Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUYAR konsentrasi Sutan Bagindo Fachmi ketika Abdurrahman Iswanto, anggota Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, mendatangi ruang kerjanya pada Selasa pekan lalu. Fachmi, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, tengah menyusun jawaban pemerintah atas permohonan uji materi Undang-Undang Kejaksaan oleh bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra.
Abdurrahman membawa misi penting. Ia hendak mengklarifikasi rekam jejak Fachmi yang lolos seleksi pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Setumpuk pertanyaan sudah ia persiapkan untuk mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara tersebut. Selain tentang kariernya sebagai jaksa, Fachmi diminta menjelaskan asal-usul harta kekayaannya. ”Saya juga ditanya perkara bebasnya Adelin Lis,” ujar Fachmi kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Setelah dinyatakan lulus tahap seleksi psikologi, Fachmi tercantum sebagai salah satu calon pemimpin KPK, yang kosong setelah ditinggalkan Antasari Azhar. Bekas pemimpin KPK itu diberhentikan secara tetap setelah menyandang status terdakwa perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen. Kini Antasari sedang menunggu putusan kasasi. Di tingkat sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menghukum Antasari 18 tahun penjara.
Calon lain yang lolos adalah Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas; mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie; pengacara Bambang Widjojanto; advokat Melli Darsa; anggota Dewan Perwakilan Daerah, I Wayan Sudirta; dan mantan Kepala Polda Jawa Tengah Chaerul Rasjid.
Atas permintaan panitia seleksi, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menelusuri rekam jejak para kandidat. Hasil penelusuran akan digunakan sebagai bahan seleksi wawancara, Kamis pekan ini. ”Kami harus menguji track record mereka,” kata Erry Riyana Hardjapamekas, salah satu anggota panitia seleksi.
Dari tujuh orang calon itu, panitia akan memilih dua orang, yang selanjutnya disodorkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pilihan Presiden kelak dikirimkan ke Komisi Hukum DPR. Komisi akan memilih seorang pengganti Antasari Azhar.
Syarat untuk menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi memang berat, setidaknya berdasarkan kriteria yang disusun Indonesia Corruption Watch. Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Febri Diansyah menunjuk sebelas syarat versi lembaganya. Di antaranya, memiliki integritas, independen, mampu bekerja dalam tekanan balik koruptor, berani mengambil risiko, punya semangat penindakan, dan bebas dari konflik kepentingan. Ada satu syarat lagi. ”Pimpinan KPK bukan berasal dari polisi, jaksa, atau pengacara yang membela kasus korupsi,” kata Febri.
Syarat pemimpin KPK tidak berasal dari kepolisian, kejaksaan, atau pengacara pembela koruptor juga disetujui Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki. KPK dibentuk, kata Teten, lantaran polisi dan jaksa dianggap gagal memberantas korupsi. ”Untuk apa bikin KPK kalau masih ada jaksa dan polisi.” kata Teten. Febri dan Teten agaknya menunjuk Fachmi dan Chaerul Rasjid sebagai calon yang tidak layak memimpin lembaga antirasuah itu.
Rekam jejak Fachmi, misalnya, juga dinilai cacat karena pernah mendapat sanksi dari Jaksa Agung Hendarman Supandji. Tak hanya ”dikandangkan” menjadi anggota staf ahli Jaksa Agung, ia pernah turun pangkat setahun karena dianggap melanggar prosedur penerbitan penuntutan perkara kasus pembalakan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Kasus ini menyeret tersangka Adelin Lis, bos PT Keang Nam Development. Alhasil, Pengadilan Negeri Medan pada 5 November 2007 membebaskan Adelin dari dakwaan pembalakan liar dan korupsi.
Fachmi menyatakan ia tak bersalah dalam kasus ini, karena jaksa ketika itu menuntut hukuman sepuluh tahun dan denda Rp 1 miliar. Fachmi mengatakan sebagai bukti ia tak bersalah adalah putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum Adelin sepuluh tahun dan denda Rp 1 miliar. Adelin, yang saat ini buron, masih harus membayar uang pengganti Rp 119,8 miliar dan US$ 2,938 juta. Dengan putusan Mahkamah Agung itu, kata Fachmi, sanksi penurunan pangkatnya dicabut. ”Kalau salah dan tetap turun pangkat, saya tidak mungkin daftar ke KPK,” ujarnya.
Sebagai jaksa, Fachmi banyak menangani perkara korupsi yang menyangkut orang-orang besar. Ia per nah menangani kasus korupsi tukar guling tanah Bulog oleh PT Goro Batara Sakti dengan tersangka Hutomo Mandala Putra, Ricardo Gelael, dan Beddu Amang. Ia juga yang menuntut Akbar Tandjung empat tahun penjara dalam perkara penyalahgunaan dana nonbujeter Badan Urusan Logistik. Di Mahkamah Agung, Tommy Soeharto dan Akbar Tandjung dinyatakan bebas.
Dengan semua modal itu, Fachmi yakin mampu memimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Begitu masuk KPK, saya langsung bisa kerja, tidak perlu penyesuaian lagi,” ujarnya.
Chaerul Rasjid tercatat memiliki kekayaan tak sedikit. Saat menjabat Kepala Akademi Kepolisian di Semarang, harta kekayaannya sudah mencapai Rp 1,8 miliar. Ia memiliki rumah yang jembar di Jakarta Selatan senilai Rp 1,18 miliar. Rumah itu dibeli pada 1999 saat ia menjabat Kapolda Kalimantan Barat.
Indonesia Corruption Watch mendapat laporan yang menyatakan Chaerul ketika menjabat ”kenal baik” dengan pemain bisnis kayu di Kalimantan Barat. Sayang, Chaerul menolak diwawancarai Tempo. Ia beralasan sedang berkonsentrasi menyiapkan wawancara seleksi KPK. ”Nanti saja wawancaranya, kalau saya sudah terpilih,” kata Chaerul. ”Ini negara demokrasi, mau ngomong apa saja silakan.”
Lain lagi dengan penelusuran terhadap Jimly Asshiddiqie. Orang dekat mantan presiden B.J. Habibie itu dikabarkan pada 2000 pernah kecipratan dana alokasi umat yang dianggap bermasalah. Jimly terus terang mengakui pernah berangkat umrah dengan istrinya dengan biaya dari pos dana alokasi umat. ”Waktu itu saya diundang, dan tak tahu dananya dari mana,” ujar Jimly seperti dikutip empo edisi 26 Juni 2005.
Kepada panitia seleksi pun Jimly tak membantah bahwa ia pernah menerima uang dana alokasi umat. ”Tapi saat menerima itu saya bukan pejabat negara, karena itu tidak ada masalah.” Saat kasus dana alokasi umat masuk pengadilan, Jimly yang waktu itu menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi telah mengembalikan uang yang dipakai. Ketika ditanya Tempo soal kasus dana alokasi umat itu, Jimly hanya berkomentar pendek melalui pesan pendek, ”He he he, egp (emang gue pikirin—Red.).”
Menurut Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, setiap calon pasti memiliki cacat ketika ditelusuri rekam jejaknya. Indonesia Corruption Watch dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia masih menyusun data rekam jejak tiap calon. Senin pekan ini daftar itu akan disampaikan ke panitia seleksi. ”Kami agak kesulitan karena waktu untuk verifikasi sangat sempit,” ujar Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho.
Teten berharap panitia seleksi pemimpin KPK tidak salah memilih calon. ”KPK saat ini butuh striker atau penyerang, bukan pemain bertahan atau pemain cadangan,” ujarnya. Calon terpilih, kata Teten, juga harus memiliki kepemimpinan yang kuat untuk mengembalikan kekuatan moral pegawai KPK. ”Saya yakin ada calon yang memenuhi kriteria itu,” ujarnya.
Sutarto
Tujuh yang Lolos
Tujuh orang telah dipilih oleh panitia seleksi untuk mengikuti babak selanjutnya. Dari tujuh ini, akan diperas hingga tinggal dua untuk dikirim ke Presiden.
Busyro Muqoddas
Lahir: Yogyakarta, 17 Juli 1952
Pekerjaan: Ketua Komisi Yudisial
Kekayaan: Rp 1.342.588.754 dan US$ 1.601 (per 10 Mei 2007)
Jabatannya kini Ketua Komisi Yudisial. Sebelum menduduki jabatan ketua lembaga ”penjaga martabat hakim” ini, Busyro adalah pengacara sekaligus dosen Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sebagai pengacara ia pernah menjadi pembela tersangka kasus pengeboman Candi Borobudur. Tahun lalu ia mendapat penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award. Busyro, menurut laporan Komisi Pemberantasan Korupsi, memiliki kekayaan Rp 1,3 miliar per Mei 2007.
Bambang Widjojanto
Lahir: Jakarta, 18 Oktober 1959
Pekerjaan: Pengacara
Kekayaan: Tak tercatat di KPK
Pria yang kini tampil dengan berewok lebat ini adalah bekas Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Bambang juga dikenal sebagai aktivis antikorupsi. Bersama sejumlah rekannya, ia ikut mendirikan Indonesia Corruption Watch. Sehari-hari, selain tetap berprofesi pengacara, ia mengajar mata kuliah ilmu pidana di beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
Jimly Asshiddiqie
Lahir: Palembang, 17 April 1956
Pekerjaan: Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan Ketatanegaraan
Kekayaan: Rp 2.225.714.789
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini sudah menelurkan sekitar 40 judul buku, sebagian besar tentang hukum tata negara. Setelah mundur dari Hakim Konstitusi, alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menerima tawaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum dan Ketatanegaraan.
Sutan Bagindo Fachmi
Lahir: Pariaman, 13 September 1951
Pekerjaan: Direktur Tata Usaha Negara pada Jamdatun
Kekayaan: Tak tercatat di KPK
Sebagai jaksa, Fachmi kerap menangani kasus-kasus kakap. Ia pernah menyeret Hutomo Mandala Putra ke pengadilan dengan dakwaan korupsi dalam kasus tukar guling tanah Bulog. Saat bertugas di Sumatera Utara, ia menangani kasus Adelin Lis, pengusaha yang didakwanya menjarah hutan. Kendati Adelin dibebaskan Pengadilan Negeri Medan, di tingkat Mahkamah, ia dihukum 10 tahun.
Melli Darsa
Lahir: Bogor, 19 September 1966
Pekerjaan: Advokat di Melli Darsa & Co.
Kekayaan: Tak tercatat di KPK
Firma hukumnya, Melli Darsa & Co., dikenal sebagai kantor hukum yang khusus menangani perkara keuangan dan pasar modal. Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Melli meneruskan studi di Harvard Law School. Ia tercatat sebagai Ketua Komisi Tetap Pasar Modal Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
I Wayan Sudirta
Lahir: Karangasem, 20 Desember 1950
Pekerjaan: Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
Kekayaan: Rp 3.384.453.536 (per 21 Desember 2009)
Ia sudah dua periode menjabat anggota Dewan Perwakilan Daerah sebagai wakil Bali. Wakil Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia ini ikut mendirikan Bali Corruption Watch. Kekayaannya per 21 Desember 2009, menurut KPK, Rp 3, 38 miliar.
Chaerul Rasjid
Lahir: Lubuk Linggau, 17 Januari 1949
Pekerjaan terakhir: Mantan Kapolda Jawa Tengah 2004
Kekayaan: Rp 1.821.983.277 (per 21 November 2002)
Lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia angkatan 1972 ini tengah menempuh program doktor ilmu hukum di Universitas Diponegoro. Kariernya di kepolisian dimulai dari Kepala Seksi Sabhara di Kepolisian Resor Pekanbaru pada 1973.Kekayaannya, menurut KPK, per 19 September 2002 Rp 1,82 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo