Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mata-mata di Ruang Berita

Umbaran Wibowo, polisi intel di Blora, sukses menyamar sebagai wartawan. Selama 14 tahun berprofesi ganda.

25 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBAGAI intel, ia sukses mengelabui koleganya di Kepolisian Sektor Kradenan, Blora, Jawa Tengah. Sebagai wartawan ia sukses mengelabui sesama jurnalis dan tetangganya di Desa Tutup, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Polisi, para jurnalis, dan tetangganya bertahun-tahun mengenal Umbaran Wibowo hanya sebagai kontributor TVRI untuk wilayah timur Jawa Tengah itu.

Penyamaran Umbaran terkuak ketika ia dilantik sebagai Kepala Kepolisian Sektor Kradenan pada Rabu, 14 Desember lalu. Ternyata ia polisi sejak 2008. Laki-laki tinggi-kurus 38 tahun itu tampak gagah dengan seragam dinas polisi lengkap dengan tanda pangkat dua garis kuning di bahu. Wartawan TVRI yang sehari-hari meliput peristiwa di Blora sejak 2012 itu adalah polisi berpangkat inspektur satu. Jabatan barunya memungkinkan ia naik satu level lagi menjadi perwira berpangkat ajun komisaris.

Pelantikan Umbaran Wibowo membuat geger. Baru kali itu ada seorang intel yang diberitakan sukses menyamar sebagai wartawan. Ia bahkan menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blora. Dua hari setelah pelantikannya, Ketua PWI Jawa Tengah Sri Mulyadi mengontaknya. “Saya beri pengertian apa yang ia lakukan melanggar Kode Etik Jurnalistik,” kata Sri, Jumat, 23 Desember lalu.

Pelanggaran itu menyangkut independensi dan konflik kepentingan. Pasal 1, 2, dan 6 Kode Etik Jurnalistik mengatur independensi, profesionalisme, dan penyalahgunaan profesi. Sebagai intel, Umbaran tidak independen karena kerja jurnalistiknya terpengaruh oleh jabatannya sebagai polisi. Ia juga tak profesional karena menyamar dan menyalahgunakan profesi kewartawanannya.

Sebelum menghubungi Umbaran, Sri Mulyadi dan pengurus PWI Jawa Tengah mengadakan rapat dengan anggota Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan merekomendasikan PWI memberhentikan keanggotaan Umbaran secara tetap. Sebagai langkah awal, Umbaran diminta mengembalikan tiga kartu identitas yang dimiliki selama berkarier menjadi wartawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah artikel di media online yang memberitakan saat Umbaran Wibowo (kiri) lulus uji kompetensi wartawan madya. TEMPO/Gunawan Wicaksono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum menjadi kontributor TVRI, Umbaran bekerja di beberapa media di Blora. Lama ia menyandang profesi wartawan sebelum dilantik menjadi Kepala Polsek Kradenan adalah 14 tahun. Selama itu pula ia mengantongi kartu anggota PWI dan kartu lulus uji kompetensi wartawan tingkat muda dan madya.

Umbaran sudah menyerahkan kartu anggotanya ke pengurus PWI Jawa Tengah itu pada Jumat, 16 Desember lalu. Ia juga sudah mengembalikan kartu uji kompetensi wartawan ke Dewan Pers. Sri Mulyadi memastikan pengurus PWI Jawa Tengah sudah memberhentikannya sebagai anggota organisasi ini.

Desas-desus Umbaran seorang intel sebetulnya sudah berembus setahun sebelum pelantikannya sebagai Kepala Polsek Kradenan. Tapi kabar penyamaran itu belum beredar luas. Para wartawan di Blora mulai curiga ia benar-benar seorang polisi ketika Umbaran dilantik menjadi Wakil Kepala Polsek Blora pada Juni lalu. Para polisi di Blora juga bertanya ihwal karier intel Umbaran karena mereka mengenalnya sebagai wartawan.

Umbaran bukan lulusan Akademi Kepolisian. Ia lulus dari Sekolah Kepolisian Negara pada 2008. Tugas pertamanya adalah menjadi bintara intel di Pati dengan pangkat brigadir dua. Saat bertugas di Pati, Jawa Tengah, ia mengajukan lamaran ke berbagai media massa sampai akhirnya menjadi koresponden TVRI di Blora sejak 2012.

Karier polisi Umbaran tergolong pesat. Dalam tempo 12 tahun, ia sudah menjadi perwira. Rupanya, pada 2018, ia disertakan dalam Pendidikan Pengembangan Spesialisasi Perwira Pertama Dasar Intelijen. Karena itu, ia naik pangkat menjadi inspektur dua. Sebagai wartawan, pada tahun itu, ia lulus uji kompetensi wartawan level madya.

Tempo menyambangi Umbaran di kantornya pada Kamis, 22 Desember lalu. Seorang petugas di Polsek Kradenan mengatakan Umbaran tengah menghadiri apel gelar pasukan Operasi Lilin Candi 2022 di Markas Kepolisian Resor Blora.

Kantor Polsek Kradenan dan Polres Blora berjarak sekitar 44 kilometer melewati hutan jati. Saat dihubungi melalui nomor telepon selulernya, ia menolak ditemui. “Maaf, untuk liputan saya belum bisa. Mohon maaf,” demikian tulisnya melalui pesan pendek.

Tempo lalu mendatangi rumahnya di Desa Tutup. Dia tetap enggan ditemui. “Mohon maaf, tidak usah, ya. Soal pemberitaan sudah clear, selesai. Saya mau konsentrasi tugas,” katanya.

Rumah Umbaran bergaya khas Jawa. Bagian depan rumahnya tampak dikelilingi pagar dan memiliki dua pintu besi hitam. Di atas gerbang utama terdapat gapura berornamen joglo. Sementara itu, di sudut-sudut halaman rumah ditanami pohon lengkeng dan terasnya dipenuhi pot pohon bonsai.

Ia memang terkenal sebagai pencinta bonsai. Pada September lalu, ia bersama komunitas Paguyuban Penggemar Bonsai Indonesia Blora menggelar pameran di halaman Gelanggang Olahraga (GOR) Mustika. Umbaran bahkan pernah memimpin organisasi hobi tersebut.

Menurut para tetangganya di Desa Tutup, Umbaran dan keluarganya baru menempati rumah itu tiga atau empat tahun belakangan. Mereka juga baru tahu bahwa Umbaran seorang polisi. Para tetangga mengenal Umbaran sebagai wartawan. Sebagai warga yang menjadi wartawan, Umbaran aktif dalam kegiatan desa.

Ia, misalnya, pernah menjadi panitia pemungutan suara pada pemilihan Kepala Desa Tutup periode lalu. Umbaran menggagas pemilihan tanpa politik uang. Gagasan Umbaran itu membuat pemilihan kepala desa tak memangkas ongkos banyak. Menurut seorang tetangganya, seorang calon hanya mengeluarkan uang Rp 15 juta.

GOR Mustika adalah lokasi kantor PWI Blora. Di bangunan milik pemerintah kabupaten itu, para wartawan sering berkumpul, entah untuk menunggu agenda liputan entah mampir sehabis liputan. Umbaran acap nongkrong di sini. Ia mulai jarang terlihat setelah beredar kabar ia menjadi Kepala Unit Satuan Intelijen dan Keamanan Polres Blora tahun lalu.

Manajemen TVRI Jawa Tengah baru mengetahui Umbaran seorang polisi intel sekitar sebulan lalu. Ketika itu ada pembekalan kontributor TVRI Jawa Tengah di Kota Salatiga. Dalam pelatihan itu, kepada seorang wartawan TVRI, Umbaran mengatakan akan mendapat jabatan di kepolisian.

Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari. ANTARA/Ho

Kabar itu pun segera menyebar. Umbaran lalu mengundurkan diri dari TVRI. Menurut Sifak, Kepala TVRI Stasiun Jawa Tengah, Umbaran tercatat sebagai kontributor TVRI sejak 2012. Ia mengisi posisi kontributor karena kontributor lama pindah ke daerah lain. “Selama menjadi kontributor TVRI ia bekerja dengan baik, menjalankan hak dan kewajibannya dengan baik," kata Sifak. 

Pernyataan Sifak itu eufemisme. Maksudnya, sebagai intel, awak TVRI Jawa Tengah tak mengetahui pekerjaan Umbaran sesungguhnya. Tapi Sifak tak merasa kecolongan kantornya disusupi intelijen. “Tujuan kami sama, untuk negara,” ucapnya. 

Sifak malah bangga karena TVRI turut menyokong kepentingan negara dengan menampung Umbaran dalam kerja intelijennya. “Dengan begitu, TVRI memfasilitasi kegiatan negara,” ujarnya.

Tak hanya Sifak yang bangga, Ketua Umum PWI Pusat Atal S. Depari juga mengapresiasi kinerja Umbaran sebagai mata-mata. Namun ia menyesalkan kecolongan ini. PWI menganggap Umbaran terbukti melanggar Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Kode Etik Perilaku Wartawan PWI. “Ke depan saya menginstruksikan agar pengurus benar-benar selektif dalam proses penerimaan anggota,” kata Atal.

Aliansi Jurnalis Independen dan Lembaga Bantuan Hukum Pers menganggap penyamaran Umbaran menjadi wartawan adalah tindakan spionase yang berpotensi menggerus kepercayaan publik kepada media massa. Selain melanggar Kode Etik Jurnalistik, penyamaran Umbaran melanggar Undang-Undang Pers.

Dua organisasi ini meminta lembaga intelijen menghindari cara-cara kotor memata-matai publik dengan menyamar dalam profesi yang berhubungan dengan orang banyak. “Dalam kasus ini, Inspektur Satu Umbaran Wibowo dan Polri jelas telah menyalahgunakan profesi wartawan untuk mengambil keuntungan atas informasi yang diperoleh saat bertugas menjadi jurnalis,” demikian tulisan mereka dalam siaran pers.

JAMAL ABDUN NASHR (BLORA)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mustafa Silalahi

Mustafa Silalahi

Alumni Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara ini bergabung dengan Tempo sejak akhir 2005. Banyak menulis isu kriminal dan hukum, serta terlibat dalam sejumlah proyek investigasi. Meraih penghargaan Liputan Investigasi Adiwarta 2012, Adinegoro 2013, serta Liputan Investigasi Anti-Korupsi Jurnalistik Award 2016 dan 2017.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus