Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Komnas HAM Bela Daniel Frits Maurits Tangkilisan

Komnas HAM mengajukan amicus curiae untuk aktivis Karimunjawa Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Dianggap korban kriminalisasi.

19 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Komnas HAM memberikan amicus curiae dalam kasus Daniel Frits Maurits Tangkilisan.

  • Mereka menilai aktivis pembela lingkungan itu harus dibebaskan dari seluruh dakwaan.

  • Pengacara Daniel pun mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam persidangan.

JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Anis Hidayah hadir langsung dalam sidang Daniel Frits Maurits Tangkilisan di Pengadilan Negeri Jepara, Jawa Tengah, pada Kamis siang, 14 Maret lalu. Begitu sidang dibuka oleh hakim Parlin Mangatas Bona Tua, Anis langsung membacakan amicus curiae yang telah disiapkan sebelumnya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga memberikan pandangan hukum kepada pengadilan terhadap suatu perkara. “Sejak awal Komnas HAM memang sudah bersedia menjadi pihak ketiga,” kata Anis saat dihubungi Tempo, Senin, 18 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komnas HAM mengajukan lima poin dalam pandangan hukumnya. Pertama, mereka menilai Daniel sebagai aktivis lingkungan dilindungi undang-undang sehingga tak bisa dipidana. Hal itu sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Aktivis lingkungan hidup itu kan memiliki imunitas, ya, untuk tidak dapat dikriminalisasi,” kata Anis. 

Selain UU Lingkungan Hidup, dalam amicus curiae itu, Komnas HAM mengutip Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 dan Pedoman Kejaksaan Nomor 8 Tahun 2022. Kedua aturan tersebut mengatur pelindungan bagi aktivis atau pejuang lingkungan hidup dalam memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Keyakinan Komnas HAM untuk membela Daniel tak lepas dari posisi pria lulusan Sastra Belanda Universitas Indonesia itu sebagai anggota Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali), lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan. Salah satu kampanyenya adalah penyelamatan lingkungan di wilayah Kepulauan Karimunjawa atau yang biasa disebut #savekarimunjawa.

Dalam proyek ini, Daniel kerap menyuarakan kritik terhadap pencemaran lingkungan yang terjadi di kepulauan yang terletak di utara Jepara tersebut. Salah satunya dalam unggahannya di media sosial Facebook pada 12 November 2022. Saat itu, Daniel mengunggah video kondisi pesisir Kepulauan Karimunjawa yang diduga terkena dampak limbah tambak udang. 

Unggahan tersebut mendapat berbagai komentar. Daniel kemudian membalas salah satu komentar dengan kalimat “Masyarakat otak udang menikmati makan udang gratis sambil dimakan petambak. Intine sih masyarakat otak udang itu kaya ternak udang itu sendiri. Dipakani enak, banyak & teratur untuk dipangan”.

Seorang warga berinisial R melaporkan komentar Daniel ini ke Polres Jepara dengan tuduhan penghinaan dan penyebaran kebencian. Dia dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 serta Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).   

Kasus Daniel Frits Aktivis Lingkungan Karimunjawa

Tak hanya soal impunitas terhadap aktivis lingkungan, Komnas HAM juga meminta majelis hakim menggunakan asas transitoir. Artinya, majelis hakim harus menggunakan undang-undang terbaru jika undang-undang tersebut mengalami perubahan. Asas tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Asas transitoir di mana kepentingan terbaik bagi terdakwa itu digunakan oleh hakim dalam memutuskan perkara,” kata Anis.

Penggunaan asas transitoir dinilai penting karena UU ITE yang digunakan untuk menjerat Daniel mengalami perubahan pada Januari 2024. Dalam UU ITE terbaru, Pasal 27 ayat 2 berubah menjadi Pasal 27A. Konsekuensi hukumnya pun turun dari sebelumnya 4 tahun menjadi 2 tahun penjara.

Selain itu, Komnas HAM melihat kasus ini sebagai strategic lawsuits against public participation (SLAPP) atau upaya kriminalisasi terhadap orang yang memperjuangkan kepentingan publik atas lingkungan. Daniel, menurut Komnas HAM, merupakan korban kriminalisasi karena upayanya berjuang menghentikan pencemaran lingkungan oleh tambak udang ilegal di wilayah pesisir Karimunjawa yang berdampak bagi masyarakat di sana. “Sehingga kami meminta hakim menggunakan mekanisme pelindungan hukum terhadap pejuang lingkungan hidup,” katanya.

Poin keempat, Komnas HAM meminta majelis hakim menggunakan prinsip kebebasan berpendapat. Prinsip ini menekankan seseorang tidak boleh dihukum karena pendapatnya untuk kepentingan publik. “Menurut ahli yang dihadirkan dalam persidangan, komen yang diperkarakan itu tidak memenuhi unsur (pidana),” kata Anis.

Terakhir, Komnas HAM meminta hakim menggunakan amicus curiae dan pandangan para ahli yang dihadirkan dalam persidangan itu sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan perkara. Terlebih, ketua majelis hakim yang menangani perkara itu telah bersertifikasi memiliki kompetensi di bidang lingkungan hidup. “Pada intinya kami mendorong agar Daniel dibebaskan dari kasus ini,” kata Anis.

Kerusakan lingkungan yang diduga akibat limbah tambak udang ilegal. Dok. KAWALI

Kuasa hukum Daniel, Gita Paulina, menilai kesan kriminalisasi dalam kasus ini sangat kental. Dalam persidangan, menurut Gita, terungkap berita acara pemeriksaan (BAP) para saksi memiliki keterangan yang sama. Begitu juga saat para saksi itu dihadirkan jaksa penuntut umum dalam persidangan. “Saat para saksi diperiksa, terkuak adanya indikasi intervensi penyidik dalam jawaban saksi di BAP,” katanya saat dihubungi Tempo secara terpisah. 

Gita mengatakan para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum di persidangan juga tidak bisa memberikan alasan yang kuat atas tuduhan pencemaran nama dan penyebaran kebencian. Mereka, menurut Gita, justru memberikan keterangan yang bersifat asumsi belaka. “Di antara alibi, mereka secara berulang mengaku mewakili masyarakat Karimunjawa dan Kemujan yang merasa tersinggung atas komentar Daniel serta menuduh komentar tersebut menimbulkan perselisihan."

Keterangan para saksi itu pun terbantahkan oleh keterangan saksi a de charge atau saksi meringankan yang mereka hadirkan. Para saksi itu justru menilai unggahan Daniel menguntungkan karena mengungkap pencemaran lingkungan yang merugikan masyarakat di Karimunjawa. “Para saksi a de charge mengartikan unggahan Daniel sebagai bentuk kritik atas kondisi lingkungan Karimunjawa yang terus dirusak akibat adanya tambak ilegal,” kata Rapin Mujiharjo, anggota tim penasihat hukum Daniel lainnya.

Rapin pun menceritakan keterangan saksi ahli ITE yang mereka hadirkan, yang menyatakan bahwa penerapan pasal terhadap Daniel salah kaprah. Alasannya, Pasal 27 ayat 3 UU ITE hanya bisa digunakan jika penghinaan ditujukan kepada perseorangan. Sebagai delik materiil, menurut saksi tersebut, jaksa harus membuktikan secara jelas identitas korban yang diserang harkat dan martabatnya oleh Daniel. Selain itu, jaksa harus membuktikan secara ilmiah kerugian yang dialami korban tersebut.

Sementara itu, Pasal 28 ayat 2, Rapin mengutip pernyataan ahli tersebut, hanya bisa digunakan jika penghinaan berbau suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) menimbulkan kerusuhan. Kerusuhan itu pun harus dibuktikan sebagai akibat dari pernyataan yang diperkarakan. “Artinya, sesuai dengan keterangan saksi, dakwaan yang dituduhkan kepada Daniel tidak memenuhi unsur-unsur dalam pasal UU ITE tersebut,” ujarnya.

Aksi dari sejumlah lembaga menolak kriminalisasi aktivis lingkungan Daniel Frits, di depan Pengadilan Negeri Jepara, 1 Februari 2024. Dok. KAWALI

Gita menambahkan, kejanggalan lain yang ditemukan adalah rentang waktu persidangan yang sangat singkat. Padahal pembelaan dalam persidangan tentu memerlukan persiapan yang matang dan tidak sebentar.  “Bagaimana seseorang haknya bisa dilindungi jika jadwal sidangnya diburu-buru?” ujarnya.

Gita menyatakan pihaknya dan koalisi #savekarimunjawa mengimbau semua masyarakat mengawal jalannya persidangan hingga putusan akhir. Pada hari ini, Selasa, 19 Maret 2024, Daniel akan menghadapi sidang tuntutan. Gita menilai persidangan ini tak hanya soal Daniel Frits, melainkan masalah kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan hidup yang dapat menyasar siapa saja. “Kami sudah proses pengaduan, ke instansi tempat pihak-pihak yang diduga melanggar itu bekerja,” kata Gita.

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus