Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Gading yang Ditukar

Ratusan gading gajah yang menjadi barang bukti kasus penyelundupan diganti dengan barang tiruan. Kepala Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang ikut terseret.

19 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi tim Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan terhadap kasus hilangnya barang bukti 378 buah gading gajah yang gagal diselundupkan melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta jalan di tempat. Tiga tahun berlalu, Inspektorat baru menetapkan satu pegawai Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Samsu Rijal, sebagai orang yang paling bertanggung jawab.

Inspektorat sudah menghukum Samsu dengan hukuman disiplin berupa mutasi ke Sulawesi per Januari 2019. “Bukti yang terkumpul mengarah ke Samsu. Kami akan menindaklanjuti bila terdapat informasi baru,” kata Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati, pertengahan September lalu.

Samsu membenarkan telah mendapat hukuman disiplin dengan dimutasi ke kantor Bea dan Cukai di Sulawesi. “Tapi saya hanya kesalahan administrasi,” ucapnya. Ihwal peran atasannya dalam memerintahkan pengeluaran barang bukti tersebut, Samsu enggan buka suara.

Kasus ini bermula ketika tim Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta mencurigai sembilan koper yang dibawa dua warga negara Cina, CZ, 41 tahun, dan CY, 29 tahun, tiba di Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada 21 Mei 2016. Bagasi yang diangkut pesawat Etihad EY 474 rute Lagos, Nigeria, transit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dengan tujuan akhir Jakarta itu ternyata berisi ratusan gading gajah senilai Rp 6 miliar.

Perdagangan gading gajah dilarang sejak 1989 dalam Konvensi Perdagangan Internasional Jenis-jenis Fauna dan Flora Langka. Seorang pejabat Kementerian Keuangan mengatakan dua warga asing tersebut hanya kurir. “Pemiliknya perajin gading di Jakarta. Dia eksportir hasil kerajinan gading gajah,” ujarnya.

Atas temuan ini, Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang menggelar rilis pers pada 27 Mei 2016. Pejabat Bea dan Cukai menunjukkan gading-gading tersebut kepada awak media. Barang tangkapan lantas disimpan di gudang penimbunan yang dikelola Balai Lelang Artha di area kargo Bandara Soekarno-Hatta.

Tiga bulan kemudian, Erwin menetapkan barang tangkapan gading gajah tersebut sebagai barang milik negara. Ia membuat surat usulan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan agar gading gajah tersebut dimusnahkan.

Di tengah proses tersebut, pejabat Kementerian Keuangan mengatakan pemilik gading gajah yang juga pemilik restoran sea-food, AH, berupaya melobi agar bisa kembali mendapatkan barangnya. “Negosiasi alot,” ucapnya.

AH meminta tolong importir yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan petinggi aparat penegak hukum, AN, untuk membantu melobi pejabat Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta. “Pejabat tersebut sepakat mengeluarkan gading gajah itu dan memerintahkan salah satu kepala seksinya mengatur teknis pengambilan dan diserahkan kepada AN serta AH,” katanya.

Salah satu kepala seksi itu juga mengajak Samsu Rijal dari bagian administrasi untuk pencatatan pengeluaran barang tangkapan berkoordinasi dengan Balai Lelang Artha. Akhirnya, sekitar awal 2017, ratusan gading gajah bisa dikeluarkan dari Balai Lelang Artha.

Kongkalikong penghilangan barang bukti ini awalnya berjalan mulus. Namun upaya lancung ini terendus ketika Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi berencana menghibahkan gading-gading tersebut kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Barang tangkapan ini sedianya akan dimanfaatkan untuk kepentingan dan penelitian serta ditempatkan di museum zoologi LIPI di Cibinong dan Bogor, Jawa Barat.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang./ TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat

Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi sempat bersurat kepada Sekretaris Utama LIPI untuk bersama meneliti fisik barang milik negara tersebut pada 27 September 2017. Surat tersebut, kata pejabat tadi, membuat Erwin Situmorang kelimpungan karena gading sudah “hilang” dari gudang.

Erwin, menurut pejabat tersebut, lalu memerintahkan dua anak buahnya mencari gading gajah lain untuk dimasukkan ke gudang sebagai penukar barang bukti yang sudah lenyap. Anak buah Erwin tersebut tak bisa membawa gading utuh sebagaimana barang bukti sebelumnya, tapi berupa gelang hasil kerajinan gading dan beberapa bentuk lain.

Tim gabungan Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan LIPI tetap mengagendakan penelitian fisik di gudang kargo pada 2 Oktober 2017. Ketika melihat fisik barang yang berupa kerajinan gading berbentuk gelang, anggota tim kaget dan bertanya karena ketidaksesuaian antara fisik dan foto barang pada saat rilis pers lalu.

Akhirnya tim pulang dan melapor kepada atasan masing-masing serta ke Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cahyo Rahmadi mengatakan timnya hingga kini tak jadi menerima hibah gading gajah tersebut. “Setelah itu, tak ada tindak lanjut,” ujar Cahyo.

Tim Inspektorat juga melakukan pemeriksaan fisik atas gading gajah yang ditukar itu per Maret 2018. Mereka menyimpulkan fisik gading saat disita sudah tidak sesuai dengan barang saat pemeriksaan alias sudah ditukar. Atas dasar temuan ini, tim Inspektorat melakukan investigasi menyeluruh di kantor Bea dan Cukai. Sayangnya, hanya Samsu Rijal yang direkomendasikan dijatuhi hukuman disiplin. Sedangkan pelaku utama tak dikenai sanksi.

Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati mengatakan timnya akan terus mengusut kasus ini jika menemukan bukti baru. Per Agustus lalu, Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta Erwin Situmorang diperiksa. “Benar, kami melakukan pemanggilan dan wawancara kepada Erwin Situmorang,” katanya.

Menurut Sumiyati, pemanggilan dilakukan dalam rangka penyusunan profil pegawai. “Tim kami memiliki kewenangan melakukan wawancara terhadap pegawai Kementerian Keuangan dari berbagai sisi, dari kepemilikan harta, kehidupan sosial, kinerja, sampai kegiatan bermedia sosial,” ujarnya. Sumiyati menyebutkan pemang-gilan seperti itu sudah biasa dilakukan kepada pegawai yang terpilih.

Ihwal pengusutan kasus penghilangan barang bukti gading gajah yang berlarut-larut, Sumiyati mengatakan timnya sudah bekerja sesuai dengan pelaksanaannya. Ia memastikan pembuatan rekomendasi berdasarkan bukti-bukti yang bisa dikumpulkan.

Saat dimintai konfirmasi, Erwin Situmorang tak menjawab semua pertanyaan Tempo. Dia mengatakan gading gajah tersebut merupakan hasil penindakan barang bawaan penumpang karena gading masuk ke Appendix I CITES. “Selanjutnya, sesuai dengan prosedur, dilakukan tahapan sampai dinyatakan sebagai barang milik negara dan diusulkan untuk dimusnahkan karena merupakan barang Appendix I,” ucap Erwin.

Namun, kata dia, berdasarkan hasil audit investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan kemudian ditemukan adanya kesalahan proses penanganan/penyimpanan. “Sehingga gading tersebut dinyatakan hilang,” ujar Erwin.

Saat disinggung mengenai lobi dari perajin gading gajah yang dibantu salah seorang importir, Erwin bungkam. Ia juga enggan berkomentar saat dimintai konfirmasi mengenai perintahnya kepada Samsu Rijal dan salah seorang anak buahnya untuk melepas gading tersebut ataupun perintah buat mencari barang bukti baru karena akan ada penelitian fisik dari LIPI dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

LINDA TRIANITA, JONIANSYAH (TANGERANG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus