Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra membantah dirinya sebagai aktor intelektual kasus peredaran lima kilogram sabu dari Polres Bukittinggi. Bantahan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teddy mengutip ucapan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md pada 2020 tentang industri hukum, karena dia merasa terjebak dalam konspirasi dan rekayasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tindakan yang dilakukan untuk satu kepentingan orang-orang yang hendak mengambil keuntungan dari suatu proses hukum," ujarnya menirukan ucapan Mahfud saat membacakan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis, 13 April 2023.
Masih menurut Mahfud, kata Teddy, yang memiliki kesalahan disembunyikan dengan suatu pasal. Sedangkan yang punya bukti dibuang buktinya dan dimunculkan yang lain.
Dia menganggap kasus yang menyeretnya mirip dengan apa yang disampaikan Mahfud Md. Tujuannya adalah membunuh karakter, menghentikan karier dan masa depan, bahkan membinasakan dirinya.
"Kondisi ini sama halnya dalam sebuah orkestra dimana ada seorang dirigen yang mengatur semua alat musik yang dimainkan agar iramanya 'terdengar bagus'," kata Teddy.
Jenderal bintang dua itu menganggap penyidik memiliki keleluasaan meniadakan barang bukti atau fakta. Kemudian menciptakan bukti atau fakta baru melalui proses rekayasa keterangan saksi untuk menjeratnya.
Teddy Minahasa memberi judul pleidoi atau nota pembelaannya 'Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi'. Dari ucapan Mahfud, industri hukum itu dilakukan oleh penyidik dan pihak terkait.
"Saya merasakan ada upaya rekayasa dan konspirasi terhadap diri saya dimana hal tersebut sejalan dengan makna industri hukum yang disampaikan oleh Mahfud Md," tuturnya.
Perwira tinggi Polri itu membantah terlibat dalam perkara peredaran lima kilogram sabu. Alat bukti yang ditunjukkan padanya dalam penyidikan dan persidangan juga dianggap tidak sesuai prosedur.
Teddy membantah menerima uang Rp 300 juta atau 27.300 dolar Singapura hasil penjualan satu kilogram sabu. Dia merasa berkecukupan ekonomi dan tidak akan merelakan kariernya karena menjual sabu.
"Maaf, saya bukan mengutarakan suatu kesombongan, namun untuk apa lagi saya harus melakukan penyimpangan hukum seperti ini hanya demi uang Rp 300 juta?" katanya.
Dalam kasus ini, Teddy Minahasa dituding sebagai aktor intelektual peredaran lima kilogram sabu dari Polres Bukittinggi yang sudah ditukar dengan tawas. Namun dia membantah memerintahkan Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara untuk menukar sabu yang merupakan barang bukti sitaan Polres Bukittinggi pada Mei 2022.