BEGITU tiba kembali di desanya, masih sambil duduk di mobil yang
dicarternya dari Metro, Abdullah Daud bersumbar: "Ini Daud
pulang, . . . semua tanah di desa ini mau saya jual, . . .
kumpulkan semua rakyat ! "
HAP Baru
Beberapa jam kemudian, sekitar pukul 2 pagi 19 November lalu,
berkumpullah ratusan penduduk Desa Gunung Mekar di Lampung
Tengah, memenuhi panggilan' kepala desa mereka. Mereka mengepung
rumah Abdullah Daud. Tak ada kesempatan bagi kepala desa
tersebut untuk menghindar.
Dengan berbagai senjata-tajam dan pentungan, rakyat mengganyang
Daud serta membakar rumah kediaman kepala desa yang malang itu.
Polisi baru tiba di tempat kerusuhan, menjelang siang. setelah
semuanya tak tertolong lagi Daud mati dan rumahnya dirusak.
Begitulah peristiwanya, seperti yang dituturkan kembali seorang
pejabat desa, Carik Ali Usman.
Kemarahan rakyat terhadap kepala desanya, menurut Ali Usman, tak
lain merupakan ungkapan balas dendam semata. Tingkah laku
Abdullah Daud, menurut Ali Usman, sejak lama sangat dibenci
warga desanya: suka memeras dan merampas hak penduduk. Tak
dikatakan apa-apa saja yang pernah diperbuat Daud hingga
menyakitkan hati banyak orang. Yang jelas di Desa Gunung Mekar
beredar cerita seram Daud dan kawan-kawannya membunuh sembilan
orang tak berdosa sekitar dua tahun lalu.
Cerita tuduhan demikian belum entu benar. Namun, 15 Oktober
lalu Kepolisian Lampung Tengah bersama pejabat instansi lain
menemukan dan membongkar lima buah kubur yang mencurigakan. Dari
situ diketemukan empat mayat dan sebuah skuter.
Hari itu juga polisi menangkap Daud. Sebab, seperti dikemukakan
Kepala KeJaksaan Negeri Lampung Tengah, Toni Suharto, penemuan
sejumlah kubur yang mencurigakan tersebut berkat petunjuk dan
laporan beberapa warga Gunung Mekar kepada pejabat pemerintah
daerah. Pokoknya, begitu kurang lebih laporan penduduk, Daud
terlibat pembunuhan.
Namun, seperti ternyata, tuduhan berat itu tak membuat Daud
harus berlama-lama berada di tahanan. Polisi, menurut Toni
Suharto, memberikan status penahanan kota kepada Daud
berdasarkan fasal-fasal Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang
baru. "Kan HAP belum berlaku," ujar Toni Suharto, "lucu bukan?"
Tapi keringanan yang diberikan polisi itulah yang kemudian
menyebabkan Daud celaka. Begitu keluar dari tempat tahanan, 10
November lalu, Daud tinggal di salah sebuah penginapan di Metro.
Pada kesempatan itu ia sempat bertemu Bupati Lampung Tengah dan
bersalam-salaman dengan beberapa pegawai kantor kabupaten.
Terakhir, 18 November, sebelum pulang ke desa ia mengundang
beberapa kawannya minum bir. Diiringi musik dari kaset yang
diputarnya keras-keras, ia berjoget.
Tak disangka, kembalinya si kepala desa tersebut disambut maut.
Kejadian tersebut, menurut Kepala Kejaksaan Negeri Lampung
Tengah, tak seharusnya terjadi "bila Daud tidak dilepaskan dari
tahanan." Bupati R. Sukirno mengakui bahwa ia dan salah seorang
keluarga Daud yang menjamin agar Kepala Desa Gunung Mekar
tersebut boleh keluar dari tahanan.
Toni Suharto membenarkan bahwa berkas perkara Daud telah
diterimanya dari polisi. Daud, yang memperoleh keringanan berada
di luar tahanan, menurut berkas sebenarnya merupakan terdakwa
perkara berat: dituduh melakukan pembunuhan berencanadan diancam
hukuman mati. Namun setelah diteliti, menurut Toni Suharto,
berkas dari polisi tersebut tak lengkap. Misalnya, kata Toni,
polisi tak menyebutkan denga jelas bukti dan saksi. Bahkan
fakta pembunuhannya sendiri tak terungkapkan.
Kejaksaan sebenarnya bermaksud mengembalikan berkas perkara
tersebut agar polisi melengkapinya. Tapi belum lagi berkas
diantar, Daud keburu cewas dikeroyok warga desa. Wakil Danwil
Kepolisian Lampung Tengah tak mau menjelaskan persoalan berkas
perkara yang tak lengkap dan sekitar "penahanan kota" Abdullah
Daud. Sedangkan Danwil, Letkol M. Ridwan, yang hingga minggu
lalu berada di luar kota, belum sempat memberikan keterangan
kepada TEMPO.
Beberapa keterangan yang bisa dikumpulkan menyatakan bahwa Daud,
48 tahun, menjabat Kepala Desa Gunung Mekar sejak 1974. Orang
kelahiran Labuhan Maringgai, Lampung Tengah, tersebut pernah
menjadi anggota Lasykar Rakyat pada zaman revolusi.
Almarhum sendiri adalah Kepala Pemhukaan Proyek Gunung Mekar,
yang sekarang telah menjadi sebuah desa di sebelah timur Metro,
ibukota Kabupaten Lampung Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini