Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Buyung sang primadona

Sekilas tentang adnan buyung nasution. lbh dikecam sebagai telah berpolitik dan komersil. buyung ditawarkan sebagai penasihat menteri bidang bantuan hukum. (hk)

13 Juni 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA hal yang sekaligus mengejutkan Adnan Buyung Nasution. Pertama, berita tentang Ali Murtopo, Menteri Penerangan, yang mengecam LBH-nya sebagai telah berpolitik dan komersial. Kedua, surat Menteri Kehakiman Ali Said, yang katanya "mengangkat saya sebagai penasihat Menteri di bidang bantuan hukum." Kedua berita kaget tersebut sama-sama muncul akhir bulan lalu. LBH-Buyung Nasution seperti telah menjadi kata majemuk. Sejarah LBH memang dimulai ketika Buyung, orang Batak kelahiran Jakarta dan bergelar Raja Namorasution (45 tahun), berpikir tentang si miskin dan buta hukum yang memerlukan bantuan hukum menghadapi tuntutan di pengadilan. Buyung, pemegang The Inernational Legal Aid Award (1976), ketika itu sebagai jaksa di kota-kota kecil seperti Bekasi, Cikarang, Tanggerang. Di luar negeri, ketika ia mendapat kesempatan belajar di Australia, terbuka pikirannya mengapa rakyat miskin tak dapat memperoleh bantuan hukum secara percuma? Tapi apa yang bisa dilakukannya sebagai jaksa? Menteri Kehakiman, ketika itu Prof. Oemar Seno Adji, menyarankannya agar terlebih dulu berganti profesi - menjadi advokat. Tak cukup dengan itu saja. Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan Mochtar Lubis menambahkan sebuah syarat: Untuk memberi bantuan hukum secara cuma-cuma, katanya, si pembela harus mempunyai pendapatan yang cukup. Buyung melangkah: setelah keluar dari lingkungan kejaksaan (1968), ia mendirikan Kantor Advokat & Konsultan . Dalam setiap kunjungan ke luar negeri, ke Amerika, Jerman atau Belanda, disempatkannya mempelajari badan atau lembaga-lembaga bantuan hukum. Sehingga pada Kongres Peradin ke III, 1969, putra tertua wartawan kawakan dan bekas pemimpin LKBN Antara, Rachmat Nasution, tersebut, berani mengajukan gagasannya mendirikan LBH. Ternyata gol. Dan ia kontan diserahi untuk membentuknya. Untuk itu berbagai instansi dimintai restu. Dari Pemda DKI tak hanya restu yang diperolehnya. Gubernur Ali Sadikin (waktu itu) malah memberi subsidi Rp 300 ribu setiap bulan -- dengan catatan: tak keberatan bila sewaktu-waktu LBH harus membela rakyat menggugat DKI. Beberapa waktu setelah peresmian, Ali Murtopo, atas nama Golkar, juga menyumbang beberapa buah Vespa. Selamatan nasi tumpeng di sebuah rumah kontrakan di Jalan Ketapang 3 (Jakarta Barat) menyertai peresmian LBH. Setelah itu pencari keadilan berdatangan dan merepotkannya setiap hari hingga lewat tengah malam. Untung Kantor Advokat & Konsultannya bisa dijalankan para asisten. Hingga ia dapat sepenuhnya bekerja untuk LBH-nya. Termasuk berteriak-teriak "Bubarkan Kopkamtib . . . " atau "hapuskan UU Subversi." Hal itu, ditambah tuduhan ikut menggerakkan Peristiwa 15 Januari, menyebabkannya masuk tahanan selama 22 bulan sebagai "penjahat subversi" yang tak diadili. Belakangan Buyung mendirikan Yayasan LBH Indonesia bersama tokoh-tokoh seperti Ali Sadikin, Hoegeng Iman Santoso, Jakob Utama, dan lain-lain. Yayasan itu disetujui kongres Peradin baru-baru ini sebagai bagian dari Peradin yang hanya bertanggungjawab secara moral kepada kongres. Namun, kongres ternyata juga membebani beberapa persoalan. Misalnya: kongres melarang anggota Peradin menjadi anggota atau pengurus badan atau lembaga bantuan hukum selain LBH. Padahal nyatanya banyak advokat Peradin memberikan bantuan hukum prodeo di luar LBH. Namun begitu di medan kongres, penampilan Buyung yang telah beranak empat itu bak primadona. Hampir di setiap waktu senggang ia dikerumuni mahasiswi -- ada yang terus-menerus membuntutinya. Tapi, yang mengecamnya juga seorang wanita, Advokat Nurbany Yusuf yang mengundurkan diri dari Peradin sebelum pemecatan dibacakan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus