Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kementerian Agama membangun Universitas Islam Internasional Indonesia di lahan bekas kompleks pemancar RRI di Depok.
RRI kehilangan aset bernilai miliaran rupiah setelah pengalihan kepemilikan lahan.
Pemancar di lahan itu untuk menyiarkan siaran Voice of Indonesia hingga ke Eropa.
TUJUH mesin genset itu bolong di setiap sisinya. Berbentuk kotak setinggi hampir tiga meter, sebagian pelat baja penutup genset terlepas entah ke mana. Kumparan kabel tembaga dinamo ketujuh mesin itu juga lenyap. “Kerusakan itu terjadi akibat penjarahan,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia Nurhanuddin, Jumat, 26 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama puluhan tahun genset-genset itu berada di salah satu gudang kompleks stasiun pemancar RRI di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Daya maksimal semua genset mencapai 1-2 megawatt. Mereka bertugas menopang kebutuhan listrik 15 menara pemancar RRI di sekitar kompleks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mesin-mesin tua itu makin tak terurus dan bahkan rusak sejak akhir tahun lalu. Letaknya yang menyuruk di selatan kompleks membuat gudang itu kerap tak terpantau. “Tak ada pegawai lagi yang menjaga gudang sejak ada peralihan kepemilikan lahan,” kata Kepala Seksi Pemancar RRI Cimanggis Sugeng Parwoto.
Beberapa bagian mesin di gedung operasional siaran medium wave yang hilang dicuri orang, di Cimanggis, Depok, 22 Juni 2020./TEMPO/ Riky Ferdianto
Direktur Teknologi dan Media Baru RRI Rahadian Gingging mengatakan properti penyiaran tersebut menjadi target pencurian sejak Desember 2019. Padahal RRI berencana memperkuat sinyal siaran radio ke sejumlah daerah lewat menara pemancar di sana. “Kemampuan pemancar di stasiun Cimanggis berkurang sejak menara-menaranya dirobohkan,” ujar Gingging.
Sejak diresmikan Presiden Soeharto pada 1984, kompleks RRI di Cimanggis memiliki 15 stasiun pemancar gelombang middle wave (MW) dan short wave (SW). Pemancar MW menyiarkan siaran radio lokal hingga ke luar Pulau Jawa. RRI menggunakan pemancar SW untuk menyiarkan siaran internasional Voice of Indonesia hingga ke Eropa dan benua lain.
Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin menyetujui peralihan lahan seluas 142,5 hektare itu menjadi kompleks Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) pada Mei 2017. Peralihan lahan ini menyisakan pekerjaan rumah bagi RRI. Mereka harus memindahkan puluhan mesin genset dan pemancar yang selama ini tersimpan di kompleks.
Ada empat bangunan utama di dalam kompleks. RRI harus segera angkat kaki dari dua gedung utama karena UIII akan menggunakannya sebagai kantor rektorat. Dua gedung lain di sisi selatan kompleks akan tetap digunakan untuk menyimpan perlengkapan milik RRI.
Ongkos pemindahan tentu tak gratis. Biaya lain juga akan timbul untuk memperbaiki dan mengganti komponen peralatan yang rusak. RRI juga kehilangan potensi ekonomi dari 15 menara pemancar yang menjulang hingga 100 meter tersebut. “Menara-menara itu sebenarnya bisa disewakan ke swasta untuk pemancar sinyal perlengkapan elektronik lain,” kata anggota Dewan Pengawas RRI, Frederik Ndolu.
Kerugian akibat penjarahan aset di kompleks RRI mencapai miliaran rupiah dalam dua bulan belakangan. RRI nyaris kehilangan semua kabel, baik di sekitar gedung maupun yang selama ini berada di bawah tanah. Para pencuri bisa leluasa menggali parit yang ditanami kabel karena tak ada penjaga di sana.
Tim patroli pernah menemukan pencuri kabel dan baja di gudang RRI pada Maret lalu. Para pelaku berdomisili di sekitar kompleks RRI. Nilai barang yang dicuri ditaksir mencapai Rp 300 juta. Ketiganya sedang diadili di Pengadilan Negeri Depok. “Mereka sudah berkali-kali mencuri di gudang RRI,” tutur Nurhanuddin.
Bekas menara pemancar RRI yang disimpan dalam gudang di Cimanggis, Depok, 22 Juni 2020./TEMPO/ Riky Ferdianto
Rentetan kerugian ini membuat Frederik Ndolu menyurati Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin. Ia mengatakan Rohanudin seharusnya menghitung dampak ekonomi setelah pelepasan lahan di Cimanggis. Selain mengalami kerugian materi dari aset-aset yang hilang, RRI kehilangan kemampuan memancarkan siaran Voice of Indonesia (VOI) secara analog lewat pemancar SW. “Direksi seharusnya meminta pemerintah menyediakan lahan pengganti,” ucap penyiar VOI pada 1990-an ini.
Hingga kini lahan pengganti itu belum jelas. Kementerian Agama, yang menaungi UIII, belum memberikan penukarnya.
Bermula dari gagasan Wakil Presiden periode 2014-2019, Jusuf Kalla, pemerintah memutuskan untuk membangun UIII. Pada 5 Juni 2018, Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama pembangunan kampus. Kalla mengatakan ia mengusulkan pembangunan UIII karena menginginkan Indonesia memiliki kampus Islam berstandar internasional. Ia memilih lahan di Cimanggis karena tanah negara tersebut dianggap paling strategis. “Selama ini lahan itu juga tak berfungsi,” ujar Kalla.
• • •
RAPAT di kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, pada awal 2017 berlangsung tanpa basa-basi. Jajaran direktur Radio Republik Indonesia yang menghadiri pertemuan menjadi sasaran kemarahan sejumlah menteri. “Kami dimarahi karena dianggap tak paham etika berlembaga,” kata Direktur Utama RRI Mohammad Rohanudin pada Jumat, 26 Juni lalu.
Rapat tersebut merupakan upaya lanjutan pemerintah meyakinkan RRI mengalihkan hak penggunaan lahan seluas 142,5 hektare di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, ke Kementerian Agama. Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara, hadir dalam setiap pertemuan.
Pemerintah tengah mengincar lahan RRI untuk membangun Universitas Islam Internasional Indonesia. Direksi RRI tak kunjung menyetujui peralihan aset sejak dilantik pada Juli 2016.
Frederik Ndolu./twitter.com/ @fred_ndolu
RRI berkeras mempertahankan aset mereka karena pemerintah tak kunjung menyiapkan lahan pengganti. Menurut Rohanudin, RRI tak lekas menyetujui pengalihan tanah karena masih memfungsikan sejumlah menara pemancar di sana. Ia menjelaskan alasan itu berulang kali kepada pemerintah. “Prinsipnya kami tidak keberatan mengalihkannya karena lahan itu milik negara,” ucapnya.
Rudiantara menggelar tiga pertemuan untuk meyakinkan direksi RRI. Salah satu pertemuan berlangsung di sebuah hotel di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Rudiantara menyiapkan draf persetujuan pengalihan aset dalam tiap pertemuan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika, kata Rudiantara, terlibat karena pernah menaungi RRI saat masih bernama Departemen Penerangan. Secara struktural, Kementerian Komunikasi memiliki mandat sebagai pembina kepegawaian RRI. “Pemerintah memang menghendaki lahan itu, tapi tetap memperhatikan kebutuhan RRI,” ujarnya.
Alasan pemerintah memilih lahan RRI di Cimanggis lantaran luasnya yang memadai. Lokasinya pun dekat dengan Jakarta dan memiliki jalan akses. Letak kompleks RRI hanya sekitar 200 meter dari pintu jalan tol Cinere-Jagorawi di Jalan Raya Bogor.
Pemerintah juga menganggap RRI tak optimal memanfaatkan lahan karena dunia penyiaran sudah meninggalkan teknologi SW. Pemerintah berpendapat pendengar radio sudah beralih dari analog ke digital. Rudiantara kerap menawarkan peremajaan teknologi penyiaran dalam tiap pertemuan. Tapi direksi tak kunjung luluh.
Buntunya negosiasi membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla turun tangan. Ia mengundang direksi RRI ke rumahnya di Jalan Brawijaya Raya, Jakarta Selatan, pada awal 2017. Dalam pertemuan itu, Kalla menjanjikan anggaran Rp 300 miliar untuk meremajakan teknologi RRI. “Alat-alat RRI di Cimanggis usianya sudah 70 tahun. Banyak yang rusak,” kata Kalla kepada Tempo.
Pemerintah juga berjanji mencari lahan pengganti. Tapi Kalla berharap RRI memfokuskan pengembangan platform siaran digital. Menurut Kalla, pendengar radio di seluruh dunia sudah meninggalkan perangkat radio analog. “Pembodohan itu namanya kalau masih ada yang mengira siaran analog sangat penting,” ujarnya.
Diplomasi ala Kalla membuat direksi melunak. Direktur RRI menyetujui pengalihan aset kepada Kementerian Agama yang diaktakan dalam berita acara serah-terima aset pada 9 Mei 2017. Pasal 6 dalam nota kesepakatan menyebutkan Kementerian Agama bisa memulai pembangunan setelah RRI memindahkan menara pancar dan perangkat siaran mereka ke tempat baru.
Rudiantara./TEMPO/Fakhri Hermansyah
Kementerian Agama ingin langsung menggelar tender setelah mendapatkan restu RRI. Kementerian kemudian meminta RRI segera mengosongkan lahan. Menurut Kepala Biro Umum Kementerian Agama Syafrizal, tugas pengosongan lahan dilimpahkan kepada RRI karena dianggap lebih memahami teknik pembongkaran dan pemindahan menara pemancar.
Syafrizal mengatakan RRI menggudangkan baja menara pemancar sejak awal 2019. Seluruh besi bekas itu disimpan dalam 15 kontainer ukuran 21 kaki yang teronggok di lahan Cimanggis. Dari pantauan Tempo, kotak-kotak besi itu mulai berkarat.
Pemindahan kontainer masih menunggu keputusan direksi RRI dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan sebagai pengelola aset negara. “Masih banyak yang harus dibahas agar proyek ini tidak merugikan pihak mana pun,” kata Syafrizal.
Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Purnama T. Sianturi membenarkan permintaan soal lahan pengganti RRI. Menurut dia, pemerintah sudah menawarkan pilihan lahan, seperti di Cipayung dan Citayam, Depok; serta Cibinong, Bogor. “Tapi menurut RRI tidak cocok,” ujarnya.
Mohammad Rohanudin mengatakan RRI menolak memanfaatkan lahan tersebut lantaran masih berstatus sengketa. Ada pula lahan lain yang terletak di Balaraja, Tangerang, Banten. Menurut dia, menara pancar hanya baik didirikan di area yang memiliki situ. “Ketersediaan air menjadi penting untuk mendinginkan alat pemancar dan genset,” kata Rohanudin.
RRI mengajukan opsi lain. Mereka meminta lahan seluas 4,7 hektare di sisi selatan kompleks pemancar RRI. Lokasi ini berada di area Rumah Cimanggis, rumah zaman peninggalan Belanda yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya Pemerintah Kota Depok. “Lahan itu akan dimanfaatkan untuk menara pemancar teknologi baru,” tutur Rohanudin.
Kalaupun kelak mendapatkan lahan pengganti, RRI tetap berpotensi menanggung kerugian. Meski lahan RRI disebut milik negara, RRI kehilangan sejumlah aset dan potensi ekonomi dari siaran analog internasional. Apalagi Kementerian Keuangan kembali menarik anggaran Rp 300 miliar yang dijanjikan karena akan digunakan untuk menangani pandemi Covid-19.
Deputi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Bidang Pengawasan Intern Pemerintah Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Iwan Taufiq Purwanto, mengatakan masih memantau proses pembangunan kampus UIII. BPKP tak bisa menilai kerugian dalam tukar guling lahan RRI. “Perhitungan aset dan pembukuannya tidak masuk ruang lingkup kami,” ujarnya.
Adapun anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, menilai RRI mengalami kerugian akibat ketidakjelasan proses penggantian lahan. Beralihnya kepemilikan lahan itu juga berdampak pada hilangnya perangkat siaran analog. Meski begitu, BPK masih mempelajari apakah di dalamnya ada unsur kerugian negara. “Yang jelas, nilai buku RRI jadi kacau,” katanya. “Asetnya turun.”
RIKY FERDIANTO, MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo