Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Helmut Hermawan mengikuti jejak Eddy Hiariej mengajukan gugatan praperadilan.
Alat bukti penetapan status tersangka Helmut sama dengan Eddy Hiariej.
Putusan praperadilan tidak akan menggugurkan kasus pokok yang diusut KPK.
JAKARTA – Pengusaha tambang Helmut Hermawan mengikuti jejak Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Ia mengajukan gugatan praperadilan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu. Sidang praperadilan Helmut rencananya dimulai pada 5 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resmen Kadapi, pengacara Helmut, mengatakan dasar gugatan yang diajukan kliennya hampir sama dengan yang dilakukan oleh Eddy Hiariej. “Satu kesatuan dan tidak ada perbedaan dengan yang dihadapi Pak Eddy,” katanya, kemarin, 4 Januari 2024. Apalagi, ia berpendapat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan alat bukti yang sama untuk menetapkan Helmut dan Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka pada 24 November 2024 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023. Ia diduga memberi suap kepada Eddy Hiariej ketika guru besar ilmu hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu masih menjabat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, setelah menjalani pemeriksaan perdana pasca-penahanan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 12 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto
KPK menjerat Helmut menggunakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada waktu yang sama, status tersangka juga diberikan kepada Eddy dan dua orang kepercayaannya, yaitu Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Mereka diduga menerima suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun suap itu berhubungan dengan sengketa kepengurusan administrasi hukum umum (AHU) PT Citra Lampia Mandiri (CLM).
Eddy dan dua orang kepercayaannya melawan penetapan status tersangka dengan mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 4 Desember 2023. Namun tidak berapa lama gugatan itu dicabut. Lalu Eddy mengajukan lagi permohonan seorang diri pada 3 Januari 2024. Pengadilan mengabulkan permohonan ini pada 30 Januari 2024.
Dalam sidang praperadilan, KPK menunjukkan daftar 120 bukti yang digunakan untuk menjerat Eddy. Bukti-bukti itu antara lain berbentuk catatan transaksi bank, rekening koran, salinan percakapan di aplikasi WhatsApp, dan nota dinas.
Resmen mengatakan bukti-bukti itu juga yang digunakan penyidik untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka. Helmut hanya diperiksa sekali untuk klarifikasi dalam tahap penyelidikan. “Di tingkat penyidikan juga satu kali diperiksa sebagai tersangka dan langsung ditahan,” katanya. Sedangkan untuk Eddy Hiariej, tidak ada penahan hingga status tersangkanya gugur setelah ada putusan praperadilan. “Tidak tahu apa alasannya sehingga perlakuannya beda, tapi itu memang sepenuhnya subyektivitas penyidik.”
Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, resmi memakai rompi tahanan setelah menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 7 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Ihwal sidang praperadilan Eddy, tim kuasa hukum Helmut menyoroti pertimbangan hakim tentang keterangan saksi Thomas Azali dan Anita Zizlavsky yang tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Hakim kemudian berpendapat bahwa penetapan status tersangka terhadap Eddy tidak memenuhi Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Jika mengacu pada persidangan itu, kata Resmen, seharusnya status tersangka untuk Helmut juga gugur. “Kami sangat meyakini KPK akan membuat kebijakan untuk mencabut penetapan tersangka terhadap Helmut Hermawan,” ujarnya.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, mengatakan putusan praperadilan Eddy Hiariej tidak cukup menguatkan gugatan yang diajukan Helmut. Karena seharusnya hakim memperhatikan Pasal 44 Undang-Undang KPK yang bersifat lex specialis. Penggunaan pasal tersebut menjadi keharusan dalam penanganan perkara korupsi.
Sedangkan dalam praperadilan Eddy, kata Hibnu, hakim justru tidak menggunakan Pasal 44 Undang-Undang KPK itu sebagai pertimbangan. Padahal penerapan Undang-Undang KPK berbeda dengan KUHAP yang biasa digunakan oleh penyidik kepolisian atau kejaksaan. “Ada pengujian formilnya," ucap Hibnu.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menyampaikan bahwa praperadilan hanya menguji aspek formil. Sedangkan substansi materi perkara dugaan korupsi Eddy dan tersangka lain masih perlu diuji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Namun KPK menghormati putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sebagai bagian kontrol dalam proses penyelesaian perkara pidana korupsi,” kata Ali dalam keterangan tertulis.
M. FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo