Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - RUKO empat lantai di Jalan Gajah Mada Nomor 49, Pontianak, Kalimantan Barat itu nampak anyar. Cat putihnya masih bersih Di depannya, ada papan iklan setinggi dua meter yang menunjukan bangunan ini adalah tempat jual beli sepeda motor bekas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat Tempo menyambangi ruko tersebut pada akhir Agustus 2020, toko sepeda motor bekas ini belum buka. Beberapa tukang parkir yang kami temui menyebut bangunan itu baru saja dipugar. “Dulunya bangunan lama tak ditempati,” kata salah seorang tukang parkir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo mereportase ruko itu lantaran sedang mencari PT Tujuan Utama yang namanya tercatat dalam bocoran dokumen Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), lembaga intelijen finansial di bawah Departemen Keuangan Amerika Serikat. Beberapa tukang parkir dan pedagang yang ada di lokasi mengaku tak pernah mendengar Tujuan Utama.
Aleng (50) Pemilik showroom di Jalan Gajahmada no 49, terkejut alamatnya digunakan sebagai alamat milik PT Tujuan Utama. "Saya tidak pernah dengar nama perusahaan ini. Gedung ini milik saya sendiri," katanya.
Aleng menyatakan gedung tersebut sudah menjadi miliknya sejak beberapa tahun belakangan ini. Dibeli untuk perluasan usaha sejenis. "Usaha utama saya di Jalan Diponegoro," katanya.
Dia mengatakan sebenarnya ada tiga bangunan dengan nomor yang sama di bilangan jalan Gajahmada. Dia tak tahu mengapa penomoran menjadi terduplikasi. "Sudah sejak dulu. Bahkan kalau bisa saja mau ganti nomor. Nomornya tidak bagus. Cuma tidak bisa," tambahnya.
Aleng juga mengaku tidak mengenal Dicson, sebagai pemilik perusahaan. Nama tempat usahanya mendadak jadi bahan pembicaraan setelah muncul di Tempo.
Dia pun mengaku, hanya bergelut di bidang jual beli kendaraan. Tidak pernah menggeluti bidang lain, apalagi jual beli emas. Sebelum dibeli Aleng, bangunan tersebut merupakan toko jual beli handphone.
Dalam FinCEN Files, ada 2.100 laporan transaksi mencurigakan yang masuk ke U.S. Department of Treasury’s Financial Crimes Enforcement Network sejak 1999 hingga 2017. Nilai keseluruhan transaksi ini lebih dari US$ 2 triliun.
Tempo yang termasuk dalam International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), terlibat dalam investigasi kolaborasi ini. Ada 400 wartawan dari 110 media ikut proyek bersama ini. Para jurnalis dari 88 negara ini menelusuri transaksi mencurigakan dari dokumen FinCEN yang ada di wilayah masing=masing.
Di Indonesia, pada periode 1 hingga 31 Oktober 2014, FinCEN menemukan adanya 114 transaksi mencurigakan dengan nilai US$ 105,1 juta atau sekitar Rp 1,47 triliun. Transaksi ini terjadi melalui Bank Mandiri lewat sejumlah bank asing seperti the Bank of New York Mellon, Deutsche Bank Trust Company Americas, dan DBS Bank di Singapura.
FinCEN mengkategorikan transaksi-transaksi ini janggal karena sumber dananya mencurigakan dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak bisa diidentifikasi. Meskipun, dokumen ini juga menyebutkan, kejanggalan ini tidak selalu terkait dengan tindak pidana.
Dari salah satu berkas laporan transaksi ini, ada nama PT Tujuan Utama yang ditengarai memiliki transaksi mencurigakan dengan Metalor Technologies Ltd.
Transaksi mencurigakan ini terpantau setelah Deutsche Bank Trust Company Americas, menemukan ada pergerakan keuangan yang janggal dalam jumlah besar antara Metalor dengan Tujuan Utama. Transaksi ini tercatat pada 14 Mei 2011, 7 Juli 2014, 6 November 2014, dan 26 Januari 2015.
Laporan FinCEN menyebut ada beberapa alasan kenapa transaksi Metalor mencurigakan. Pertama, mereka menyebut Metalor USA Refining Corp, yang masih satu perusahaan dengan Metalor di Hong Kong, pernah mengaku bersalah dalam operasi pencucian uang oleh kartel narkoba dari Amerika Selatan pada 2014.
Kemudian, Deutsche Bank tidak dapat mengkonfirmasi tujuan transaksi tersebut. Berikutnya, alamat PT Tujuan Utama tak kelas karena tak ada dalam detail transaksi. Selain itu, FinCEN juga menyebut lini bisnis perusahaan Tujuan Utama tidak jelas.
Selain itu, Deutsche Bank juga menemukan ada 20 transaksi mencurigakan kepada Tujuan Utama sebesar US$ 124,155 juta dari 7 Januari 2015 sampai 9 Februari 2015. Dokumen FinCEN menyebutkan Deutsche Bank mencurigai beberapa transfer tersebut karena Metalor tak menuliskan detail tujuan transaksi tersebut. Apalagi, masih dalam dokumen itu, Metalor tak pernah berbisnis dengan Tujuan Utama sebelum periode tersebut.
Metalor Technologies baru berurusan bisnis dengan Tujuan Utama pada 2016. Dalam salinan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1734 K/Pid.Sus/2017, Pengadilan pernah menghukum Tujuan Utama denda Rp 500 juta karena memalsukan dokumen importasi emas ke Metalor di Hong Kong.
Perkara ini bermula ketika Tujuan Utama bekerja sama untuk mengolah emas batangan menjadi perhiasan dengan Xin Zhong Cheng PTE. Ltd di Hong Kong pada 13 Februari 2015. Perhiasan ini nantinya akan kembali di ekspor ke Xin Zhong. Namun, Tujuan Utama tak mengejerkan sendiri. Ia menyerahkannya kepada PT Loco Montrado.
Pada Januari 2016, salah satu pegawai Loco Montrado menghubungi pegawai di Tujuan Utama. Dalam percakapan ini, pegawai Loco Montrado menyebut ada sisa bahan baku perhiasan seberat 218.039,36 gram. Kemudian, Tujuan Utama memberitahu Xin Zhong soal sisa bahan baku perhiasan yang belum diolah ini.
Dalam komunikasi antara dua perusahaan ini, Xin Zhong meminta Tujuan Utama mengembalikan emas batangan yang belum terpakai itu ke Metalor Technologies sebelum 26 Januari 2016. Tujuan Utama menyanggupi permintaan ini. Perusahaan ini kemudian menggelar rapat bersama perwakilan Loco Montrado di Pontianak untuk membahas pengembalian tersebut.
Saat rapat itu, perwakilan Loco Montrado sudah membawa dua lembar surat packing list dan commercial invoice. Kemudian, Direktur Utama Tujuan Utama Discon Lisdyanto meneken kedua dokumen tersebut. Setelah rapat itu, PT Loco Montrado mengirimkan sisa emas tersebut ke kantor operasional PT Tujuan Utama di Ruko Kencana, Pluit, Jakarta Utara pada 21 Januari 2016.
Setelah sisa emas tersebut sampai, Tujuan Utama menghubungi Xin Zhong untuk memberitahu rencana pengembalian. Mereka membuat surat packing list tertanggal 21 Januari 2016. Dalam surat itu, Tujuan Utama memberi tahu bahwa isi barang yang akan mereka kirim kepada Metalor di Hong Kong berupa scrap jewelry. Kemudian, Tujuan Utama menghubungi perusahaan pengiriman untuk mengekspor barang tersebut ke Metalor.
Dalam perjalanannya, Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara, memperoleh informasi bahwa ada ketidaksesuaian antara dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan fisik barang. Bea Cukai lalu menahan kontainer milik Tujuan Utama untuk menguji petik beberapa peti yang berisi emas.
Dari hasil pemeriksaan ini, Bea Cukai menyimpulkan Tujuan Utama memalsukan dokumen PEB. Dalam dokumen Tujuan Utama menulis akan mengekspor scrap jewelry, namun Bea Cukai menyimpulkan bahwa barang yang mereka kirim adalah emas batangan dan pilinan. Kepabeanan menyebut Tujuan Utama berusaha mengakali dokumen agar tidak kena bea impor emas.
Tempo sempat mendatangi kantor operasional Tujuan Utama di Pluit namun nihil. Tak ada perusahaan ini dari alamat yang ada di dokumen Mahkamah Agung. Alih-alih yang adalah restoran makanan jepang. Seorang petugas keamanan restoran memastikan, bahwa tempat makan itu bernomor 128 A dan 128 B. Dia mengatakan tak ada perusahaan bernama PT Tujuan Utama di lokasi tersebut.
Dua ruko yang berada di sebelah restoran memiliki nomor 128 C. Di masing-masing ruko dua lantai itu tertulis plang iklan penyewaan ruko dan satu lagi memiliki plang bertuliskan Maxxima Service Center.
Discon selaku Direktur Tujuan Utama juga tak banyak berkomentar. Dimintai konfirmasi di rumahnya yang ada di Gang Palem, Pontianak, Discon mengatakan baru selesai operasi lipoma. “Belum ada tiga jam keluar dari rumah sakit,” kata Discon awal September lalu. Tempo pun sempat dua kali lagi mendatangi pria ini, namun ia tetap bungkam.
Namun, Discon mengakui memimpin perusahaan itu. Tapi ia mengaku lupa transaksi di periode Januari - Februari. "Saya baru menjabat," katanya.
Tak hanya Tujuan Utama, dokumen FinCEN juga mencatat transaksi mencurigakan antara Metalor dengan perusahaan bernama PT Bhumi Satu Resources. Ada 14 transaksi mencurigakan sepanjang 5 Januari 2015 sampai 29 Januari 2015 dari Metalor ke Bhumi Satu. Total transaksi mencurigakan ini mencapai US$ 73,471 juta. Sama seperti Tujuan Utama, transfer untuk Bhumi Satu ini pun mencurigakan karena tak jelas duduk perkaranya.
Dokumen FinCEN menyebutkan alamat Bhumi Satu ada di Jalan Tanjungpura Nomor 10, Pontianak. Namun nihil. bangunan yang ada malah toko emas tua yang sudah tutup. Di depannya, pedagang kaki lima berjejer untuk berjualan. Dek pelataran ruko bernama “Toko Mas Setia Baru” tersebut terlihat jebol di banyak tempat.
Nomor telepon yang tertera di papan nama masih empat angka. Kawasan ini merupakan pusat pertokoan lama di Kota Pontianak era 1980-1990. Bahkan, Tempo tak menemukan akta perusahaan ini di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.
Deutsche Bank Trust Company Americas sebenarnya sudah memberitahu Bank Mandiri terkait transaksi-transaksi mencurigakan Metalor ke kedua perusahaan ini. Namun, Deutsche Bank menyebut Bank Mandiri tak menindaklanjuti temuan tersebut.
Ketika dikonfirmasi, Bank Mandiri tak berkomentar banyak. “Atas isu yang ditanyakan, kami dapat menyampaikan bahwa seluruh informasi terkait nasabah merupakan rahasia bank sebagaimana yang diatur oleh undang-undang,” kata Corporate Secretary Bank Mandiri Rully Setiawan ketika dikonfirmasi akhir September 2020.
ASEANTY PAHLEVI (PONTIANAK), ROSSENO AJI (JAKARTA)
Catatan: Berita ini telah diubah pada Ahad, 4 Oktober 2020 pukul 11.21 WIB dengan memasukkan keterangan pemilik toko jual beli motor bekas.