Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syekh Abdus Salam Panji Gumilang melenggang masuk kantor Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian. Dibalut baju safari kuning gading plus kopiah dan kacamata hitam, Selasa dua pekan lalu, dia memenuhi panggilan untuk pemeriksaan perkara pemalsuan dokumen pengurus Yayasan Pesantren Indonesia.
Di ruang pemeriksaan lantai dua, pemimpin Pondok Pesantren (Ma’had) Al-Zaytun itu sudah dinanti dua penyidik. Didampingi dua pengacara, Panji diperiksa 13 jam. Sesekali ia minta izin ke kamar kecil atau untuk salat. Ia juga beberapa kali minta pemeriksaan dihentikan karena mengaku letih. Kendati memeriksa belasan jam, toh penyidik tak bisa mengorek banyak keterangan. ”Syekh Panji memang lagi kurang sehat,” kata Ali Tanjung, pengacara Panji, pekan lalu.
Panji disodori sepuluh pertanyaan yang berkaitan dengan tuduhan bekas koleganya di yayasan pengelola Ma’had Al-Zaytun itu, Imam Supriyanto. Awal Mei lalu, Imam melaporkan Panji karena dianggap terlibat pemalsuan tanda tangannya dalam rapat pembina yayasan. Risalah rapat 2 Januari lalu itu menyebutkan Panji sebagai ketua pembina dan sepuluh anggota dewan pembina lain menerima pengunduran diri Imam dari yayasan. ”Padahal saya tidak pernah mengundurkan diri,” kata Imam.
Dugaan pemalsuan, menurut Imam, semakin jelas dalam notulen rapat untuk notaris. Di notulen itu ada tanda tangan Imam. Padahal Imam mengaku absen. Setelah diuji forensik, tanda tangan itu memang palsu. Tuduhan diarahkan ke Panji, kata Imam, karena notulen menyebutkan Panji yang mendapat kuasa membawa hasil rapat itu ke notaris.
Empat hari setelah pemeriksaan itu, penyidik menetapkan Panji dan anggota dewan pembina yayasan, Abdul Halim, sebagai tersangka. Menurut Kepala Penerangan Umum Mabes Polri Boy Rafli Amar, penetapan dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti dan memeriksa belasan saksi, termasuk pengurus yayasan. Seorang penyidik menyatakan peran Panji adalah menyuruh melakukan pemalsuan. Sedangkan Abdul Halim dijerat dengan sangkaan pemalsuan. Sejak pekan lalu, Panji juga dicegah untuk bepergian ke luar negeri.
Senin pekan lalu mestinya Panji menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, tapi ia tak datang. Menurut Ali, kliennya sakit lantaran kelelahan. Pemalsuan yang dituduhkan, kata Ali, sebenarnya tidak pernah ada. Menurut Ali, justru Imam sendiri yang menandatangani notulen itu melalui staf yayasan yang mendatanginya. Anak Panji, Imam Prawoto, juga menampik tuduhan Imam. Ia menyatakan akan melawan siapa pun yang menyerang Al-Zaytun dan ayahnya.
Penetapan Panji sebagai tersangka agaknya tak mengusik penghuni Pesantren Al-Zaytun. Kehidupan di pesantren yang terletak di Indramayu, Jawa Barat, itu tetap berlangsung seperti biasa. Kamis pekan lalu, misalnya, tatkala Tempo mendatangi pesantren seluas 1.200 hektare di Desa Haurgeulis itu, tampak antrean santri yang mengular hendak melakukan pendaftaran ulang. ”Kasus itu urusan penggede,” kata Heri, karyawan Al-Zaytun.
Berkas perkara enam anggota Negara Islam Indonesia (NII) itu tak ngendon lama di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Tak sampai dua pekan, sejak diterima pada 20 Juni lalu, kejaksaan mengembalikan keenam berkas itu ke penyidik di kepolisian Jawa Tengah. Dua belas jaksa peneliti perkara itu menilai tuduhan makar kepada para tersangka belum sepenuhnya didukung alat bukti. ”Ada kekurangan yang harus dilengkapi penyidik,” kata Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Sugeng Pudjianto kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Akhir Mei lalu, enam tersangka itu dicokok di rumah kontrakannya di Jalan Nusa Indah 3, kelurahan Genuk, Ungaran Barat, Semarang. Salah satunya Totok Dwi Harjanto alias Mizam Sidik, warga Banyumanik, Semarang, yang diduga Gubernur NII Komandemen Wilayah 2 Jawa Tengah. Sisanya pengurus NII wilayah itu, Nur Basuki, Supandi, Mujono Agus Salim, Sulamin, dan Mardiyanto.
Penangkapan itu disulut gonjang-ganjing isu NII. Sepanjang April lalu, di Malang dan Bogor, misalnya, marak laporan masyarakat yang kehilangan anggota keluarga karena direkrut menjadi anggota NII. Kepolisian menyatakan operasi ini juga sebagai pengembangan kasus makar 17 anggota NII di Jawa Barat pada 2008. Ketika membekuk komplotan Semarang itu, polisi juga menyita dokumen struktur organisasi NII dan tanda terima penyerahan uang dari Mizam Sidik ke Panji Gumilang.
Seorang jaksa perkara itu mengatakan penyidik belum tuntas mendalami bukti dokumen itu. Panji, misalnya, belum diperiksa untuk menguatkan fakta dokumen yang disita. Yang pasti, katanya, dari dokumen struktur organisasi, terlihat ada garis komando Komandemen Semarang dengan Panji. Dokumen aliran dana, menurut dia, juga menunjuk pentingnya kesaksian Panji. Dari dokumen itu, paling sedikit Mizam mengirim Rp 240 juta per bulan ke Panji. ”Kami minta penyidik memeriksa panji,” katanya.
Kepada Tempo, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Bambang Rudi Pratiknyo menegaskan, pihaknya akan memeriksa Panji. Panji, ujarnya, sudah dijadwalkan diperiksa sebagai saksi pada Senin dan Rabu pekan ini. Panggilan sudah dilayangkan pada Jumat pekan lalu. ”Keterangannya sangat penting,” kata Bambang.
Menurut Bambang, semua tersangka dalam perkara tuduhan makar itu menyebut keterlibatan Panji. Panji disebut mengarahkan paham-paham untuk perjuangan NII. Penyidik, kata Bambang, juga tengah melakukan kajian dokumen forensik dan audit keuangan NII dan Al-Zaytun guna mendeteksi dana yang dipakai untuk makar. ”Sudah kami pilah, mana uang yayasan, mana uang pergerakan.” Jika bukti keterlibatannya kuat, kata Bambang, tidak tertutup kemungkinan Panji menjadi tersangka.
Tak hanya di Semarang, Markas Besar Kepolisian juga tengah membidik Panji dengan tuduhan serupa. Salah satu pelurunya: laporan Imam Supriyanto, yang juga bekas Menteri Peningkatan Produksi Pangan NII. Menurut pengacara Imam, Kamal Singadirata, Imam menyertakan tuduhan makar ke Panji plus sejumlah dokumen pendukung, antara lain surat pengangkatan Menteri dan Gubernur NII dan Peraturan Pengganti Undang-Undang NII.
Seorang penyidik berbisik, pihaknya juga tengah membuka-buka kembali dokumen Operasi Kresna VII 2008. Operasi ini membuahkan vonis Pengadilan Negeri Bandung untuk 17 anggota NII KW 7 Jawa Barat. Dokumen setebal 56 halaman itu menyatakan Panji adalah imam Negara Islam Indonesia.
Pekan lalu, lima terpidana NII Jawa Barat itu diperiksa di Polda Jawa Barat untuk tuduhan makar atas Panji. Pengacara mereka, Sepranadja, membenarkan pemeriksaan itu. Polisi, kata Boy Rafli, tengah mengumpulkan alat bukti tuduhan makar untuk Panji.
Posisi Panji bisa disebut kini cukup rawan. Jika bukti keterlibatan dirinya dalam makar itu kuat—berbeda dengan dugaan kasus pemalsuan akta yayasan—bisa jadi kali ini ia bakal ditahan. Panji sendiri selama ini menolak dirinya dikaitkan dengan NII. Dalam wawancara dengan majalah ini pada April lalu, dia menegaskan dirinya bukan imam NII. ”Saya ini hanya pemimpin Pondok Pesantren Al-Zaytun,” kata bapak lima anak yang pada 30 Juli nanti genap 65 tahun ini.
Anton Aprianto, Riky Ferdianto, Ivansyah (Indramayu), Rofiudin (Semarang)
Dulu Seilmu, Kini Seteru
Diduga terlibat pemalsuan dokumen, Panji Gumilang harus berurusan dengan kepolisian. Ia diadukan Imam Supriyanto, bekas koleganya di yayasan yang mengelola Al-Zaytun.
1987
Imam Supriyanto menjadi anggota Negara Islam Indonesia
1988
Perkenalan Imam dengan Panji Gumilang. Panji saat itu, kata Imam, Staf NII Komandemen Wilayah 9.
1992
Abu Toto alias Panji Gumilang menjadi pemimpin NII KW 9.
25 Januari 1994
Yayasan Pondok Pesantren Indonesia didirikan. Pendirinya Iman Supriyanto dan Syarwani.
13 Agustus 1996
Pesantren Al-Zaytun di Indramayu dibuka. Pesantren ini unit usaha yayasan
Medio 1997
Imam Supriyanto menjadi Menteri Peningkatan Produksi NII KW 9.
27 Agustus 1999
Pesantren Al-Zaytun diresmikan Presiden B.J. Habibie.
Akhir 2003
Syarwani dipecat dari yayasan karena menyalahgunakan dana.
9 September 2005
Pengurus yayasan dirombak. Dari hanya pendiri, menjadi pembina, pengurus harian, dan pengawas.
9 September 2005
Panji Gumilang menjadi ketua pembina yayasan. Sedangkan Imam jadi anggota.
Medio 2007
Karena menganggap NII sesat, Imam keluar dari organisasi itu.
2008
Kepolisian menggelar operasi Kresna untuk menangkap anggota NII karena diduga makar dan melakukan cuci otak setelah merekrut kadernya.
2 Januari 2011
Rapat pembina yayasan menerima pengunduran diri Imam dari yayasan. Imam mengaku tak pernah mengundurkan diri.
21 Januari 2011
Rapat perubahan anggaran dasar yayasan mengesahkan penonaktifan Imam dan perubahan pengurus.
2 Februari 2011
Perubahan pengurus yayasan dilaporkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia oleh notaris Tommy Soerjakantjana.
April 2011
Banyak laporan kehilangan anak dan penipuan. Diduga direkrut menjadi kader NII.
4 Mei 2011
Imam melaporkan Panji atas tuduhan pemalsuan dokumen ke Bareskrim Polri.
15 Mei 2011
Imam melaporkan Panji dan NII dengan tuduhan Makar.
22 Mei 2011
Enam anggota NII Jawa Tengah ditangkap dengan tuduhan makar. Ada aliran dana ke Panji Gumilang. Perkara ini ditangani Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
28 Juni 2011
Panji Gumilang diperiksa polisi.
2 Juli 2011
Panji dan anggota Pembina Yayasan Abdul Halim menjadi tersangka pemalsuan dokumen
4 Juli 2011
Panji batal diperiksa karena sakit. Ia juga dicekal ke luar negeri.
Sumber : Kepolisan, Wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo