Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAPAL motor Santeri baru saja memuat ikan asin dan terasi di
pelabuhan Bagansiapiapi akhir Maret. Siap berangkat ke Jawa.
Tapi para petugas kejaksaan Tinggi memerintahkan bongkar
muatan, kemudian menimbang kembali. Ternyata hasil timbang ulang
menunjukkan selisih 150 ton lebih besar dari yang dilaporkan
dalam dokumen . Asisten I Kejaksaan Tinggi Riau, Idrus Said SH,
dan anak-buahnya makin yakin akan kebenaran sinyalemen
sebelumnya bahwa pemasukan uang ke kas negara berkurang karena
permainan dokumen. Dokumen yang dibawa KM Santeri menyebut
muatannya 250 ton tapi setelah ditimbang ternyata 400 ton.
Jejak penyelewengan mulai ditelusuri Giliran Kantor Pajak
mendapat pemeriksaan. "Kami menarik pajak berdasarkan hasil
timbangan EMKL dan bea cukai", ujar petugas pajak. Tudingan
diarahkan kepada petugas BC yang memberikan fiat periksa dan
timbang. Yang disebut belakangan ini masih bisa berdalih: "Yang
menimbang buruh gudang". Walhasil tudingan terakhir kepada
pemilik barang, fihak pelayaran dan EMKL, dalam hal ini PT
Pelayaran Suka laju dan EMKL Maju Jaya. Mereka berdua yang
mula-mula harus berhadapan dengan alat negara. Sebab tidak
kurang 21 pemilik ikan asin dan terasi yang kena segel tadi
sudah pergi dari Bagansiapiapi
Untuk mengetahui pennainan dalam perkara timbang menimbang
muatan sebenarnya tidak terlalu sulit. Misalnya kapal berukuran
400 ton kok nyaris tenggelam diisi muatan yang dilaporkan 250
ton. Tentu ada yang tidak beres. Di daerah pelabuhan itu sudah
begitu beken pepatah "tutup mata renggangkan jari". Menurut
perhitungan awam saja bila muatan tidak memadai tentu kapal
tidak mau berangkat, sebab salah-salah cuma rugi.
Gelagat ketidakberesan pemasukan uang dari sektor ikan sudah
tercium sejak Oktober tahun lalu. Waktu itu ada peninjauan oleh
DPRD Piau ke Bagansiapiapi. Ketua rombongan nyeletuk di muka
para pejabat setempat bahwa waktu ia duduk di sekolah dasar,
Bagansiapiapi dikenal sebagai penghasil ikan nomor dua terbesar
di dunia. "Tapi mengapa kenyataannya penghasilan negara dari
fiskal dan SKA (Surat Keterangan Asal) dari ikan asin dan teras
Bagansiapiapi tidak memadai".
Hasil ikan asin dan terasi Bagansiapiapi sebulan berkisar empat
ribu ton. Menurut perhitungan jumlah fiskal dan SKA hampir Rp 12
juta sebulan. Tapi nyatanya tiap bulan negara kebobolan Rp 9,3
juta. Dan setahun tentu lebih dari Rp 100 juta. Apalagi bila
dihitung sejak tahun 1972. Inilah yang membikin wakil-wakil
rakyat daerah prihatin.Dan Kejaksaan Tinggi Riau juga tidak mau
jadi penonton saja. Maka Idrus Said dan anak buahnya di
Kejaksaan ringgi mulai bergerak. Yang menemui nasib sial adalah
KM Santeri. Kapal itu kini ditahan dan muatannya disegel.
Kebocoran uang negara sudah diketahui dan kini tinggal
bagaimana menyumbatya lebih lanjut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo