Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ASAP pekat yang berasal dari pembakaran lahan dan hutan itu kembali mengepung Provinsi Riau. Anak-anak dilarang keluar rumah, masker dikenakan, penyakit infeksi saluran pernapasan mengancam, jalur penerbangan terganggu?karena jarak pandang menyusut hingga 500 meter. Malunya, asap celaka itu juga merantau ke negeri jiran, yang melahirkan sumpah-serapah. Sedihnya, petaka itu hampir pasti terjadi saban tahun.
Untunglah, sempat tersembul kabar yang lumayan melegakan. Tim satu atap dari Kementerian Lingkungan Hidup, Markas Besar Polri, dan Kejaksaan Agung, Jumat dua pekan lalu, berhasil menangkap Angker Dahlan Silalahi, 57 tahun, bos perusahaan kontraktor PT Anderson Unedo. Angker diduga bertanggung jawab atas pembakaran ratusan hektare lahan dan hutan di kawasan Desa Delima, Kecamatan Minas Barat, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Menurut Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah Riau, Khairul Zainal, pengusaha beken di Riau itu dicokok setelah pihaknya menyelidiki asal titik api di Riau. Dari 5.256 titik yang terpantau pada 22 Juni lalu, tim itu tertarik pada satu titik di Minas. ?Titik api yang ada di kawasan itu menandakan bahwa lahan sengaja dibakar,? kata Zainal.
Langsung turun ke lokasi, tim tersebut menemukan hamparan tanah menghitam yang mengepulkan asap. Dari beberapa orang yang ada di lokasi, tim menemukan surat perintah kerja berisi kontrak pembersihan untuk 100 hektare lahan, dengan ongkos Rp 650 ribu per hektare. ?Diketahui lahan yang akan dibakar masih 1.200 hektare lagi,? ujar Zainal. Ditemukan pula bukti lain: tumpukan potongan ban bekas, onggokan kayu, satu unit ekskavator, plus 40 ribu batang bibit sawit siap tanam.
Ternyata lahan itu milik Angker Silalahi. Dalam pemeriksaan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah Riau, menurut Zainal, Angker mengakui lahan itu miliknya. Di depan tim penyidik, pengusaha eksplorasi minyak ini mengakui sebagai bapak angkat sekitar 150 kepala keluarga pendatang di kawasan kebakaran itu. Sudah rahasia umum, pengusaha perkebunan biasa membuka lahan hutan dengan membakarnya sampai rata. Biayanya jelas lebih murah.
Usai diperiksa seharian, tim ini menetapkan Angker sebagai tersangka. Setelah sempat dititipkan di Polda Riau, ayah enam anak itu dikirim ke Jakarta untuk pemeriksaan lanjutan. Ia bakal dijerat Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 10 miliar, serta dengan UU No. 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 150 miliar.
Tetapi berita gembira itu langsung disusul kabar membingungkan dari Kepolisian Riau. Juru bicara Polda Riau, Ajun Komisaris Besar S. Pandiangan, membantah pernah ketitipan tahanan kasus asap. ?Hingga sekarang Polda Riau belum menahan tersangka yang terkait dengan asap,? katanya kepada TEMPO. Joshua Hutapea, pengacara Angker, turut membantah berita penangkapan itu. Nah.
Menurut Joshua, berita penangkapan Angker bohong besar. ?Klien saya tak pernah ditangkap dan ditahan,? ujarnya. Kata dia, lahan yang terbakar itu bukan milik kliennya. Sebelumnya lahan itu milik warga pendatang yang meminta Joshua menjadi bapak angkat mereka. Warga meminta Angker menyuntikkan modal untuk pembersihan lahan, penanaman dan pengurusan, hingga pasca-panen. Sebagai imbalan, Angker akan mendapat dua pertiga lahan milik warga itu.
Pernyataan itu dibantah Direktur Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri, Brigjen Suharto. Berdasarkan penyidikan sementara, polisi meyakini adalah Angker yang menyuruh orang membakar lahan tersebut. Namun penangkapan Angker memang sempat terjadi, kata Suharto, tetapi kini pihaknya tidak menahan lagi pengusaha itu?tanpa memerinci alasannya. ?Kami kesulitan mencari pelaku utama yang memberatkan Angker,? kata Suharto.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Riau, Rully Syumanda, tak begitu kaget jika polisi kesulitan menangkap pelaku pembakaran hutan. Dalam catatan Walhi, tak pernah ada kasus kebakaran yang dihukum maksimal. ?Contohnya kasus pembakaran hutan tahun 1997, pelakunya hanya dihukum penjara 13 bulan, tapi kasus ini pun akhirnya tak jelas,? ujarnya.
Suharto sendiri berjanji segera menuntaskan kasus ini. Semoga. Kita sudah capek tersedak dan menjadi tempolong sumpah-serapah para jiran.
Juli Hantoro, Jupernalis (Riau)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo