Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
BAYI yang hilang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, tujuh tahun lalu, hingga kini belum tentu rimbanya. Sementara itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung, yang mengadili kasus itu, Selasa pekan lalu, memutuskan bahwa pihak RSHS lalai menjaga bayi tersebut. "Selama bayi dan ibunya belum pulang, tanggung jawab keselamatan mereka ada di tangan rumah sakit," kata ketua majelis hakim, Djaelani.
Sebab itu, majelis menghukum pihak RSHS membayar ganti rugi Rp 6 juta kepada penggugat--semula, tuntutan penggugat Rp 200 juta. Tapi putusan itu, kata hakim, cuma harga sebuah kelalaian. "Bukan harga bayi yang hilang," kata anggota majelis hakim, Soegijanto.
Perkara itu bermula dengan hilangnya anak ketujuh pasangan Angrum dan Djudjum, di RSHS pada 14 Januari 1983. Pada siang itu, Angrum melahirkan bayi laki-laki. Bayi yang diberi nama Bagja Maulana itu ditempatkan di boks dekat ibunya, di ruang A sal 17. Sorenya, sekitar pukul 16.00, sebelum waktu besuk tiba, entah dari mana, muncul seorang wanita hamil, berusia sekitar 20 tahun ditemani seorang anak laki-laki umur lima tahunan.
Tamu itu mendekati Angrum, dan berbincang-bincang akrab. Ketika itulah, Bagja menangis. Wanita itu "berbaik" hati mengganti baju Bagja. Toh bayi itu tetap menangis. Si wanita tadi menggendong Bagja dan membawa bayi itu ke dapur untuk diberi susu--air susu Angrum sendiri memang belum keluar. Melihat kelakuan tamu itu, Angrum berusaha mencegahnya. Tapi tamu tak dikenal itu tetap ngeloyor.
Belakangan, ibu Angrum, Nyonya Surmi, yang datang membesuk, memberi tahu bahwa ia melihat seorang wanita buru-buru keluar dari ruang bersalin membawa bayi berselimut warna kuning. Angrum pun panik. Petugas satpam diminta memburu tamu tadi, tapi kehilangan jejak. Dan hingga kini, bayi itu tetap raib.
Karena itulah, Angrum dan Djudjum, yang didampingi pengacara LBH Bandung, menggugat pihak RSHS Rp 200 juta. Rinciannya, Rp 1 juta untuk perawatan janin, Rp 4 juta biaya pencarian bayi, dan Rp 195 juta buat pengganti kerugian moril.
Di persidangan, pengacara RSHS, A.A. Sri Maryastutie, menilai gugatan itu salah alamat. "Ini penculikan yang dilakukan seorang wanita tak dikenal, bukan perbuatan melawan hukum RSHS," kata Sri. Selain itu, Sri meragukan Angrum tak mengenal tamunya itu. Sebab, mereka, kata Sri, sempat mengobrol akrab. Bahkan Angrum membiarkan tamunya itu memakaikan baju pada Bagja.
Dalih Sri ternyata ditolak majelis hakim. Bagaimanapun, RSHS terbukti lalai. Misalnya, ruang bersalin, yang terdiri dua sal dengan 36 tempat tidur, hanya dilayani seorang perawat. Bel atau lonceng tak ada. "Waktu kejadian, perawat tak berada di ruang itu," kata Djaelani. Tapi, menurut majelis hakim, kelalaian juga ada di pihak Angrum. "Masing-masing punya andil kesalahan," kata Djaelani.
Berdasarkan catatan medis, Angrum memang mengalami pendarahan normal persalinan, tapi kondisinya tidak lemah fisik. Artinya, sewaktu bayinya dibawa ke luar sal, mestinya ia bisa berteriak melarang. Tapi Angrum tak melakukannya. Sebab itu, dalam putusannya, majelis hakim menyebutkan musibah itu jadi tanggung jawab bersama. "Sehingga ganti rugi penggugat tidak dipenuhi sepenuhnya," kata Djaelani.
Atas putusan itu, menurut Kepala Humas RSHS Dra. Lusi Surja Sumantri, pihak RSHS akan naik banding. "Memori banding itu sedang kami buat," katanya. Sementara itu, Angrum menerima putusan tersebut. "Kami tidak naik banding walaupun tidak puas," katanya. Dan jika Rp 6 juta diterima, uang itu akan dipakai Angrum untuk melacak jejak bayinya. Ke mana?
Bagja yang kini tujuh tahun, kabarnya berada di Kecamatan Malangbong, Garut. Tim wartawan Kartini, yang melacak kasus itu, memberi tahu Angrum bahwa bayi itu sekarang bernama Andri, dirawat keluarga Sri Yanti. Bersama tim wartawan Kartini, Angrum pernah menemui Yanti. Dari foto-foto yang diperlihatkan, Angrum membenarkan bahwa wajah Andri mirip anak-anaknya. "Perasaan saya bilang, Andri itu Bagja. Tapi, hati ini tidak yakin," kata Angrum.
Angrum tidak yakin lantaran Yanti menyodorkan bukti-bukti kuat. Seperti akta kelahiran Andri, dan kesaksian famili wanita itu bahwa Andri benar-benar anak Yanti. Wajah Yanti juga berbeda dengan wanita yang ditemuinya di sal RSHS, tujuh tahun lalu. "Kini, kami serahkan sepenuhnya kepada tim Kartini untuk mengumpulkan bukti-bukti," kata Angrum pasrah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo