Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan ajudannya, Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua. Ferdy ditetapkan belakangan setelah penyidik sebelumnya menetapkan tiga orang lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Ferdy sebagai tersangka pada Rabu, 9 Agustus 2022. Listyo Sigit menyatakan bahwa Ferdy berperan sebagai pemberi perintah kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E untuk menembak Yosua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J yang menyebabkan Saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh Saudara RE atas perintah Saudara FS," kata Kapolri saat pengumuman Ferdy sebagai tersangka.
Listyo Sigit saat itu menyatakan tim khusus yang dikepalai oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono masih mendalami soal apakah FS menembak langsung Yosua saat kejadian di rumah dinasnya pada 8 Juli lalu.
Dalam keterangannya kepada penyidik, Bharada E, memang mengaku mendapatkan perintah dari Ferdy untuk menembak Yosua. Dia juga mengaku melepaskan tiga tembakan ke arah tubuh rekannya itu.
Soal dua tembakan di kepala Brigadir Yosua, Bharada E, menyatakan bukan sebagai pelakunya. Dia menyatakan Ferdy yang mengakhiri eksekusiitu dengan menembak dua kali di bagian kepala Yosua.
Akan tetapi polisi disebut tak menemukan jejak Ferdy dalam pistol Glock 17 yang digunakan untuk membunuh Yosua. Pasalnya, Ferdy saat itu mengenakan sarung tangan hitam.
Saat diperiksa oleh tim khusus di Markas Korps Brimob (Mako Brimob) 8 Agustus lalu, Ferdy pun mengakui perbuatannya. Tetapi polisi tak bisa menemukan sarung tangan hitam tersebut.
“Dia buang di jalan,” tutur Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono kepada Majalah Tempo.
Berikutnya, merancang skenario tembak menembak
Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga disebut sebagai perancang skenario adanya peristiwa tembak menembak antara Brigadir Yosua dan Bharada E.
"Irjen FS menyuruh dan membuat skenario peristiwa seolah-olah ada tembak-menembak," kata Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Agus Andrianto yang mendampingi Kapolri dalam koferensi pers 9 Agustus lalu.
Ferdy disebut menembakkan sendiri pistol HS-9 milik Yosua ke dinding rumah dinasnya. Dia pun mengoleskan sisa jelaga di sarung tangannya ke tangah Yosua untuk membuat kesan skenario itu nyata.
Ferdy juga mengorkestrasi keterangan para saksi dalam kasus ini. Untuk memuluskan skenario ciptaannya, Ferdy menjanjikan uang Rp 1 miliar untuk Bharada E dan Rp 500 juta masing-masing kepada Brigadir Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Ketiganya kini juga sudah menjadi tersangka.
Bahkan, dia disebut sempat bergerilya ke banyak pihak untuk meyakinkan bahwa peristiwa tembak menembak itu disebabkan pelecehan yang dilakukan Yosua terhadap istrinya. Dua diantaranya adalah dengan berbicara kepada Komisi Kepolisian Nasional dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, mengaku mendapatkan undangan dari Ferdy untuk datang ke kantornya pada Senin, 11 Juli 2022, tiga hari setelah kematian Yosua.
"FS (Sambo) yang meminta waktu saya untuk berdiskusi," kata dia kepada Tempo, Jumat, 12 Agustus 2022.
Awalnya, Poengky berharap akan mendapat data-data pelanggaran anggota Polri yang diproses etik dan disiplin semester satu tahun ini. Namun, di luar dugannya, ternyata yang disebut Sambo sebagai diskusi adalah keinginannya bercerita soal kematian Yosua.
"Cerita sambil menangis bahwa istrinya dilecehkan sopirnya, tetapi dibela ajudannya dan terjadi tembak menembak, mengakibatkan sopir istrinya meninggal dunia," ucapnya.
Poengky awalnya sempat terharu dengan cerita Sambo. Apalagi di hadapannya adalah seorang jenderal bintang dua yang bercerita sambil menangis. Di satu sisi, Poengky mengaku sangat prihatin ada korban meninggal, dan ada juga seorang istri yang menjadi korban pelecehan.
"Tapi di sisi lain saya ragu dengan ceritanya. Saya sempat berpikir apakah FS pemain watak? Selama ini saya tidak pernah dekat dengan FS. Aneh saja kok saya tiba-tiba dicurhati sambil nangis-nangis."
Belakangan LPSK juga mengungkap adanya upaya Ferdy agar mereka segera menetapkan istrinya sebagai korban pelecehan seksual. Upaya itu dilakukan saat mereka bertemu Ferdy di kantor Divisi Propam Polri pada 13 Juli 2022.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengungkapkan, saat itu LPSK mendatangi Ferdy Sambo di kantornya untuk membicarakan permintaan perlindungan terhadap istrinya dan Bharada E. Itu adalah pertemuan pertama LPSK dengan pihak Ferdy Sambo.
Dalam pertemuan itu, dua staf LPSK sempat disodori amplop oleh seseorang berseragam hitam dengan garis abu-abu.
“Belum dilihat (isinya). Kasih begitu aja udah buat staf LPSK gemetaran. Langsung staf kami tolak saja,” kata Edwin.
LPSK pun telah melaporkan upaya pemberian suap ini kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka juga akhirnya menolak memberikan perlindungan terhadap Putri Candrawathi.
Berikutnya, mengganti telepon seluler
Untuk semakin mengaburkan jejaknya, Ferdy Sambo disebut mengganti seluruh telepon seluler miliknya beserta ajudan dan asisten rumah tangganya, termasuk milik Yosua. Pergantian itu, menurut polisi, dilakukan pada Kamis, 14 Juli lalu.
Hingga kini, penyidik pun tak menemukan telepon seluler yang diduga bisa mengungkap fakta lain kematian Brigadir Yosua.
Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis, enggan berkomentar soal dugaan rekayasa pembunuhan Yosua tersebut. Dia menyatakan hanya akan fokus pada menangani proses hukum kliennya.
“Tim kuasa hukum masih berfokus menindaklanjuti proses hukum klien kami dan belum memiliki penjelasan tambahan terkait dengan perkembangan kasus ini,” kata Arman.
EKA YUDHA|IMAM HAMDI|MAJALAH TEMPO