Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NENEK Halimah, 70 tahun, yang sempat digelari "Macan Tua" karena dituduh mendalangi pembunuhan anak-cucunya, ternyata divonis bebas murni. Majelis hakim Pengadilan Negeri Idi, Aceh Timur, yang diketuai Sudibyo K. Hardjono Selasa dua pekan lalu berkeyakinan nenek itu tak bersalah apa-apa dalam kasus dibomnya rumah anak kandunnya, Mat Dian. Begitu vonis itu diterjemahkan ke bahasa Aceh, Halimah, yang tak bisa berbahasa Indonesia dan tak kuat duduk di kursi -- ia hanya duduk bersila di lantai pengadilan -- itu kontan berdiri. "Alhamdulillah, " ucapnya. "Saya sangat gembira," tambahnya kepada TEMPO di luar sidang. Jaksa M. Dali Umar semula menuduh Nenek Halimah mengotaki pengeboman rumah Mat Dian di Desa Paya Awe, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Nenek itu dilukiskan jaksa sangat benci kepada Mat Dian, yang disebut menggunagunainya. Untuk melenyapkan anaknya itu, menurut jaksa, Halimah membeli sebuah bom rakitan seharga Rp 350 ribu dari M. Daud bin Usman. Selain itu, ia bekerja sama dengan anaknya yang lain, Zainon Abidin bin Alamsyah, menantunya Hasbi Bin Abdul Rahman. dan dua orang lainnya, Yadon Bin Sulaiman dan Abubakar. Kebetulan Zainon bersengketa warisan dengan Mat Dian, sementara Yadon dan Abubakar juga tak senang kepada korban karena Mat Dian pernah melaporkan kejahatan mereka kepada polisi. Pada 15 Oktober 1988 subuh ketika Mat Dian bersama istrinya Nurhayati, dan ketiga anaknya, sedang lelap tidur tiba-tiba rumahnya meledak. Akibatnya, Farida, 8 tahun, anak Mat Dian, tewas seketika sementara kaki istrinya terpaksa diamputasi. Mat Dian sendiri bersama dua anaknya selamat dalam peristiwa itu. (TEMPO, 4 Maret 1989). Di persidangan Nenek Halimah selain membantah tuduhan itu juga mengaku sangat sedih mendengar kabar pengeboman itu. "Saya tak tahu rencana pengeboman itu," katanya. Pernyataan Halimah itu diperkuat keterangan para saksi. Zainon, adik Mat Dian, yang tak tamat SD itu, misalnya, mengaku bersama Yadon, dan Abubakar -- yang sampai sekarang buron -- membeli bom itu dari Daud. Penjelasan para saksi menurunkan "tensi" jaksa. Dalam tuntutannya, Jaksa M. Dali Umar menuntut Halimah dan Hasbi yang semula dalam dakwaan diancam hukuman 20 tahun penjara, hanya 1 tahun penjara. Itu pun karena mengingat orang itu sempat mendekam tujuh bulan di penjara. Ternyata, majelis hakim lebih mantap menyatakan Halimah dan mantunya Hasbi "terbukti tak bersalah". Sebaliknya, Zainon, yang terbukti mendalangi pengeboman itu, bersama Yadon dihukum masing-masing 15 tahun penjara. Zainon puas dengan vonis itu. Kedua orang itu menerima vonis hakim. "Saya rela dihukum lebih berat, asal emak saya dibebaskan," katanya kepada TEMPO. Sementara itu Daud bin Usman cuma diganjar hukuman 1 tahun penjara. Alasan Ketua Majelis, Daud cuma unsur pembantu. "Saya mau membuat bom itu karena katanya untuk mengebom hantu air di sungai," kata tukang foto keliling itu. Jaksa Tengku Masyrulsyah keberatan dengan vonis terhadap Daud. "Dia potensial mengancam kehidupan ketenangan masyarakat," katanya. Maksudnya, bukan tak mungkin suatu ketika Daud akan membikin bom untuk merusakkan proyek penting di Aceh. "Hukuman bagi Daud sangat ringan. Saya banding," katanya. Mensyukuri vonis itu, Jumat pekan lalu, Halimah dan Hasbi menyelenggarakan peusijuek (tepung tawar). "Saya ingin semua anak-cucu saya sehat walafiat, supaya mereka bisa menguburkan saya nanti menurut fardu kifayah," katanya kepada TEMPO. Mat Dian sendiri, yang kini menjadi kernet bus, tak bisa ditemui karena ia ternyata telah kawin lagi dan meninggalkan istrinya, Nurhayati, yang cacat. "Saya paling sedih atas semua peristiwa ini dan buntut yang saya alami," kata Nurhayati.Monaris Simangunsong & Makmun Al Mujahid (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo