Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ikan asin dan terasi bagansiapi-api

Permainan dokumen muatan kapal di bagansiapi-api dibongkar kejati riau. km santeri yang dalam dokumen muatannya 250 ton tapi waktu ditimbang ulang ternyata 400 ton. ditahan guna pengusutan. (krim)

22 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAPAL motor Santeri baru saja memuat ikan asin dan terasi di pelabuhan Bagansiapiapi akhir Maret. Siap berangkat ke Jawa. Tapi para petugas kejaksaan Tinggi memerintahkan bongkar muatan, kemudian menimbang kembali. Ternyata hasil timbang ulang menunjukkan selisih 150 ton lebih besar dari yang dilaporkan dalam dokumen . Asisten I Kejaksaan Tinggi Riau, Idrus Said SH, dan anak-buahnya makin yakin akan kebenaran sinyalemen sebelumnya bahwa pemasukan uang ke kas negara berkurang karena permainan dokumen. Dokumen yang dibawa KM Santeri menyebut muatannya 250 ton tapi setelah ditimbang ternyata 400 ton. Jejak penyelewengan mulai ditelusuri Giliran Kantor Pajak mendapat pemeriksaan. "Kami menarik pajak berdasarkan hasil timbangan EMKL dan bea cukai", ujar petugas pajak. Tudingan diarahkan kepada petugas BC yang memberikan fiat periksa dan timbang. Yang disebut belakangan ini masih bisa berdalih: "Yang menimbang buruh gudang". Walhasil tudingan terakhir kepada pemilik barang, fihak pelayaran dan EMKL, dalam hal ini PT Pelayaran Suka laju dan EMKL Maju Jaya. Mereka berdua yang mula-mula harus berhadapan dengan alat negara. Sebab tidak kurang 21 pemilik ikan asin dan terasi yang kena segel tadi sudah pergi dari Bagansiapiapi Untuk mengetahui pennainan dalam perkara timbang menimbang muatan sebenarnya tidak terlalu sulit. Misalnya kapal berukuran 400 ton kok nyaris tenggelam diisi muatan yang dilaporkan 250 ton. Tentu ada yang tidak beres. Di daerah pelabuhan itu sudah begitu beken pepatah "tutup mata renggangkan jari". Menurut perhitungan awam saja bila muatan tidak memadai tentu kapal tidak mau berangkat, sebab salah-salah cuma rugi. Gelagat ketidakberesan pemasukan uang dari sektor ikan sudah tercium sejak Oktober tahun lalu. Waktu itu ada peninjauan oleh DPRD Piau ke Bagansiapiapi. Ketua rombongan nyeletuk di muka para pejabat setempat bahwa waktu ia duduk di sekolah dasar, Bagansiapiapi dikenal sebagai penghasil ikan nomor dua terbesar di dunia. "Tapi mengapa kenyataannya penghasilan negara dari fiskal dan SKA (Surat Keterangan Asal) dari ikan asin dan teras Bagansiapiapi tidak memadai". Hasil ikan asin dan terasi Bagansiapiapi sebulan berkisar empat ribu ton. Menurut perhitungan jumlah fiskal dan SKA hampir Rp 12 juta sebulan. Tapi nyatanya tiap bulan negara kebobolan Rp 9,3 juta. Dan setahun tentu lebih dari Rp 100 juta. Apalagi bila dihitung sejak tahun 1972. Inilah yang membikin wakil-wakil rakyat daerah prihatin.Dan Kejaksaan Tinggi Riau juga tidak mau jadi penonton saja. Maka Idrus Said dan anak buahnya di Kejaksaan ringgi mulai bergerak. Yang menemui nasib sial adalah KM Santeri. Kapal itu kini ditahan dan muatannya disegel. Kebocoran uang negara sudah diketahui dan kini tinggal bagaimana menyumbatya lebih lanjut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus