Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HANYA satu jam waktu yang dibutuhkan Cirus Sinaga untuk mencurahkan isi hatinya di persidangan. Selebihnya, waktu dihabiskan tim pengacaranya buat membacakan nota pembelaan. Berlangsung lima jam, Kamis pekan lalu, sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, itu memang menjadi "panggung" pembelaan untuk Cirus. Selepas sidang, terdakwa perkara dugaan rekayasa kasus mafia pajak Gayus Tambunan itu tetap saja terlihat uring-uringan. "Saya ini dikorbankan," kata Cirus kepada Tempo.
Terlambat satu jam tiba di ruang sidang, penampilan Cirus masih tampak ringkih. Wajahnya tirus. Sejak ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat, Mei lalu, berat jaksa senior yang kini nonaktif itu susut 16 kilogram. Pria 54 tahun itu mengaku, sejak ditahan, penyakit gula, ginjal, dan penyempitan pembuluh darahnya kerap kumat. Penyebabnya, kata dia, pola makan yang sembarangan dan asupan obat-obatan yang tidak teratur. "Terkutuk yang telah memenjarakan saya," kata Cirus. "Ibaratnya, saya ini sudah jatuh tertimpa tangga."
Saat jeda makan siang, Kamis itu, Cirus hanya melahap nasi putih dengan lauk acar mentimun, plus sebotol air kemasan. Setelah itu, ia menelan beberapa butir obat. Soal penyakit yang dideritanya ini termasuk yang diungkapkan Cirus di persidangan yang dipimpin hakim Albertina Ho itu. Ketika membacakan nota pembelaan pribadinya itu, suara Cirus beberapa kali tercekat.
Malapetaka yang menimpanya ini, menurut Cirus, berawal dari peristiwa bebasnya Gayus di Pengadilan Negeri Tangerang, Maret 2010. Dalam perkara itu, Cirus menjadi koordinator jaksa penelitinya. Sejak itu, Cirus mengaku beberapa kali diperiksa tim penyidik independen Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, yang dipimpin Inspektur Jenderal Mathius Salempang. Namun saat itu ia lolos. Cirus baru tersandung hukum setelah Gayus dan pengacaranya, Haposan Hutagalung, serta sejumlah penyidik Bareskrim perkara Gayus itu menjadi tersangka, dan mereka pun "bernyanyi" tentang keterlibatan Cirus.
Pada akhir Januari lalu, pria yang sudah 26 tahun menjadi jaksa ini ditetapkan penyidik Bareskrim sebagai tersangka. Sebagai koordinator dan jaksa senior dalam tim jaksa peneliti perkara Gayus, dia dituding menghilangkan pasal korupsi perkara itu sehingga tidak didakwakan penuntut. Atas perbuatan itu, Cirus dijerat tiga lapis tuduhan. Selain dituduh bersekongkol merekayasa perkara itu, ia juga dituding menghalangi proses penuntutan atau pemeriksaan perkara korupsi di pengadilan. Ia dijerat tuduhan penyalahgunaan wewenang.
Tiga tuduhan itu yang didakwakan penuntut umum di persidangan akhir Mei lalu. Sidang perkara ini sempat beberapa kali tertunda karena Cirus sakit. Bahkan, awal Juli lalu, ia dilarikan ke Rumah Sakit Polri Sukanto, Jakarta Timur, karena terjatuh di kamar mandi di tahanan Salemba. Sebulan ia dirawat di rumah sakit itu. Setelah memeriksa 17 saksi dan mendengar keterangan lima ahli, Kamis dua pekan lalu, sidang perkara Cirus masuk penuntutan.
Dari tiga dakwaan Cirus yang disusun alternatif, penuntut menganggap dakwaan menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan perkara korupsi paling kuat buktinya di persidangan. Cirus dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Karena sifat dakwaan alternatif mengecualikan dakwaan lain, menurut jaksa Eddy Rakamto, dua dakwaan lain tidak perlu dibuktikan. Tuduhan bersekongkol merekayasa perkara Gayus dan penyalahgunaan wewenang diabaikan jaksa.
Dari risalah persidangan, dua dakwaan yang dikesampingkan tersebut memang minim alat bukti. Dakwaan bersekongkol merekayasa, misalnya. Sejumlah saksi, terutama jaksa peneliti dan penuntut umum, sama sekali tidak menyebut "dipaksa" Cirus menghilangkan pasal korupsi. Adanya aliran uang ke jaksa juga hanya kesaksian Gayus. Salinan tulisan tangan Haposan soal distribusi uang dari Gayus ke pejabat Kejaksaan juga dibantah Haposan.
Kepada Tempo seorang jaksa di Gedung Bundar—markas jaksa pidana khusus di Kejaksaan Agung—bertutur, sempat terjadi debat alot ketika gelar perkara rencana penuntutan dilakukan. Cirus sempat akan dituntut maksimal 12 tahun penjara karena perbuatannya dicap mencoreng korps adhayaksa. Tapi sejumlah jaksa senior mematahkan usul itu." Tuntutan sebesar itu dianggap tak masuk akal karena tidak didukung bukti persidangan yang kuat," kata sumber ini.
Jaksa itu mencontohkan tiga jaksa peneliti lain yang menjadi anggota tim Cirus yang menangani Gayus, yaitu Fadil Regan, Eka Kurnia Sukmasari, dan Ika Syafitri Salim. Mereka, ujarnya, saat menjadi saksi di persidangan tidak secara langsung menyebut adanya perintah menghilangkan pasal korupsi dari Cirus. Kesaksian penuntut umum perkara Gayus, Nazran Aziz, yang mengaku pernah ditelepon Cirus supaya tidak memasukkan pasal korupsi di rencana dakwaan, juga tidak didukung alat bukti percakapan atau setidaknya call detail record. "Tuduhan ini rawan dipatahkan," kata jaksa itu.
Nah, setelah menerima masukan, penuntut umum mengambil angka tengah: enam tahun. Pimpinan Kejaksaan Agung setuju angka itu. Dengan tuntutan itu, kata jaksa madya ini, Kejaksaan berharap hakim menjatuhkan vonis minimal empat tahun. Kendati, kata dia, opsi vonis bebas untuk Cirus masih terbuka karena dakwaan yang dianggap jaksa terbukti itu mudah dipatahkan Cirus. Salah satu jaksa penuntut Cirus, Indra Haryanto, tidak membenarkan atau membantah cerita itu. "Saya tidak ingat," katanya.
Tuntutan enam tahun itu membuat Cirus berang. Selain merasa dikorbankan—karena jaksa peneliti lain tak tersentuh hukum—menurut Cirus, tuntutan itu sama sekali tidak mempertimbangkan hasil kerjanya selama di Kejaksaan. Dalam tuntutannya, jaksa memang tidak menyebutkan jasa Cirus dalam pertimbangan meringankannya. Penuntut hanya menyatakan Cirus belum pernah dihukum, bersikap sopan, dan sedang menderita sakit. "Ini bukti nyata kalau jasa tak tercatat, dosa tak berampun," kata Cirus.
Cirus menyebut sejumlah perkara besar yang pernah ia tangani. Misalnya, perkara pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran dengan terdakwa Antasari Azhar, perkara pembunuhan aktivis hak asasi Munir dengan terdakwa Muchdi Pr., dan perkara pelanggaran berat hak asasi manusia di Timor Timur pada 1999. "Jadi, saya dikorbankan demi pencitraan," katanya.
Menurut pengacara Cirus, Palmer Situmorang, semua dakwaan kliennya tidak terbukti di persidangan. Ia menyebutkan jaksa peneliti belum menemukan indikasi korupsi dalam perkara Gayus sehingga tidak memberi tahu jaksa pidana khusus. Dalam berkas polisi, kata Palmer, pasal korupsi memang ada tapi tidak didukung dengan alat bukti. "Jadi, di mana kesalahannya?" kata dia.
Dua pekan mendatang, perkara Cirus ini segera memasuki sidang putusan. Dalam sejumlah persidangan, Albertina Ho, ketua majelis hakim yang memimpin sidang Cirus, kerap mencecar saksi dan Cirus untuk mengorek fakta persidangan. Albertina bertekad menyelesaikan kasus ini sebelum ia terbang ke Bangka Belitung, akhir Oktober ini, untuk menjadi Wakil Pengadilan Negeri Sungailiat. "Saya harap semua sesuai jadwal," katanya.
Dalam perkara yang sama, Gayus sudah diganjar tujuh tahun oleh majelis yang dipimpin Albertina. Vonis ini belakangan bertambah di tingkat kasasi menjadi 12 tahun. Pertimbangan hakim agung, salah satunya, bahwa korupsi pajak bikin rakyat melarat. Nasib Cirus kini memang di tangan Albertina.
Anton Aprianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo