Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memutuskan Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, melakukan pelanggaran etik berat yang konsekuensinya harus mundur dari jabatannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menjatuhkan sanksi berat kepada Terperiksa (Firli Bahuri) berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean saat membacakan putusan sidang etik, Rabu, 27 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, apa saja pelanggaran etik yang membuat Firli didesak mundur?
1. Pertemuan Firli dengan Syahrul Yasin Limpo (SYL)
Tumpak menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku, yaitu melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan SYL. Hubungan itu Firli lakukan saat perkara eks Mentan itu sedang ditangani oleh KPK.
Pelanggaran tersebut dilaporkan oleh Komite Mahasiswa Peduli Hukum pada awal Oktober lalu kepada Dewas KPK. Mereka menilai Firli melakukan pelanggaran kode etik karena bertemu dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai pihak yang terlibat dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian.
Laporan itu dilakukan setelah foto-foto pertemuan Firli dan politikus Partai NasDem itu beredar luas di media sosial. Belakangan, Firli disebut tak hanya bertemu dengan Syahrul, tetapi juga melakukan pemerasan.
2. Tidak melaporkan ke sesama pimpinan KPK soal pertemuannya dengan SYL
“Tak memberitahukan kepada sesama pimpinan mengenai pertemuan dan komunikasi dengan Syahrul Yasin Limpo yang telah dilaksanakannya, yang diduga menimbulkan benturan kepentingan, serta tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Tumpak.
3. Filri tidak melaporkan harta kekayaannya berupa valuta asing dan bangunan serta aset di LHKPN
Dewas KPK mengungkapkan beberapa aset Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri yang tak terdaftar di Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) tahun 2020, 2021, dan 2022.
“Terperiksa (Firli) tak melaporkan pembelian aset atas nama istri terperiksa, Sdri. Ardina Safitri,” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.
Syamsuddin mengatakan fakta-fakta itu diaminkan berdasarkan keterangan sejumlah saksi, seperti Direktur LHKPN KPK Isnaini, Kevin Egananta Joshua, Hendra, Gerardus Edwar Prandudi, Andre Tri Saputra, dan Abdul Haris.
“Barang bukti dokumen, bukti pembayaran maintenance fee dan utility fee unit ET2-2503 Essence Dharmawangsa Apartment periode April 2020-November 2023 dan Official Receipt,” katanya.