Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Membunuh Bekas Lurah

Lurah kalangan, Boyolali, Sersan Mayor Toegiran bersama 4 polisi & 3 sipil membunuh sartono (bekas lurah). motifnya, karena takut kalah wibawa. Para terdakwa divonis penjara dan dipecat dari ABRI.(krim)

5 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RESTU Kapolres Boyolali, Jawa Tengah, tak pernah ada. Tindak pembunuhan bekas lurah di daerah ini, Maret tahun lalu, yang konon atas restu Kapolres, dalam persidangan Mahkamah Militer Yogyakarta-Surakarta, tak pernah terbukti. Maka, Toegiran, Lurah Kalangan, Boyolali, dijatuhi vonis 10 tahun penjara Senin pekan lalu. Tertuduh, menurut sidang, terbukti memang merencanakan pembunuhan Sartono, penjabat lurah yang digantikannya. Selain itu, Toegiran, 44, sersan mayor yang dulu ikut menjadi anggota Kontingen Garuda III, 1962, di Kongo, dipecat sebagai anggota ABRI. Demikian pula empat polisi yang melaksanakan pembunuhan atas permintaannya, kecuali dijatuhi hukuman antara 6 dan 8 tahun, juga diberhentikan dari keanggotaan ABRI. Sementara itu, tiga orang sipil yang membantu mendapat ganjaran antara 2 dan 3 tahun penjara. Tampaknya, kasus ini terjadi hanya karena Sartono dan Toegiran berebut wibawa di desanya. "Toegiran merasa, kewibawaannya tersaingi Sartono," kata ketua Majelis Hakim, Letkol CKH Hidayat. Padahal, tahun lalu itu Toegiran, orang yang pandai bicara dengan tatapan mata tenang itu, memenangkan pemilihan lurah Kalangan -- meski hanya kemenangan tipis -- melawan Sartono. Memang waktu itu kemudian tersebar sas-sus, kemenangan bapak delapan anak itu tidak bersih. Dan begitu Toegiran menjalankan tugasnya sebagai lurah, Sartono, 45, lalu melakukan hal-hal yang oleh Toegiran dianggap mencoba melawan dia. Misalnya, Sartono waktu itu membela mati-matian seorang warga desa yang, konon, diharuskan membayar untuk mendapatkan pekerjaan di kelurahan. Kemudian terjadilah itu. Toegiran, yang bila bicara biasanya lalu tangannya bersidekap membujuk koleganya yang menjadi Kapolsek di daerah Boyolali untuk menghabisi Sartono. Katanya, ia telah mendapatkan restu dari Kapolres Boyolali. Suatu malam Sartono, dalam perjalanan pulang dari Semarang dicegat sekelompok orang, dipaksa naik colt, kemudian kendaraan itu dilarikan. Tapi bekas lurah itu sempat berteriak, bahwa ia dibawa orang-orang Toegiran. Sopir yang membawa Sartono dari Semarang, untunglah, sempat mendengar teriakan itu, lalu melaporkannya kepada istri korban. Mayat Sartono ditemukan di daerah Ngawi, Jawa Timur. Lebih dari tiga minggu sejak ia diculik. Polisi rupanya tak begitu sulit mencari para tersangkanya. (TEMPO, 14 April 1984). Sesudah vonis, Toegiran, dengan tinggi sedang tapi berbadan tegap, tampak menyesal. Toh, ia tetap merasa, terpilihnya dia sebagai lurah sebenarnya dengan jalan bersih. "Warga Kalangan masih mencintai saya," katanya. "Buktinya, yang kini terpilih sebagai lurah adalah menantu saya." Narto, lurah baru Kalangan, memang beristrikan salah satu anak Toegiran. Ia menolak berkomentar kasus mertuanya ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus