Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dua Tersangka Kasus Ferienjob Jadi Buron Interpol

Polisi berupaya memburu dua tersangka kasus TPPO berkedok magang mahasiswa di Jerman melalui penerbitan red notice.

10 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepolisian RI mengajukan penerbitan red notice kepada Interpol atas dua tersangka kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok magang mahasiswa ke Jerman, Amisulistiani alias Ami Ensch dan Enik Rutita alias Enik Waldkönig. Permohonan itu diajukan lantaran Ami Ensch, bos PT CV GEN; dan pendiri PT Sinar Harapan Bangsa atau SHB Agency, Enik Waldkönig, tak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Ami ataupun Enik sama-sama tinggal di Jerman. “Sesuai dengan prosedurnya memang lewat banyak mitra penegak hukum di Eropa dan Jerman,” kata Duta Besar Indonesia untuk Republik Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno, Ahad, 10 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti menyatakan red notice terhadap Ami dan Enik telah terbit. “Sudah terbit. Sedang dikomunikasikan dengan otoritas Jerman,” kata Krishna melalui pesan pendek pada Kamis, 6 Juni lalu. Namun, ketika Tempo mengecek di laman Interpol.go.id, status red notice Ami dan Enik belum muncul. Padahal Polri melalui Krishna telah mengajukan permohonan itu kepada Interpol pusat di Lyon, Prancis, sejak April 2024. “Untuk bisa dikeluarkan red notice, ada proses yang harus dilalui oleh negara peminta,” ujar Krishna ketika itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Red notice adalah permintaan kepada semua penegak hukum di dunia untuk menemukan dan menangkap sementara seseorang yang akan diekstradisi, diserahkan, atau dilakukan tindakan hukum serupa. Kebutuhan penerbitan red notice terhadap Ami dan Enik lantaran keduanya acap mangkir dari pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim dalam pengusutan kasus TPPO dengan modus magang mahasiswa ke Jerman melalui Ferienjob.

Tak cuma Ami dan Enik, polisi juga menetapkan tiga tersangka lain, yakni guru besar Universitas Jambi, Sihol Situngkir; serta dua akademikus Universitas Negeri Jakarta, AJ dan MZ. Total ada 1.047 mahasiswa yang diberangkatkan melalui program magang ilegal ini. Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp 600 juta. Kemudian Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar.

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan Interpol merupakan jaringan kerja sama kepolisian sedunia. “Sehingga ruang gerak pelaku menjadi sempit,” ujarnya.

Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan red notice diperlukan untuk tersangka yang sedang berada di luar negaranya. Setiap negara memiliki aturan hukum sendiri sehingga kepolisian negara asal tidak bisa sembarangan mengejar pelaku ketika berada di luar teritorial hukumnya. “Antar-polisi, bila ada buron yang lari ke luar negeri, akan diterbitkan red notice,” ujarnya.

Meski setiap kedutaan memiliki atase kepolisian, kata Hikmahanto, fungsi kepolisiannya tidak bisa dipakai di negara lain. “Atase kepolisian tidak bisa menjalankan kewenangan kepolisian mengingat mereka berada di negara lain yang memiliki kedaulatan,” ujarnya.

Setelah red notice terbit, menurut dia, Polri juga tidak bisa semena-mena mendatangi negara tujuan atau memaksa Interpol menangkap pelaku yang berada di luar negeri. “Tidak bisa apa-apa. Kalau mau, sewa detektif di negara pelaku berada. Kalau sudah ditemukan posisinya, baru nanti Polri sampaikan ke polisi setempat,” katanya.

Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nurharsono mengatakan kepolisian seharusnya bergerak cepat menuntaskan kasus ini. Sebab, ia yakin kasus tersebut sudah terang benderang memenuhi unsur pidana. “Masyarakat menunggu kepastian hukum terhadap kasus tersebut agar tidak terulang,” katanya.

Direktur Migrant Care Wahyu Susilo berharap kepolisian tidak hanya bergerak saat kasus ini sedang ramai dibicarakan. Ketika kasus mulai redup, ujar dia, penyidikan seolah-olah terhenti karena tidak ada progres. “Penyelesaian kasus ini memang butuh keseriusan kepolisian. Karena membuktikan kejahatan human trafficking ini tidaklah mudah,” kata Wahyu.

Kuasa hukum Enik, Husni Az-Zaki, mengatakan pihaknya belum mendapat surat pemberitahuan soal penetapan red notice oleh Interpol tersebut. Ia mengatakan sampai hari ini kliennya masih bebas melakukan aktivitasnya di Jerman. “Kami sampai saat ini belum terima suratnya. Sejauh ini masih beraktivitas,” kata Zaki saat dimintai konfirmasi oleh Tempo

Enik Rutita alias Enik Waldkoni Walkönig. Istimewa

Senada dengan Zaki, kuasa hukum Ami Ensch, Agus Amri, menyatakan kliennya juga belum menerima surat red notice. Agus menjelaskan, selama ini Ami tidak kabur, melainkan memang tinggal di Jerman. “Selama ini polisi juga tahu klien kami bebas ke mana-mana di Jerman, kok,” katanya. Menurut dia, surat panggilan terhadap Ami dikirim ke alamat rumah di Sulawesi Tenggara. Namun penyidik juga mengirim surat panggilan pemeriksaan melalui WhatsApp. “Beliau sudah menyampaikan ke penyidik bahwa tidak bisa ke Indonesia karena punya bayi yang masih menyusu,” ujarnya.

Karena itu, Agus menganggap aneh lantaran Polri tiba-tiba menyematkan kliennya ke dalam daftar pencarian orang (DPO) dan kini masuk red notice. “Sudah kayak bandit kelas internasional yang harus diburu oleh Interpol seluruh dunia,” kata Agus.

Saat dimintai konfirmasi mengenai status red notice dan proses penyidikan kasus TPPO ini, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Djuhandani ataupun Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Sandi Nugroho tak merespons.

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ADVIST KHOIRUNIKMAH

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus