Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERIKSAAN itu berlangsung maraton hingga dini hari. Berlangsung di salah satu ruang Kepolisian Resor Kota Medan, empat sipir rumah tahanan Tanjung Gusta berhadapan dengan sejumlah petugas reserse yang memberondong mereka dengan puluhan pertanyaan. Para sipir itu dicerca perihal prosedur penitipan tahanan dari kepolisian atau kejaksaan hingga proses eksekusinya.
Rabu pekan lalu, di tengah-tengah proses pemeriksaan empat pegawai tahanan itu, aparat juga mengutak-atik sebuah komputer jinjing milik seorang sipir. Polisi mengharap dari benda canggih ini akan muncul informasi yang bisa menguak kasus yang tengah mereka telisik. Tapi, hingga Kamis dini hari, yang dicari tak muncul. ”Tidak ada apa-apa, sudah dihapus, ” ujar Wakil Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Medan, Ajun Komisaris Juli Agung, kepada Tempo.
Sejak tiga pekan lalu kepolisian Medan memang tengah membongkar kejahatan yang kini jadi pembicaraan hangat aparat penegak hukum di sana: pemalsuan vonis tersangka kasus narkoba. Akibat pemalsuan itu, Sumarlin, 31 tahun, yang sebelumnya divonis dua tahun, hanya ”mencicipi” kamar tahanan sekitar enam bulan. Pria yang juga memiliki nama lain Chien You itu bebas, dan kini raib entah ke mana.
Untuk kasus ini, sebelumnya polisi sudah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Muhammad Bosman alias Amad, 60 tahun, Robby Lumbang Tobing, 25 tahun, Ruslan, 25 tahun, dan Abraham Binter Tambubolon. Tiga pertama adalah tenaga pembantu di Kejaksaan Negeri Medan yang bertugas mengantar-jemput tahanan. Adapun Abraham adalah pegawai kejaksaan. Pria 28 tahun ini terhitung pegawai baru. Ia baru lulus dari Universitas Kristen Indonesia, Jakarta.
Keempat orang itu, menurut Kepala Kepolisian Kota Besar Medan, Ajun Komisaris Besar Aton Suhartono, diduga terlibat dalam pemalsuan vonis putusan hakim. ”Surat putusan itu dipalsukan dengan cara dipindai,” ujarnya. Menurut Aton, keempat tersangka itu masing-masing mendapat imbalan dari Sumarlin Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Sumarlin ditangkap aparat bersama dengan pamannya, Robin, di Hotel Novotel Soechi, Medan, pada 25 Maret silam. Dari tangan Sumarlin polisi menemukan 0,7 gram sabu-sabu. Bagi polisi, Robin alias Agu Teleng ini bukanlah nama asing. Di kepolisian nama Agu Teleng sudah masyhur sebagai salah satu bandar narkoba.
Pada 14 Agustus silam, majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Ardy Johan memvonis Sumarlin dua tahun penjara dan denda Rp 2 juta. Hukuman ini lebih ringan setahun ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum Rumondang Manurung. Adapun Agu Teleng belum sempat diadili lantaran keburu meninggal karena penyakit paru-paru.
Nah, belakangan, besarnya hukuman itu ternyata tak sama ketika sampai di tahanan Tanjung Gusta, tempat Sumarlin selama ini ditahan. Menurut Kepala Rumah Tahanan Amran Silalahi, surat vonis yang diterima dari kejaksaan menyebut hukuman Sumarlin enam bulan kurungan. Dengan hukuman semacam itu, artinya pada 26 September ia bebas. Petugas memang lantas melepas Sumarlin.
Menurut Amran, ia baru mengetahui Sumarlin ”lepas” setelah lima hari tahanan itu meninggalkan penjara. ”Saya mendapat laporan anak buah saya yang melihat kejanggalan itu,” ujarnya. Jika berdasarkan vonis hakim, bebasnya Sumarlin memang masih lama, pada Maret 2010.
Dengan membawa salinan vonis Sumarlin yang diterima Rumah Tahanan Tanjung Gusta dari petugas kejaksaan, Amran menemui Kepala Kejaksaan Negeri Medan, Mangihut Sinaga. Keduanya mencocokkan surat vonis yang mereka bawa. ”Secara kasat mata tidak ada perbedaan, baik tanda tangan maupun stempelnya,” kata Amran. ”Yang jelas, ada perbedaan bunyi amar putusan.” Surat di tangan Amran berbunyi ”enam bulan kurungan”, bukan dua tahun seperti surat di tangan Mangihut.
Tanpa lewat proses penyidikan internal, Mangihut langsung melaporkan kasus ini ke polisi. ”Supaya fair dan clear, kami serahkan ke penyidik,” kata Mangihut. Kejaksaan tinggi juga sudah memeriksa proses penuntutan yang dilakukan Rumondang. Menurut Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, John Wesley Purba, pihaknya melihat Rumondang melakukan kesalahan dalam kasus ini. Kesalahan seperti apa, John tak bersedia mengungkap. Rumondang sendiri belum diperiksa polisi. Sejak kasus ini muncul, jaksa tersebut jarang terlihat di kantor. Pada Kamis pekan lalu, ketika Tempo mendatangi ruang kerjanya di lantai dua, pintu ruangannya terkunci rapat.
Untuk sementara, yang kini harus mempertanggungjawabkan kasus ini, ya, empat pegawai kejaksaan yang telah berstatus tersangka tersebut. Kepada Tempo, Abraham menyatakan ia telah dikorbankan Amad. ”Pak Amad membenamkan saya untuk kesalahan yang bukan saya lakukan,” kata mantan ketua tim antar-jemput tahanan ini. ”Sampai akhir dunia nanti, saya terus bertahan karena saya tidak tahu apa-apa,” ujarnya. Adapun Amad memilih tutup mulut tatkala ditanya perihal bebasnya Sumarlin. ”Nanti saja,” katanya pendek.
Menurut Mangihut, berdasarkan keterangan Amad, Sumarlinlah yang berperan dalam kasus ini. ”Dia yang menyuruh mengetik.” Mangihut menegaskan, ia tak akan melindungi siapa pun anak buahnya yang terlibat, termasuk Rumondang. ”Dicopot pun tidak jadi masalah,” ujarnya.
Mangihut mensinyalir bebasnya Sumarlin karena hasil kerja sindikat pemalsuan vonis yang bisa jadi sudah berlangsung lama. Ia meminta pihak rumah tahanan, yang memegang data tahanan, berhati-hati dalam mengeluarkan tahanan. Menurut Mangihut, jika aparat rumah tahanan teliti, kasus Sumarlin tentu tidak terjadi. ”Kenapa waktu mengeluarkan itu tidak dicek ulang dengan semua data yang ada,” ujarnya.
Amran sendiri tak mau dituding lepasnya Sumarlin lantaran kesalahan instansinya. ”Saya tolak pernyataan adanya sindikat itu,” katanya. Menurut dia, berdasarkan salinan vonis yang diterima dari kejaksaan, pembebasan Sumarlin memang sah. ”Kami sudah benar,” katanya. Amran menduga terjadinya pemalsuan karena ada rentang masa penerimaan dan penyerahan surat vonis dari jaksa penuntut umum kepada petugas rumah tahanan. Menurut dia, jangka waktu itu antara 8 September dan 22 September 2008. ”Saya mensinyalir di sini muncul pemalsuan tersebut,” katanya. Pihaknya, ujarnya, menerima vonis palsu pada 22 September.
Penyelidikan kasus ini belum selesai. Menurut Aton Suhartono, kepolisian masih akan memeriksa siapa saja yang dianggap memiliki kaitan dengan terbitnya vonis palsu ini. Dari Kejaksaan Agung, juru bicara kejaksaan, Jasman Panjaitan, menyatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji mendukung penyelidikan polisi mengungkap pemalsuan vonis ini. ”Tidak tertutup kemungkinan pemalsuan vonis itu melibatkan instansi lainnya,” kata Jasman.
Martha W. Silaban, Soetana Monang Hasibuan (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo