Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Tangerang - Saeful Kahfi Diroji, buron kasus penipuan dan pemalsuan dokumen tanah ternyata sudah lama tidak ke kantor desa Wanakerta, Kabupaten Tangerang. Sekretaris desa Wanakerta ini menghilang sejak ditetapkan tersangka dan kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron.
"Kalo pak Sekdes jarang datang ke kantor," ujar Andi, pegawai Desa Wanakerta, Senin 5 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Begitu juga dengan Kepala Desa (Kades) Wanakerta Tumpang Siagian, yang juga ayah Saeful. Menurut Andi, Tumpang juga jarang ke kantor. "Apalagi beberapa hari terakhir ini, udah jarang datang," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Suasana di kantor desa itu pada hari ini masih sepi meski sudah menjelang siang. Pintu gerbang berwarna hitam setinggi 1,5 meter tertutup rapat. Begitu juga dengan pintu depan kantor desa tersebut. Pegawai desa yang terlihat hanya Andi dan seorang temannya saja yang terlihat. "Kalau layanan kantor desa tetap beroperasi seperti biasa," kata Andi.
Tumpang juga tidak bisa dihubungi dan dimintai konfirmasi soal penetapan tersangka dan buron kedua anaknya dalam kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen tanah. Delapan nomor ponselnya tidak satu pun yang aktif.
Mohammad Solichin dan Saeful Kahfi Diroji adalah anak Tumpang Siagian, yang saat ini menjabat sebagai kepala desa Wanakerta, Kecamatan Sindangjaya, Kabupaten Tangerang. Mereka ditetapkan tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Banten setelah dilaporkan melakukan pemalsuan surat dan dokumen tanah seluas 2.000 meter.
Dugaan pemalsuan dokumen ini dinilai merugikan ahli waris tanah yaitu keluarga Suinah dan PT Delta Mega Persada, pengembang perumahan Suvarna Sutera yang telah membeli tanah itu melalui keluarga Tumpang.
PT DMP membeli tanah atas nama akta jual beli (AJB) Amsinah, ibu dari Solichin dan Saeful, seluas 2000 meter. Amsinah mengaku tanah itu dibeli dari Sarpiah.
Belakangan diketahui jika dokumen tanah atas nama Sarpiah itu palsu. Hal ini diketahui setelah ahli waris Suinah mempersoalkan jika bidang tanah seluas 2000 meter di Desa Rampak Wetan, Desa Sindang Asih itu masih atas milik Suinah. Bidang tanah itu mereka beli dari Arpiah yang kini telah meninggal.
Senior Lawyer PT Delta Mega Persada pengembang kawasan Suvarna Sutera, Ahmad M Fadillah mengatakan jika dua anak kepala desa itu hanya berperan sebagai pelaksana.
Menurut dia, ada dalang yang mengendalikan dan merancang pemalsuan dokumen itu. Dia berharap polisi mengusut menangkap dalang dibalik pemalsuan surat dan dokumen tanah yang diduga dilakukan dua anak kepala desa di Kabupaten Tangerang. "Kami berharap polisi menangkap dalang di balik pemalsuan dokumen ini. Karena modus ini sudah sangat meresahkan," ujarnya.
PT DMP mengalami kerugian hingga Rp 5 miliar dampak dari pemalsuan surat dan dokumen tanah tersebu. "Karena cara kerja mereka sistematis dan rapi," ucapnya.
Ahmad menyebut, PT DMP yang membeli lahan seluas 2.000 meter dari keluarga kepala desa Wanakerta itu tidak menyangka jika akan tertipu. Sebab, tanah yang mereka beli adalah milik ibu Solichin yang saat itu menjabat sebagai kepala desa Sindang Asih. Adapun Saeful, kakak Solichin berperan sebagai perantara. "Dia memberikan keterangan palsu jika tanah ber-AJB atas nama ibunya," kata Ahmad.
Sementara Solichin memastikan jika surat dan dokumen tanah tersebut lengkap, tidak dalam sengketa. Kepastian dari Solichin inilah yang membuat perusahaan properti itu yakin membeli tanah tersebut. "Jadi di sini peranan Solichin dan Saeful hanya sebagai pelaksana. Di balik mereka ada dalang yang merancang," kata Ahmad.
PT DMP berharap pihak kepolisian segera menangkap dua buron itu dan juga mengusut serta mengungkap aktor intelektual pemalsuan surat dan dokumen tanah tersebut. "Sebagai dukungan kepada pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini, kami telah memberikan keterangan, informasi dan data data yang diperlukan penyidik," kata Ahmad.
Perihal objek tanah yang mereka beli dan kini diklaim keluarga ahli waris Suinah, Ahmad mengatakan, pihaknya telah menghentikan kegiatan proyek di lokasi tersebut. "Intinya dengan pemilik tanah kami tidak ada masalah. Keluarga Suinah juga sudah melaporkan kasus ini ke polisi," kata Ahmad.
Kuasa hukum ahli waris Suinah, Imam Fachrudin mengatakan telah melaporkan kasus ini ke Polda Banten sejak 2019. "Kami melaporkan adanya dugaan tindakan pidana pasal 263 dan 266 KUHPidana, akta palsu dan keterangan palsu yang diduga dilakukan Solichin," ujarnya kepada Tempo, Ahad 4 Agustus 2024.
Imam mengungkapkan, peristiwa dugaan pidana perbuatan melanggar hukum ini mulai tercium, ketika muncul surat dan dokumen tanah milik Arpiah berganti nama menjadi Sarpiah. " Surat dan dokumen itu menyebutkan seolah-olah orang yang sama dan objek tanah yang sama," kata Imam.
Menurut Imam, dugaan pemalsuan surat dan dokumen tanah ini dilakukan Solichin saat menjabat kepala desa Sindang Asih. Dia membuat surat dan dokumen palsu atas nama Sarpiah. " Data Sarpiah dibuat seolah-olah sama dengan nama Arpiah yang telah meninggal," kata Imam.
Selanjutnya, Sarpiah menjual tanah seluas 2.000 meter itu ke Amsinah, istri Lurah Wanakerta Tumpang Siagian, yang tak lain ibu Solichin. Amsinah kemudian menjual tanah itu ke PT DMP.
Saat ini, kata Imam, tanah kliennya itu telah dikuasai pengembang dan akan dibangun perumahan dan kawasan bisnis yang mewah. "Objek tanah kami telah dikuasai pengembang," ucapnya.
Padahal, kata Imam, tanah tersebut milik Suinah yang membeli tanah dari Arpiah. Arpiah membeli tanah itu dari Nursin.
Imam mengatakan, hasil penelusuran dan investigasi mereka, ternyata Sarpiah tidak memiliki tanah yang disebutkan tersebut. "Kami telah menemui Sarpiah seperti disebutkan dalam dokumen palsu itu, ternyata ibu Sarpiah mengaku tidak punya tanah itu dan tidak pernah terlibat transaksi jual beli tanah. "Boro boro punya tanah dan rumah, kenal juga tidak," kata Imam menirukan ucapan Sarpiah.
Pilihan Editor: Dalami Hakim yang Bebaskan Ronald Tannur, KY Bakal Minta Keterangan Keluarga Dini Ser