Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Yudi Purnomo Harahap menanggapi ditangkap dan ditetapkannya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar terkait kasus rasuah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Yudi, penetapan status tersangka terhadap dua mantan pejabat publik ini justru menjadi gerbang untuk mengungkapkan adanya potensi keterlibatan pihak-pihak lainnya. Tom Lembong, kata dia, harus jadi justice collaborator sangkaan kasus impor gula. Sedangkan Zarof Ricar adalah kunci dari kontak pandora mafia peradilan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sudah jadi tersangka, Yudi sebut Tom Lembong harus berani membongkar Mafia Impor
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan penetapan tersangka terhadap Tom Lembong buntut diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004. Dalam beleid ini, yang diperbolehkan impor Gula Kristal Putih (GKP) adalah perusahaan BUMN.
Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan oleh Tom Lembong pada 2015, impor tersebut dilakukan oleh pihak swasta, PT AP. Impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
Atas sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung. Negara disebut merugi senilai kurang lebih Rp400 miliar.
Yudi menanggapi serius penetapan tersangka dan penahanan Tom Lembong oleh Kejagung dalam kasus impor gula. Tom Lembong, kata dia, harus jadi justice collaborator. Menurut Yudi, diusutnya perkara 9 tahun lalu itu berpeluang membongkar dugaan adanya mafia impor gula yang telah menggurita.
“Dengan kasus yang sudah berlangsung lama tersebut yaitu sekitar tahun 2015 atau sekitar 9 tahun lalu tentu menjadikan kasus korupsi impor gula dalam hal ini bisa jadi telah menggurita bahkan menjadi mafia,” kata Yudi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 31 Oktober 2024.
Lebih lanjut, dengan dugaan perbuatan Tom Lembong yang dirilis oleh Kejagung terkait mengijinkan impor gula padahal stock surplus serta ada sekitar 8 perusahaan yang mengimpor saat itu sehingga negara dirugikan sebesar 400 milyar rupiah, maka kasus ini harus diusut tuntas.
Menurut mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini, Tom Lembong seharusnya punya pengetahuan terkait proses mengeluarkan izin impor gula. Sebab, kata dia, sebagai Mendag, dia tentu profesional dan paham proses kepatuhan SOP sebelum mengambil keputusan. Sehingga ketika berani mengeluarkan kebijakan, dia tahu siapa saja yang terlibat.
“Tom Lembong diharap mau buka bukaan bukan sekedar hanya membuktikan dia tidak bersalah tetapi juga mau membongkar siapa saja mafia impor terutama gula yang bermain selama ini sehingga menyeretnya menjadi tersangka,” kata Yudi.
Aktivis antikorupsi ini mengatakan, Kejagung harus mengembangkan perkara impor gula ini. Kata dia, bukan sekedar puas dengan penetapan dua tersangka, namun harus tuntas dengan diberantasnya mafia impor termasuk apakah kebijakan impor impor gula oleh menteri menteri berikutnya sesuai prosedur atau tidak, yang berpotensi pidana juga.
“Dengan diberantasnya Mafia Impor tentu masyarakat akan mendapatkan harga gula yang layak serta penerimaan negara tidak bocor,” katanya.
Yudi sebut jika Zarof Ricar bernyanyi, akan banyak orang masuk penjara
Mantan pejabat MA yang juga Eks Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil), Zarof Ricar, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur setelah ditangkap oleh Kejagung pada Kamis malam, 24 Oktober 2024 di Bali.
Zarof menjadi perantara antara pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan hakim yang menangani kasasi kasus tersebut. Pengacara Ronald Tannur menjanjikan uang senilai Rp 5 miliar untuk hakim sementara Zarof mendapat bayaran Rp 1 miliar. Pada Juli lalu, Ronald Tannur diputus bebas vonis oleh PN Surabaya kendati terbukti membunuh kekasihnya, Dini Sera Afrianti.
Menurut Abdul Qohar, Zarof mengaku sudah menjadi makelar kasus di lingkungan MA sejak 2012 hingga 2022. Kejagung menemukan uang dalam berbagai valuta asing saat menggeledah sejumlah kediaman Zarof Ricar. Total perkiraan nilainya mencapai lebih dari Rp 920 miliar.
Bagi Yudi, Zarof Richar adalah kunci dari kontak pandora mafia peradilan di Indonesia. Menurutnya, temuan uang tunai hampir 1 triliun rupiah dan emas 51 kilogram tidak masuk akal jika hanya terjadi dalam beberapa kasus dan segelintir orang yang terlibat. Apalagi, kata Yudi, tindakan makelar tersebut terjadi dalam kurun waktu yang panjang.
“Jika ia ‘bernyanyi’ maka akan banyak orang masuk penjara,” katanya dalam siaran pers tersurat yang diterima Tempo Kamis malam.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK ini pun berharap kejaksaan mampu mengungkapnya setuntas-tuntasnya siapapun pelaku serta kasus-kasus yang melibatkan mafia peradilan ini. Hal ini penting untuk bersih bersih sistem peradilan agar mampu menegakkan hukum dan kebenaran dengan seadil adilnya dan bersih.
Lebih lanjut, Yudi yang berpengalaman dalam menangani kasus korupsi diperadilan ini mengatakan, terbongkarnya kasus peradilan sampai tuntas tentu bisa terjadi jika Zarof Ricar mau membuka mulut dan berbicara sebenarnya. Menurutnya, bukti paling kongkret kasus mafia peradilan adalah kesaksian.
“Sebab mafia peradilan bermain sunyi, senyap, dan tertutup untuk meminimalisasi jejak. Sehingga biasanya tersangka akan pasang badan dengan tutup mulut dan menolak tawaran menjadi justice collabolator,” katanya.
Yudi juga berharap agar Ketua MA Sunarto menjadikan momentum ini untuk membersihkan MA maupun peradilan di bawahnya agar terhindar dari mafia peradilan. Kata dia, tentu mafia peradilan akan selalu ada karena ada pihak yang salah ingin menang atau ingin bebas atau ingin
“Namun jika integritas hakim bagus maka akan tahan godaan menerima suap dan melakukan korupsi. Apalagi pemerintah pun telah menerima aspirasi hakim dan menaikkan gajinya,” katanya
HENDRIK KHOIRUL MUHID | RADEN PUTRI | RACHEL FARAHDIBA REGAR | DINDA SHABRINA