Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia mencatat kasus kekerasan di lingkungan sekolah semakin mengkhawatirkan. FSGI mendapati selama awal 2023, telah terjadi 22 kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah dengan jumlah korban 202 anak. Artinya, jatuh 1 korban kekerasan seksual setiap 1 minggu. “Setiap pekan terjadi 1 kekerasan seksual di satuan pendidikan, dalam lima bulan korban mencapai 202 anak,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam keterangan tertulis, Sabtu, 3 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Retno mengatakan FSGI melakukan pendataan selama Januari hingga Mei 2023. Pendataan dilakukan di wilayah satuan pendidikan yang berada di bawah Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi serta Kementerian Agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru-baru ini, kasus kekersan seksual terhadap anak mencuat di Parigi Moutong, Sulawesi Tenggara. Seorang anak berusia 15 tahun mengaku sudah berhubungan seksual dengan 11 orang laki-laki dewasa. Para pelaku memiliki latar belakang berbeda-beda, seperti guru SD, hingga anggota polisi.
Retno berkata pendataan yang dilakukan FSGI menunjukkan bahwa kondisi kekerasan terhadap anak di sekolah mengkahawatirkan. Pelaku kekerasan, kata dia, adalah orang-orang yang seharusnya dihormati dan melindungi para peserta didik selama berada di satuan pendidikan.
Dia mengatakan para pelaku terdiri dari guru sebanyak 31,8 persen; pemilik dan atau pemimpin pondok pesantren sebanyak 18,20 persen; Kepala Sekolah sebanyak 13,63 persen; guru ngaji (satuan pendidikan informal) sebanyak 13,63 persen; pengasuh asrama/pondok sebanyak 4,5 persen; Kepala Madrasah sebanyak 4,5 persen; penjaga sekolah 4,5 persen; dan lainnya 9 persen.
Dari data FSGI, ujar Retno, diketahui selama Januari hingga Mei 2023, sebanyak 11 kasus kekerasan terjadi di sekolah di bawah Kemendikbud. Sementara, delapan kasus terjadi di sekolah di bawah Kementerian Agama. Dan tiga kasus di wilayah pendidikan informal.
FSGI mencatat ada 13 modus yang digunakan pelaku dalam melaksanakan aksinya. Di antaranya, dibujuk agar mendapatkan barokah dari Tuhan oleh pelaku ponpes; evaluasi pembelajaran; hingga diiming-imingi uang jajan oleh pelaku. Atas kondisi tersebut, FSGI mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera melakukan tindakan untuk menghapus kekerasan seksual di sekolah. Retno mengatakan FSGI mendorong Kemendikbud dan Kemenag untuk melakukan perubahan terhadap peraturan tentang pencegahan kekerasan seksual khususnya untuk merinci apa saja perilaku kekerasan di sekolah. Selain itu, FSGI juga mendorong pemerintah daerah untuk mendorong dinas-dinasnya untuk mensosialisasikan penanganan korban kekerasan seksual di lingkungan sekolahan.