Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Divonis Hukuman Mati, AKP Andri Gustami Tawar Menawar Upah dengan Jaringan Narkotika Fredy Pratama

Saat menjadi Kasat Narkoba Polres Lampung Tengah, AKP Andri Gustami melakukan negosiasi upah untuk setiap pengiriman narkotika Fredy Pratama.

4 Maret 2024 | 10.55 WIB

AKP Andri Gustami. Foto: Istimewa
Perbesar
AKP Andri Gustami. Foto: Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadillan Negeri Tanjungkarang Bandarlampung, telah menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Andri Gustami, mantan Kepala Kepala Satuan Narkoba Polres Lampung Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Vonis hukuman mati dijatuhkan kepada mantan polisi berpangkat ajun komisaris polisi atau AKP itu, karena Andri yang seharusnya memberantas narkoba, malah terlibat dan jadi bagian dari jaringan narkoba Fredy Pratama, yang oleh sebagian orang disebut sebagai Escobar Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andre Gustami," kata Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan dalam amar putusannya seperti dilansir dari Antara, Kamis, 29 Februarai 2024.

Pertimbangan majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati karena terdakwa Andri Gustami sama sekali tidak mendukung program pemerintah dalam memusnahkan peredaran narkotika.

Sebagai polisi, ia juga dinilai telah melakukan penghianatan terhadap institusi Polri, melakukan pemanfaatan terhadap orang untuk menghasilkan uang, dan jumlah yang diloloskan sangat besar. "Hal yang meringankan sama sekali tidak ada yang meringankan," katanya.

Dalam dakwaan jaksa di persidangan terungkap bahwa AKP Andri Gustami melakukan negosiasi dengan jaringan narkotika Fredy Pratana. Tujuannya, untuk meminta jatah setiap kali ada pengiriman narkotika yang melintasi Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan.

Hal tersebut diungkapkan jaksa penuntut Eka S pada sidang perdana Andri Gustami di PN Tanjungkarang, di Bandarlampung, Lampung, Senin, 23 Oktober 2023

"Bahwa terdakwa berusaha menghubungi dan berkomunikasi dengan saksi Muhamma Rivaldo, alias Aldo alias KIF alias Tomy alias Fito alias Fandi alias Faldi alias Roy alias Zulkifli bin Yob Gianto Gozal dan seseorang dengan inisial BNB dengan maksud untuk meminta 'jatah' sebesar Rp15 juta per kilogram setiap kali ada pengiriman narkotika yang melintasi Pelabuhan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan," kata Eka.

Menanggapi permintaan Andri Gustami, menurut Jaksa, seseorang dengan insial BNB kemudian mencoba menawar dan menegosiasikan upah atau jatah yang diminta oleh terdakwa itu. Akhirnya disepakati jatah atau upah yang diterima AKP Andri Gustami adalah sebesar Rp8 juta per kilogram untuk setiap narkotika yang melintasi Pelabuhan Bakauheni.

Masih menurut dakwaan jaksa, setelah ada kesepakatan atau jatah sebesar Rp8 juta tersebut, terdakwa diarahkan BNB untuk berkomunikasi dengan Muhammad Rivaldo. Muhammad Rivaldo kemudian meminta terdakwa untuk menunggu informasi lebih lanjut jika ada pengiriman narkotika yang akan melintasi Pelabuhan Bakauheni.

Menurut jaksa, Gustami telah delapan kali mengawal narkotika yang dimiliki jaringan Pratama. Dari delapan kali pengawalan narkotika itu, Gustami berhasil meloloskan narkotika jenis sabu seberat 150 kg dan 2.000 pil ekstasi.

Maka atas perbuatannya itu, Andri Gustami dijerat pasal 114 ayat (2) juncto pasal 132 ayat (1) UU Nomor 35/2009 tentang narkotika, atau dijerat dengan pasal 137 huruf a juncto pasal 136 UU Nomor 35/2009 tentang Narkotika juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus