Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Aiman Witjaksono mengajukan praperadilan atas penyitaan telepon seluler miliknya oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Sejumlah pakar menilai telepon seluler itu tak sesuai dengan kategori barang bukti seperti tercantum dalam KUHAP.
Majelis hakim dinilai seharusnya memenangkan Aiman.
JAKARTA — Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melawan Polda Metro Jaya. Aiman menggugat penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya soal penyitaan telepon seluler, akun media sosial, serta akun surat elektronik miliknya.
Aiman menilai penyitaan itu tak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Mengutip Pasal 38 KUHAP soal penyitaan, dia menyatakan penyitaan harus mendapat izin dari ketua pengadilan setempat. “Penetapan penyitaan ditandatangani Wakil Ketua PN. Padahal sesuai dengan KUHAP seharusnya Ketua,” kata Aiman saat dihubungi Tempo, Jumat, 23 Februari 2024.
Kasus ini bermula ketika TPN Ganjar-Mahfud menggelar konferensi pers soal dugaan perusakan baliho pasangan calon presiden dan wakil presiden itu di Sumatera Utara. Dalam konferensi pers di Rumah Cemara 19, Jakarta, pada 11 November 2023 itu, Aiman tampil sebagai pembicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, Aiman mengaku memperoleh informasi soal ketidaknetralan aparat kepolisian dalam Pemilihan Umum 2024. Dia menyatakan sejumlah kenalannya di kepolisian keberatan atas perintah atasannya untuk membantu kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. “Jangan curang, kami tidak akan diam. Kami akan berjuang mempertahankan demokrasi. Kami tidak mau Indonesia kembali ke masa Orde Baru," kata Aiman dalam konferensi pers itu.
Tiga hari berselang, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisno Andiko menyatakan pihaknya telah menerima enam laporan terhadap Aiman. Enam laporan itu dibuat oleh Front Pemuda Jaga Pemilu, Aliansi Masyarakat Sipil Indonesia, Jaringan Aktivis MUDA Indonesia, Aliansi Gerakan Pengawal Demokrasi, Barisan Mahasiswa Jakarta, dan Garda PemiluDamai. “Telah diterima enam laporan polisi,” kata Trunoyudo yang kini menjabat Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri.
Dalam laporannya, keenam pihak itu sama-sama menuding Aiman menyebarkan berita bohong alias hoaks. Polisi pun menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan pada akhir Desember 2023. Meski demikian, Aiman belum ditetapkan sebagai tersangka hingga saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemohon Aiman Witjaksono setelah menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, 20 Februari 2024. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Penyitaan telepon seluler Aiman terjadi saat dia menjalani pemeriksaan pada 26 Januari lalu. Jurnalis yang pernah bekerja di berbagai stasiun televisi swasta nasional itu meradang karena menilai tak ada kaitan antara pernyataannya dalam konferensi pers dan telepon seluler yang dia miliki. Apalagi belakangan penyidik mengubah kata kunci telepon seluler, seluruh akun media sosial, dan akun surat elektronik Aiman.
Dalam sidang praperadilan pada Selasa, 20 Januari lalu, Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Leonardus Simarmata menyatakan penyitaan tersebut dilakukan karena dinilai perlu dan mendesak. “Karena dikhawatirkan akan dirusak atau dihilangkan oleh pemohon,” katanya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 20 Februari lalu.
Polisi pun telah mengajukan ahli hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta Warasman Marbun dalam sidang Jumat kemarin. Dalam kesaksiannya, Warasman membantah anggapan pihak Aiman bahwa surat penetapan penyitaan harus ditandatangani oleh ketua pengadilan setempat. Menurut dia, surat tersebut juga dapat ditandatangani oleh wakil ketua. asalkan terdapat stempel lembaga. "Itu (kewenangan untuk menandatangani) internal dari pengadilan dan sah menurut hukum," katanya.
Selain itu, Wasman mengatakan, semua barang yang telah disita oleh penyidik tidak dapat dicabut oleh Pengadilan Negeri. Dia merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1985 tentang Penyitaan.
Pendapat Wasman itu membantah pendapat pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad, yang diajukan pihak Aiman dalam sidang sehari sebelumnya. Menurut Suparji, ketentuan Pasal 38 harus dimaknai sesuai dengan bunyinya, yaitu surat penetapan penyitaan harus ditandatangani oleh ketua pengadilan negeri setempat. "Dalam KUHAP, tidak ada pihak lain yang boleh menandatangani kecuali ketua pengadilan setempat," ujarnya dalam persidangan dua hari lalu.
Meski lembaga pengadilan negeri memiliki aturan, Suparji menyatakan aturan dalam KUHAP sudah diatur secara lebih rinci agar tidak timbul kesewenang-wenangan. "Dalam KUHAP seperti itu adanya. KUHAP telah terang benderang hanya ketua pengadilan setempat. Kalau ditandatangani oleh wakil, tidak bisa," ujarnya.
Pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menilai perkara ini lebih dari sekadar siapa yang menandatangani surat penyitaan. Menurut dia, masalah dalam praperadilan ini adalah penyitaan barang bukti yang tak berhubungan dengan perkara. Dia menjelaskan, penyitaan harus memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Pasal 39 ayat 1 KUHAP. Di antaranya, barang itu merupakan sarana untuk melakukan kejahatan.
Dalam kasus Aiman, Chairul menilai tidak ada kaitan antara telepon seluler dan tindak pidana yang disidik oleh kepolisian. Pasalnya, Aiman saat itu melakukan konferensi pers yang diliput oleh berbagai jurnalis, bukan bercerita di media sosial dengan menggunakan telepon seluler. “Saya kira penyebaran informasi yang dilakukan Aiman tidak ada kaitannya dengan telepon seluler yang bersangkutan,” kata Chairul saat dihubungi Tempo, Jumat kemarin.
Pendapat Chairul didukung Abdul Fickar Hadjar. Pakar hukum Universitas Trisakti itu menyatakan bahwa ponsel Aiman sama sekali tidak berhubungan dengan tindak pidana. Karena itu, menurut dia, penyitaan yang dilakukan penyidik tidak sah apa pun alasannya. “Dalam kasus itu tidak ada kaitannya dengan telepon seluler. Karena itu penyitaan telepon seluler tersebut tidak sah. Sudah benar dimintakan praperadilan,” katanya.
Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Muhammad Fatahillah Akbar, mengatakan penyidik seharusnya meyakinkan hakim bahwa tindakannya telah sesuai dengan KUHAP. Menurut dia, tantangan bagi penyidik adalah meyakinkan bahwa telepon seluler itu berhubungan dengan konstruksi kasus yang sedang mereka sidik. “Ya, harus punya argumen bahwa barang itu ada kaitannya dengan kejahatan,” ujarnya.
Namun, menurut dia, pada praktiknya hakim praperadilan jarang melihat alasan penyitaan dan masalah apakah barang yang disita itu berhubungan dengan perkara. Hakim biasanya lebih melihat secara formalitas saja. “Praktiknya, seperti stempel, formalitas, asalkan ada pemberitahuan ke PN, kadang dibenarkan. Begitulah faktanya. Penegakan hukum perlu banyak perbaikan,” ucapnya.
Pakar hukum Universitas Indonesia Ganjar Laksamana menyoroti esensi dari penyitaan. Menurut dia, dalam hukum, penyitaan tak selalu harus diartikan menguasai barang yang disita. Esensi penyitaan, kata dia, adalah tindakan yang dilakukan untuk proses pembuktian dalam sebuah perkara. “Yang penting barangnya tidak dimusnahkan, dihilangkan, dipindahtangankan, atau dapat mempersulit proses pembuktian.”
Chairul Huda menambahkan, dengan melihat persyaratan dalam KUHAP, hakim praperadilan seharusnya mengabulkan gugatan Aiman.“Seharusnya dikabulkan,” tuturnya.
Sementara itu, Abdul Fickar mengatakan masih ada jalur hukum lain yang bisa ditempuh Aiman jika kalah di praperadilan. Apalagi jika isi telepon selulernya dibuka oleh penyidik yang tidak sesuai dengan tindak pidananya. “Bisa dipersoalkan tersendiri dengan menggugat perdata atau laporan pidana,” ucapnya.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | DESTY LUTHFIANI | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo