Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

6 Anak Sugihwaras

Koramil tanjung lubuk menahan 6 orang anak karena ada yang mengadu perihal kenakalan anak kampung sugihwaras. ditahan dalam ruangan yang terasapi knalpot generator, esok harinya ditemukan telah tewas. (krim)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBANGKIT tenaga listrik disel Kawasaki 300 watt, di Kantor Komando Rayon Militer (Koramil) Tanjung Lubuk (Kabupaten Ogan Komering Llir, Sumatera Selatan), dihidupkan. Baru dua menit saja asap solar dari knalpot menyusup ke kamar tahanan Koramil, pintu sudan digedor-gedor dari dalam. Pintu dibuka. Dari sana keluar 6 orang dewasa, dengan muka merah, dan batuk-batuk kesakitan. Itu hanya rekonstruksi kejadian, 24 Desember lalu. Bagaimana jika yang berada dalam kamar tahanan itu 6 bocah yang berumur antara 10 - 16 tahun dan diasapi semalam suntuk? Ya, mati! Dan itu kejadian yang sesungguhnya, 21 Desember lalu. Direndam Keterangan resmi atas tewasnya 6 anak Desa Sugihwaras, masih tetap. Saroni bin Saleh (16 tahun), Kamran bin Asli (10), Sayadi bin Hasan (14), kakak beradik Tolhatop (16) dan Basir (14) bin Basrin serta Kori bin Anwari (14). tewas karena paru-paru mereka dipaksa menghirup asap solar. Selebihnya masih simpang siur. Ada yang menyaksikan keenam mulut korban berbusa --seperti tanda-tanda keracunan. Ada pula yang melihat tanda bekas penganiayaan berat. Sayadi, yang baru lulus sekolah dasar tahun lalu, hingga dikuburkan masih terlihat darah mengucur dari mulut, mata dan telinganya. Hal begitu kelihatan juga pada mayat Kori, yang tahun ini baru saja mulai duduk di kelas IV SD. Tulang bahu sebelah kiri lepas, tanda hitam di dada kiri d1 mungkin patah tulang iga, tampak pada jenazah Saroni. Dada dan bagian belakang jenazah Basir juga ada tanda bekas penganiayaan. Penggawa Asil, ketika memandikan jenazah anaknya, Kamran, melihat juga bekas-bekas kekerasan. Pemeriksaan laboratorium kepolisian, dari Markas Besar di Jakarta, sendiri yang diharapkan dapat memberi kejelasan mengenai sebab-sebab kematian - belum menghasilkan apa-apa. Sekaleng isi perut korban, yang diperoleh dari pembedahan mayat dua korhan, dianggap tak memenuhi syarat untuk pemeriksaan. Agaknya pemeriksa perkara, dari Pomdam Sriwijaya, menemui kesulitan untuk melanjutkan pemeriksaan laboratorium. Atau perlu menggali kembali makam korban? Koramil Tanjung Lubuk, seperti juga kebiasaan petugas-petugas Koramil di daerah lain, memang biasa melayani segala macam pengaduan. Dengan begitu tak jarang pula bertindak di luar urusan kemiliteran. Misalnya: Pernah seorang sopir, Simatupang, disel di Koramil. Keluar dari tahanan militer, Simatupang muntah darah. Badannya rusak dan perlu perawatan dokter. Rupanya ia dianiaya. Padahal kesalahannya sepele: Cuma lancang melalui jalan larangan. Nanguning lain lagi. Ia dikoramilkan hanya karena menunggak membayar Ipeda. Entah apa urusan Koramil dengan soal perpajakan. Penjudi-penjudi yang kena razia, selain dikoramilkan, juga direndam di sungai dan dihajar. Pokoknya penduduk sekitar Tanjung Lubuk banyak cerita tentang Koramilnya - setelah kematian 6 orang anak itu. Dan malam itu, 20 Desember, datang Cik Nung, 55, mengadu perihal kenakalan anak-anak kampung Sugihwaras. Rupanya sekawanan anak-anak nakal telah memasang kayu-kayu penghalang melintangi jalan di muka rumahnya. Kenakalan begitu, menurut beberapa orang penduduk di sana, memang keIap terjadi. Dan mengganggu kendaraan umum. Sopir dan penumpang bis yang lewat rintangan, di jalan berlubang-lubang antara Palembang - Martapura, paling merasa terganggu. Mereka sering dikompas uang atau makanannya oleh kawanan anak-anak nakal itu (sehingga menurut Bupati Ogan Komering llir, Latief Rais, mungkin saja anak-anak bandel itu tewas karena keracunan eks makanan yang diberikan penumpang bis). Atas laporan Cik Nung itulah anggota Koramil mencomot 6 orang anak yang asyik nonton acara televisi. Apakah betul anak-anak itu yang memalang jalanan dengan kayu? Itu tak dipersoalkan. Setelah anak-anak itu kehabisan nafas, setelah dipaksa push up beberapa kali, mereka digiring masuk kamar tahanan di Kantor Koramil. Itu terjadi kira-kira jam 10 malam. Mereka Sudah Kenyang Kamar tahanannya sendiri baru. Kantor Koramil memang bangunan baru. Ukurannya sekitar 1,40 m kali 2,50 m dan tingginya 2,40 m. Kamar tahanan itu berjendela. Hanya sebagian lubang anginnya memang ditutup dengan papan. Tapi, begitu diperhitungkan, ruangan itu cukup memberikan udara untuk penghuninya bernafas. Tapi ada sebab lain yang mengakibatkan keenam penghuni baru itu kehabisan nafas sama sekali. Yaitu penerangan Kantor Koramil diperoleh dari disel listerik. Generator ditempatkan kurang setengah meter dari tembok kamar tahanan. Dengan sendirinya asap solar juga semalaman mengalir ke ruangan kecil yang dihuni 6 bocah Sugihwaras itu. Diduga keras asap solar itulah yang mencekik pernapasan para korban. Tak jelas kapan nafas mereka habis. Tapi ketika ditengok jam 5 pagi mereka telah meninggal. Menurut visum dokter, mereka meninggal 6 jam sebelum mereka diketahui tewas. Basir tewas dalam pelukan abangnya, Tolhatop. Keluarga korhan tak segera tahu ingin membezuk. Mereka membawa makanan. Tapi oleh petugas, mereka hanya memperoleh keterangan: Anak-anak sudah diangkut ke Kayu Agung. Dan tak usah bawa-bawa makanan, "mereka sudah kenyang-kenyang," kata petugas. Tengah hari, dari Pembarap Nur dan Pasiran Hasan Zen - setelah kedua pejabat desa ini diberi keterangan oleh bupati di Kayu Agung--barulah keluarga para korban tahu musibah apa yang telah menimpa anak-anak mereka. Secakusumah dan KASAD Jenderal Makmun Murod berta'ziyah dan menyumbang keluarga korban masing-masing Rp 75 ribu dan Rp 100 ribu. Bupati Latief Rais menyumbang kain kafan. Keenam korban dikebumikan di pemakaman umum di belakang kantor Koramil. Jenderal Makmun Murod, kepada keluarga, menjanjikan tindakan hukum bagi yang bertanggungjawab. Komandan Rayon Militer, Kapten Abdul Latif Komba, telah ditahan untuk pengusutan bersama dua sersan dan dua halsip bawahannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus