Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Eksaminasi untuk Menjawab Keraguan terhadap Polisi

Kejanggalan-kejanggalan seputar kasus Vina Cirebon belum sepenuhnya terjawab. Polri didorong melakukan eksaminasi. 

21 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kasus Vina Cirebon masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

  • Kontroversi tetap muncul meski polisi berupaya keras menjawab keraguan masyarakat.

  • Polri perlu melakukan eksaminasi agar penanganan kasus Vina Cirebon menjadi terang-benderang.

KASUS Vina Cirebon masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Kejanggalan-kejanggalan seputar kematian Muhammad Rizky Rudiana alias Eky dan Vina Dewi Arsita belum sepenuhnya terjawab. Kontroversi tetap muncul meski polisi berupaya keras menjawab keraguan masyarakat.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesungguhan polisi itu paling tidak ditunjukkan dalam merampungkan berkas perkara Pegi Setiawan alias Perong yang diyakini menjadi tersangka utama dalam kematian Eky dan Vina. Penyidik telah menyerahkan berkas perkara Pegi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. “Sejauh ini penyidik telah memeriksa 68 saksi dan meminta bantuan beberapa ahli,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Jules Abraham Abast, Kamis, 20 Juni 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jules mengatakan puluhan saksi itu telah diperiksa, dari dimintai keterangan hingga menjalani tes psikologi forensik. Jules mengklaim semua tahapan dilalui penyidik secara transparan dan penuh kehati-hatian. “Karena ini masih berproses, jadi teman-teman mohon bersabar. Kami akan berusaha mengungkap peristiwa ini secara terang-benderang,” katanya seperti dikutip dari Antara. 

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai upaya yang dilakukan polisi itu belum menjawab kejanggalan kasus ini. Misalnya tentang penyebab kematian korban. Berdasarkan hasil visum, Eky dan Vina disebut meninggal secara tidak wajar. Kematian tidak wajar ini tak serta-merta bisa disimpulkan sebagai pembunuhan. 

Karena itu, kata Reza, guna menjawab kejanggalan-kejanggalan tersebut, sebaiknya kepolisian melakukan eksaminasi. Tujuannya adalah menguji metode kepolisian dalam mengungkap kasus tersebut. “Melakukan eksaminasi ke titik hulu adalah kunci terurainya misteri ini,” tuturnya, Kamis, 20 Juni 2024.

Polisi menyusun sejumlah dokumen barang bukti tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon saat konferensi pers di Polda Jawa Barat di Bandung, 26 Mei 2024. TEMPO/Prima mulia

Kepolisian selama ini mengklaim telah menggunakan pendekatan saintifik untuk mengungkap kematian Eky dan Vina. Dengan eksaminasi, kata Reza, klaim itu bisa diuji. Seandainya tidak terbukti, hasil eksaminasi itu bisa dianggap menjadi temuan baru. Temuan ini tentu dapat digunakan oleh terpidana pembunuh Eky dan Vina untuk mengajukan peninjauan kembali.

"Memang muncul paradoks bahwa, lewat eksaminasi, Polri justru membuka peluang bagi terbebasnya para terpidana yang dulunya dijebloskan ke penjara oleh Polri," kata Reza. “Jikapun (temuan itu) menjadi novum bagi terpidana untuk mengajukan PK, tidak ada pihak yang dipermalukan.”

Selain itu, kata Reza, langkah kedua yang bisa dilakukan kepolisian adalah mengecek, menakar, dan menguji tingkat integritas penyidik yang menangani kasus ini. Baik saat perisitiwa terjadi pada 2016 maupun penyidikan yang dilakukan pada 2024. “Saya menantikan, apa temuan Propam (Divisi Profesi dan Pengamanan Polri) setelah memeriksa penyidik,” ujarnya.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan eksaminasi diperlukan untuk menemukan fakta yang benar dalam kasus Vina Cirebon. Dengan begitu, hasil eksaminasi dapat meluruskan kesimpangsiuran informasi yang saat ini beredar di masyarakat. “Dan tentunya tidak membatalkan proses hukum yang sudah terjadi, yakni putusan pengadilan,” ucapnya.

Bambang sependapat dengan Reza tentang perlunya audit investigasi di lingkup internal Polri, terutama dalam penerapan prosedur operasi standar untuk mengungkap kematian Eky dan Vina. Dengan audit itu akan terlihat bagaimana penyidik menjalankan prosedur yang ditetapkan. “Apakah penyelidikan sudah dilakukan secara benar atau menggunakan cara-cara di luar SOP, seperti intimidasi dan kekerasan, kepada para tersangka ataupun saksi yang kemudian berujung pada pencabutan BAP,” katanya.

Bambang berharap kepolisian tidak defensif terhadap kritik yang menyoroti penanganan kasus Vina Cirebon. Justru dari kritik itulah kepolisian bisa memilah antara kepentingan personal, organisasi, dan penegakan hukum. “Penegakan hukum yang profesional tentu harus bisa berjarak dengan kepentingan-kepentingan individu ataupun kelompok,” ujarnya.

Dalam buku Panduan Eksaminasi Publik yang diterbitkan Indonesia Corruption Watch, esensi eksaminasi adalah menguji atau menilai putusan hakim dan/atau dakwaan jaksa. Hal yang dinilai dan diuji, antara lain, adalah pertimbangan hukum yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum, prosedur hukum acara, dan putusan/dakwaan yang menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakkir, mengatakan eksaminasi dilakukan oleh tim eksaminator yang ditunjuk. Tujuannya adalah menguji metode, analisis, dan kesimpulan suatu produk hukum. “Melalui eksaminasi akan diketahui kelemahannya atau kekurangannya dalam menerapkan hukum pidana materiil atau hukum pidana formil,” katanya.

Mudzakkir mengatakan penerapan hukum yang tidak benar akan diketahui melalui eksaminasi itu. Sebab, pertimbangan putusan pengadilan akan dibaca serta dianalisis oleh eksaminator dan dipublikasikan. “Sehingga akan diketahui siapa pelaku dan motif yang sebenarnya sekaligus pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum dan hakim dalam memproses dan mengadili perkara pidana."

Suasana saat polisi menggeledah kediaman Pegi Setiawan. Detik.com/Devteo Mahardika

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan eksaminasi sebetulnya bisa dilakukan oleh kejaksaan ataupun pengadilan. Jika dilakukan di pengadilan, hasil eksaminasi dapat menjadi rujukan untuk putusan hakim. Sedangkan di kejaksaan, eksaminasi bisa dilakukan agar kepolisian menyelidiki ulang kasus yang ditangani. “Kejaksaan sebagai dominus litis (pengendali perkara). Jadi perlu dicek. Kalau dirasa kasus ini sangat aneh atau penuh kejanggalan, kejaksaan bisa mengembalikan berkasnya ke kepolisian,” katanya.

Isnur mengatakan kejaksaan harus menjadi lembaga yang sensitif dalam setiap perkara, termasuk kasus pembunuhan Vina dan Eky. Apalagi belakangan muncul sengkarut yang menyelimuti perkara ini. “Misalnya, Pegi kemarin mengaku dia tidak membunuh. Kejaksaan perlu mengawasi secara kuat dakwaan sebagaimana yang dituntut,” Isnur menambahkan.

Menurut Isnur, YLBHI sering menangani kasus dugaan kepolisian salah tangkap hingga penyiksaan terhadap tersangka. Karena itu, dia tidak terlalu heran bahwa dugaan serupa muncul dalam kasus Vina Cirebon. "Jadi, perlu dibongkar semua, bagaimana proses penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dalam kasus ini."

Isnur mengatakan, kalaupun eksaminasi dilakukan setelah kasus berjalan dan telanjur dilimpahkan, hasil eksaminasi itu bisa menjadi bahan argumentasi tambahan ketika pleidoi ataupun eksepsi atau bahkan berbentuk surat kepada pengadilan agar hakim menjadikannya sebagai fakta persidangan.

Namun Mudzakkir mengatakan hasil eksaminasi tidak mengikat secara hukum. Produk eksaminasi hanya sebatas imbauan secara moral karena lembaga eksaminator belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Hasil eksaminasi tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum,” katanya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus