga 360 derajat. Buka setiap hari dari pukul 08.00-17.00 WIB, waktu terbaik untuk naik kincir besar itu pada saat pagi hingga siang. “Karena cuaca di Pangalengan biasanya cukup cerah jadi pemandangannya bisa kelihatan sampai jauh,” ujarnya.
Bianglala Nimo Eye menjadi tempat wisata ke-11 yang didirikan oleh Nimo Land Group. Founder dan CEO Nimo Land Group Ilham Sunaryanto mengatakan, pihaknya menawarkan suasana pemandangan hamparan kebun teh. Lokasi wisata itu berada tidak jauh dari makam dan rumah bekas kediaman Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha.
Filantropis yang namanya diabadikan sebagai pada observatorium berusia 100 tahun di Lembang itu membuka perkebunan teh di Malabar pada 1896 di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Pemerintah kolonial Belanda kemudian mengambil alih perkebunan teh itu setelah Bosscha wafat dan terjadi krisis ekonomi.