Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua KPK Firli Bahuri diduga sejak awal sudah mengatur berbagai upaya untuk menyingkirkan pegawai lembaganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan hasil penelusuran Tempo bersama tim Indonesialeaks, upaya menyingkirkan pegawai KPK itu dimulai dengan penyusupan klausul tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam Peraturan KPK tentang Pengalihan Status Pegawai KPK Menjadi ASN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Ahad, 6 Juni 2021, Cerita menyusupkan pasal tentang tes wawasan kebangsaan ini dibeberkan lebih dari sepuluh pegawai dan pejabat di KPK. Mereka menceritakan, Sekretariat Jenderal KPK sesungguhnya sudah membentuk tim perumus peraturan komisi soal alih status. Tim ini mulai bekerja sejak Agustus tahun lalu. Mereka berdiskusi dengan berbagai pakar, lalu merumuskan rancangan peraturan soal alih status pegawai.
Tim perumus berkali-kali membuat draf, hingga ada 41 rancangan. Namun tim tak pernah mencantumkan pasal tentang tes wawasan kebangsaan dalam semua draf tersebut.
Ide mengenai tes wawasan kebangsaan ini berasal dari Firli Bahuri pada saat rapat pimpinan KPK pada 5 Januari lalu. Ketika itu, Firli bersama empat Wakil Ketua KPK--Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango--duduk melingkari meja berbentuk U di lantai 15 gedung KPK. Sekretaris Jenderal Cahya Harefa, Kepala Biro Hukum Ahmad Burhanuddin, serta beberapa pejabat struktural ikut hadir.
Firli mengatakan tes wawasan kebangsaan dibutuhkan untuk memastikan pegawainya setia kepada Pancasila dan UUD. Usul Filri ini sempat ditentang oleh Alexander Marwata. Alexander menyarankan agar kesetiaan terhadap Pancasila dan UUD cukup dibuktikan dengan surat pernyataan tertulis, yang serupa seleksi calon pemimpin KPK pada 2019.
Peserta rapat lainnya menjelaskan bahwa tes wawasan kebangsaan tidak diperlukan karena KPK hanya mengikuti proses alih status pegawai, bukan perekrutan aparat sipil negara. Namun, kata sumber Tempo, Firli berkukuh memasukkan pasal tentang tes wawasan kebangsaan ini.
Firli beralasan bahwa tes wawasan kebangsaan dibutuhkan karena banyak pegawainya masuk kategori Taliban. “Ia bilang, 'Kalian lupa? Di sini dulu banyak Taliban',” kata sumber Indonesialeaks menirukan ucapan Firli.
Firli Bahuri juga tak menggubris pertanyaan tim Indonesialeaks mengenai urusan tersebut ketika dicegat di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis lalu. Ia hanya mengatakan seluruh pegawai lembaganya memiliki hak yang sama dalam mengikuti tes wawasan kebangsaan. “Yang pasti pimpinan KPK dan seluruh pegawai KPK memiliki hak yang sama untuk mengikuti seleksi tes wawasan kebangsaan. Hasilnya seperti itu,” katanya.
*Liputan ini merupakan kolaborasi konsorsium Indonesialeaks. Yaitu Jaring.id, Tirto.id, Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo.co, The Gecko Project, KBR, Suara.com, Independen.id.