Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kasus pembunuhan Vina Cirebon menyedot perhatian publik.
Publik belum sepenuhnya meyakini orang-orang yang telah dipenjara itu adalah pelaku sebenarnya.
Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan dinilai janggal.
KASUS pembunuhan Vina Cirebon menyedot perhatian publik. Sebab, kematian Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana alias Eky tetap menyisakan misteri meski sebagian besar orang yang dituduh sebagai pelaku sudah dipenjarakan. Publik belum sepenuhnya yakin bahwa orang-orang yang dipidanakan itu pelaku yang sebenarnya. Begitu juga ketika baru-baru ini polisi menangkap Pegi Setiawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polisi menyebut Pegi Setiawan adalah Pegi alias Perong, orang yang diduga sebagai pelaku utama dalam kasus tersebut dan delapan tahun lalu telah dinyatakan buron. Selama ini polisi kesulitan menangkapnya karena Pegi selalu berpindah-pindah tempat. Polisi juga menyebutkan Pegi berganti nama menjadi Robi Irawan agar tidak dikenali.
Baca juga:
Pernyataan polisi dibantah oleh Toni R.M., anggota tim pengacara Pegi Setiawan. “Klien kami adalah korban salah tangkap,” katanya, Kamis, 6 Juni lalu. Untuk itu, tim pengacara meminta Badan Reserse Kriminal Polri melakukan gelar perkara khusus soal penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan. “Sebab, dia tidak terlibat dalam tindak pidana tersebut.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pegi Setiawan alias Perong terduga kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon saat konferensi pers di Polda Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, 26 Mei 2024. TEMPO/Prima mulia
Tim kuasa hukum Pegi telah mengajukan tiga permohonan gelar perkara khusus pada 5 Mei lalu, yang dialamatkan kepada Kapolri, Kepala Bareskrim Polri, serta Kepala Biro Pengawas Penyidikan. Permintaan gelar perkara khusus itu untuk mempersoalkan penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan. “Karena dia bukan Pegi alias Perong, sebagaimana yang dipublikasikan oleh Polda Jawa Barat,” kata Toni.
Polda Jawa Barat sebelumnya merilis dua nama buron selain Perong, yaitu Dani dan Andi. Dani diperkirakan berusia 28 tahun. Sedangkan Andi berusia 31 tahun. Tim pengacara Pegi Setiawan menganggap ciri-ciri Pegi alias Perong yang disebar oleh polisi tidak sama dengan Pegi yang sudah ditangkap pada 21 Mei lalu.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut memberi perhatian atas kasus pembunuhan Vina, khususnya penangkapan terhadap Pegi Setiawan. Karena itu, Kompolnas merekomendasikan Polri agar menggelar audit investigasi terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang sudah dijalankan.
Menurut anggota Kompolnas, Poengky Indarti, audit investigasi ini diperlukan untuk mengetahui apakah proses penyelidikan dan penyidikan sudah sesuai dengan aturan. "Kompolnas akan melakukan pengawasan dan supervisi terhadap penanganan tersangka Pegi alias Perong ini,” kata Poengky kepada Antara, 6 Juni lalu. “Agar penyidikan tetap profesional, transparan, dan mandiri."
Ihwal prosedur penangkapan dan penahanan yang dipersoalkan oleh tim pengacara Pegi, kata Poengky, hal itu bisa dilakukan melalui jalur praperadilan. “Untuk mengujinya harus dengan praperadilan,” ujarnya. Karena itu, tidak tepat tim pengacara mengajukan permohonan kepada Polri agar menjalankan gelar perkara khusus.
Prosedur gelar perkara diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Menurut peraturan itu, gelar perkara adalah kegiatan penyampaian/penjelasan tentang proses penyelidikan serta penyidikan oleh penyidik kepada peserta dan dilanjutkan diskusi kelompok untuk mendapat masukan atau koreksi. Tujuannya untuk menghasilkan rekomendasi guna menentukan tindak lanjut proses penyelidikan dan penyidikan.
Poengky menegaskan bahwa gelar perkara wajib dilaksanakan untuk menentukan apakah suatu peristiwa disebut tindak pidana atau bukan. “Output keputusan gelar perkara harus dilaksanakan oleh penyidik,” katanya.
Gelar perkara khusus, kata Poengky, diatur dalam Pasal 33 ayat 1 dan 2 Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019. Pelaksanaan gelar perkara khusus ada tiga, yaitu merespons pengaduan masyarakat dari pihak yang beperkara dan/atau penasihat hukumnya setelah ada perintah dari atasan penyidik, membuka kembali penyidikan berdasarkan putusan praperadilan, dan menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian masyarakat. Dalam Pasal 33 ayat 2 disebutkan, gelar perkara khusus wajib mengundang fungsi pengawasan dan fungsi hukum Polri serta ahli.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengingatkan, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, harus berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyidik mesti memiliki minimal dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
Polisi menyusun sejumlah dokumen barang bukti tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky Cirebon saat konferensi pers di Polda Jawa Barat di Bandung, Jawa Barat, 26 Mei 2024. TEMPO/Prima mulia
Saat gelar perkara khusus, penyidik beserta ahli yang diundang akan meninjau kembali alat bukti yang menjadi dasar penetapan tersangka. Nanti, kata Bambang, dua alat bukti yang menjadi dasar akan diuji kelayakannya, apakah kasus bisa lanjut atau tidak. “Bila tidak kuat, tentu penyidik tidak mampu mendapat bukti-bukti tambahan,” ujarnya.
Dalam kondisi itu pun bisa saja kepolisian mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Hasilnya, status tersangka terhadap seseorang dapat digugurkan.
Untuk menerapkan gelar perkara khusus, Bambang mengatakan, cukup dilakukan satu kali dengan substansi pembahasan evaluasi gelar perkara sebelumnya. Dalam kasus Pegi Setiawan sebagai tersangka, Markas Besar Polri cukup melakukan supervisi dari gelar perkara yang dilakukan Polda Jawa Barat. “Kehebohan kasus ini secara sosial tidak harus diambil alih Bareskrim Polri,” katanya.
Dia menilai kasus pembunuhan Vina tidak harus diambil alih oleh Bareskrim Polri selama Polda Jawa Barat masih mampu. “Penyidikan kasus Pegi ini bisa dipilah dengan kasus audit investigasi perihal penyidikan delapan tahun lalu terhadap delapan orang yang sudah menjadi terpidana,” tutur Bambang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
ADVIST KHOIRUNIKMAH berkontribusi dalam penulisan artikel ini.