Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Amarah Dari Asrama

Adnan siregar, 21, dikenal sering memeras siswa di asrama spma padangsidempuan, tapanuli utara. dikeroyok sejumlah siswa yang didukung wakil kepala sekolah, sampai tewas. keluarga korban menuntut.(krim)

6 September 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEPAS magrib, 18 Agustus lalu, Adnan Siregar masuk ke sebuah asrama Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Padangsidempuan, Tapanuli Selatan. Sembari menggenggam kelewang, Adnan memulai aksinya dengan mematikan pesawat televisi di tengah belasan pelajar yang tengah makan malam di kamar nomor 7. Mulailah Adnan main teror. "Yang merasa kelas dua tunjuk tangan," perintahnya seraya menancapkan kelewang ke lantai. Kemudian sang jagoan melangkah tenang, lalu menampari kedua pipi para siswa satu per satu. "Ayo, keluarkan duitmu . . . Rp 500 per orang," bentaknya sambil menendang piring nasi seorang mangsanya. Rupanya, ribut-ribut ini tercium oleh Rustam Efendi Harahap, Wakil Kepala SPMA, yang juga tinggal di asrama berpenghuni 190 siswa ini. Entah bagaimana, ia lalu memerintahkan para siwa yang menghuni kamar-kamar lain menangkap pemeras itu. Tanpa membuang waktu, merasa ada yang membela, para pelajar SPMA itu keluar dari kamar masing-masing. Bersenjatakan kayu dan batu, mereka mengepung si pemeras. Adnan, 21, lulusan SMA 1983, itu pun kelabakan dan panik. Ia mencoba melompat lewat jendela. Sial, kepala bagian belakangnya kesabet lemparan batu. Adnan terjatuh, dan, ya, menjadi "makanan" siswa kelas satu dan kelas dua yang tampaknya lagi marah itu. Adnan dihajar habis-habisan. Mulut dan kepala bagian belakangnya remuk. Ia langsung mati di tempat. Sementara itu, Parlaungan, 19, rekan korban yang berjaga-jaga di luar, sempat kabur setelah kepalanya bocor kena lemparan batu. Melihat Adnan terdiam tanpa gerak, para pelajar itu terkesiap dan bingung. Seorang pelajar lalu mengusulkan menggotong mayat itu ke markas batalyon Rajawali. Semuanya sepakat. Maka, beramai-ramailah mereka membopong korban ke markas yang bersebelahan dengan areal kompleks SPMA itu di pinggiran Kota Padangsidempuan. "Kami telah membunuhnya, Pak," kata Ahmad Rizal Lubis, mewakili 40 rekannya kepada petugas piket Yon 125 itu. "Kami menyerahkan diri," tambah Ketua OSIS itu, pasrah. Petugas itu pun lantas menyerahkan kasus ini kepada polisi. Kepada Bersihar Lubis dari TEMPO, Polres Padangsidempuan menyatakan, pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut. Yang jelas, kini 19 siswa ditahan dengan tuduhan mengeroyok Adnan, dan 8 siswa lainnya karena melukai Parlaungan. Sementara wakil kepala sekolah itu dikenai tahanan rumah. Menurut hasil monitoring pihak kepolisian, "Adnan memang dikenal suka memeras". Kata Sofian Jacoub, Kapolres Tapanuli Selatan, pengeroyokan itu dilakukan semata-mata karena luapan emosi yang memuncak. "Duit anak-anak itu sering dikompas oleh korban," katanya. Hal ini dibenarkan para siswa. Selama setahun ini Adnan memang sering memeras di asrama SPMA swasta milik Pemda itu, bersama 4-5 orang kawanannya. Dan biasanya paling tidak 10 siswa kena peras Rp 300 sampai Rp 500 per orang. Bila hal ini sampai bisa berlangsung lama, karena siswa SPMA yang kebanyakan dari desa dan lugu itu takut melapor polisi. "Dia mengancam akan membunuh kami," kata Rizal lagi. Apa yang kemudian terjadi, pengeroyokan itu, "Itu di luar perhitungan kami. Kami sekadar ingin memberi pelajaran," tambahnya. "Kami tidak bermaksud membunuh." Adalah pihak keluarga korban yang tetap menuntut. "Adnan itu anak baik-baik, suka membantu orangtua menggoreng kerupuk," kata ibu korban. Malah, malam hari suka membantu ayahnya menarik becak bermesin. Tidak benar dia suka memeras." Untuk itu, Nukman Siregar, ayah korban, menuntut penyelesaian secara hukum. "Tidak ada damai. Mereka harus dituntut," ujar purnawirawan ABRI itu. Kebijaksanaan pengadilanlah nanti, yang mestinya mempertimbangkan segala sesuatunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus