Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan menggunakan sistem pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik dalam kasus Zarof Ricar, eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung yang diduga jadi makelar perkara kasasi Ronald Tannur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, Zarof Ricar memiliki kesempatan untuk membuktikan asal usul uang ratusan miliar rupiah dan emas puluhan kilogram yang ditemukan di rumahnya sebagai pembelaan terhadap dugaan suap atau gratifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Misalnya nanti kita bawa ini ke persidangan bahwa ditemukan uang sebanyak Rp 920 miliar kurang lebih dan 51 kilogram emas, ini akan kami tanya,” ucap Harli kepada Tempo ketika ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin, 28 Oktober 2024.
Menurut pengakuan Zarof, uang hampir Rp 1 triliun itu merupakan hasil pengurusan perkara di MA selama 10 tahun, yakni dari 2012 hingga 2022. Harli pun mempersilakan Zarof untuk memberikan pembuktian berupa rincian sumber uang tersebut. “Kalau enggak bisa dia buktikan, berarti uang itu benar uang gratifikasi,” katanya.
Harli mengatakan, tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian dalam hukum acara pidana yang berlaku umum. Pembuktian sepenuhnya merupakan kewajiban dari penuntut umum. Sementara dalam asas pembuktian terbalik ini, tersangka atau terdakwa harus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Jika tak dapat membuktikan, maka dia dianggap bersalah.
Harli menjelaskan bahwa dalam hukum formal, beban pembuktian gratifikasi dengan nilai di atas Rp 10 juta berada pada terdakwa. “Kalau di bawah Rp 10 juta, beban pembuktian ada di jaksa penuntut umum,” tuturnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan dari hasil penggeledahan rumah Zarof di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, penyidik menyita uang SG$ 74.494.427, US$ 1.897.362, EUR 71.200, HK$ 483.320, dan Rp 5.725.075.000. “Jika dikonversikan ke rupiah totalnya Rp 920.912.303.714 (Rp 920,91 miliar),” kata Qohar.
Selain uang tunai, penyidik juga menyita 498 kepingan logam mulia berupa emas seberat 100 gram, empat keping logam mulia emas seberat 50 gram, dan satu keping logam mulia emas sebesar 1 kilogram dari rumah Zarof, sehingga total seluruhnya kurang lebih 51 kilogram.
Qohar mengatakan, Kejagung masih melakukan penyelidikan soal peran Zarof yang diduga kerap menjadi makelar kasus di Mahkamah Agung. “Kami akan lihat seperti apa nanti hasil pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti yang lain,” kata Qohar. “Yang pasti siapapun yang terlibat dalam perkara ini pasti akan kami mintai pertanggungjawaban.”
Kejagung telah menetapkan Zarof sebagai tersangka permufakatan jahat bersama Lisa Rahmat dalam penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur. Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA itu terlibat praktik lancung untuk penanganan perkara kasasi anak eks anggota DPR Edward Tannur itu di Mahkamah Agung.
Zarof Ricar diminta oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, untuk melobi hakim agung yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur supaya putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya, yang memvonis bebas Ronald dari dakwaan pembunuhan dan penganiayaan yang mengakibatkan kematian Dini Sera.
Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Cerita Ipda Rudy Soik Soal Jebakan di Balik Tudingan Perselingkuhan dengan Polwan