Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan menjalani pemeriksaan sebagai saksi di KPK pada Kamis, 14 September 2023. Dia diperiksa dalam dugaan kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada 2011-2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah menjalani pemeriksaan hampir 6 jam, Dahlan Iskan keluar dari gedung Merah Putih KPK pukul 15.26 WIB. Dahlan menerangkan pemeriksaan tersebut memakan waktu yang lama karena memeriksa dokumen lama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tadi lama karena baca dokumen-dokumen lama," ujar Dahlan.
Dia juga menerangkan bahwa dirinya hanya ditanyai oleh penyidik tentang apa yang diketahui soal pembelian gas cair di PT Pertamina.
Dahlan menjelaskan bahwa dirinya hanya sebagai Menteri BUMN dan tidak berada di jajaran petinggi perusahaan tersebut, sehingga tidak dapat menjawab seperti apa teknis pembelian LNG PT Pertamina tersebut.
"Saya kan bukan komisaris, bukan direksi. Itu kan masalah teknis perusahaan," jelas Dahlan Iskan.
KPK tetapkan 6 tersangka
Ketua KPK, Firli Bahuri menyatakan lembaga antirasuah sudah menaikkan kasus dugaan korupsi ini ke tahap penyidikan sejak Juni tahun lalu. Deputi Penindakan KPK saat itu, Karyoto, pada Desember tahun lalu menyatakan terdapat enam orang tersangka. Karyoto kini menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
KPK melakukan penelusuran terhadap kasus korupsi LNG PT Pertamina pada akhir 2021. Mereka mengambil alih kasus yang sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung tersebut.
KPK juga sempat mencekal empat orang dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan; pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina periode Februari 2017-Maret 2018, Yenny Andayani; mantan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyulianto; dan putra Karen, Dimas Muhammad Aulia, yang bekerja sebagai trader di PPT Energy Trading Co Ltd.
Kronologi singkat kasus
Kasus ini bermula dari temuan BPK dan lembaga audit asal Inggris, PricewaterhouseCooper. Mereka menilai pembelian LNG oleh Pertamina dari perusahaan asal Amerika Serikat, Corpus Christi, tidak memiliki analisis supply and demand yang valid. Kontrak pembelian itu ditandatangani pada periode 2013-2015.
Alhasil, Pertamina dinilai mengalami suplai LNG berlebihan dan harus menjualnya ke lantai bursa di bawah harga beli. Penjualan LNG itu dilakukan melalui PPT Energy Trading Co Ltd, anak perusahaan PPT Energy Trading Tokyo yang 50 persen sahamnya dimiliki Pertamina.
Dahlan Iskan sendiri merupakan Menteri BUMN periode 2011-2014. Dia dinilai mengetahui kebijakan pembelian LNG yang disebut merugikan Pertamina hingga ratusan miliar tersebut.
AKHMAD RIYADH | ANTARA