Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hasto Kristiyanto menilai penyidik KPK tidak berhak menyita barang-barang miliknya karena tak ada hubungan dengan kasus yang sedang diperiksa.
Hasto mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas penyitaan itu.
Sejumlah ahli hukum memiliki pendapat berbeda perihal langkah hukum yang ditempuh Hasto.
SEKRETARIS Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto bersama stafnya, Kusnadi, mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ajun Komisaris Besar Rossa Purbo Bekti. Langkah hukum ini diambil untuk mempersoalkan tindakan penyidik yang menyita sejumlah barang milik Hasto, termasuk buku catatan bersampul hitam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam petitum, kami meminta agar buku itu dikembalikan, di mana tidak ada kaitannya dengan (pencarian) Harun Masiku," kata kuasa hukum Hasto dan Kusnadi, Ronny Talapessy, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik KPK, Rossa, menyita telepon seluler dan catatan itu saat memeriksa Hasto pada 10 Juni 2024. Saat itu Hasto diperiksa sebagai saksi untuk perkara Harun Masiku. Harun adalah kader PDI Perjuangan yang berstatus tersangka dalam kasus suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022. Semenjak ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2020, Harun tak kunjung memenuhi panggilan penyidik. Dia dinyatakan buron hingga hari ini.
Dilansir dari majalah Tempo, penyitaan itu bermula ketika Rossa menanyakan keberadaan telepon seluler milik Hasto saat pemeriksaan di ruangan 37 lantai 2 Gedung KPK. Hasto mengatakan ponsel tersebut tidak dia bawa karena dititipkan kepada Kusnadi dan pengacaranya yang saat itu menunggu di depan lobi.
Mengetahui hal itu, Rossa meninggalkan Hasto dan menghampiri Kusnadi yang sedang merokok. Rossa meminta Kusnadi mengikutinya dengan dalih dipanggil Hasto. Tanpa memberi tahu Ronny, Kusnadi naik ke lantai dua.
Staf Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan , Hasto Kristiyanto, Kusnadi, memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, 19 Juni 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Menurut Kusnadi, di satu ruangan, Rossa meminta dia menyerahkan ponsel Hasto yang tersimpan di dalam tas. Penyidik lain yang berada dalam ruangan itu turut menggeledah tas Kusnadi. Selain menyita handphone, penyidik merampas buku tabungan, kartu debit, dan buku catatan milik Hasto. Adapun uang senilai Rp 130 juta yang ikut disita telah dikembalikan oleh penyidik.
Ronny Talapessy menilai penyitaan tersebut merupakan perbuatan sewenang-wenang. Apalagi barang yang disita penyidik tak ada kaitannya dengan perkara yang sedang diusut oleh KPK.
Ihwal gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan Hasto dan Kusnadi, Ronny menyatakan penyitaan barang bukti oleh penyidik KPK dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. "Buku yang dirampas itu ada strategi politik dari PDI Perjuangan terkait dengan pemilihan kepala daerah. Tujuannya apa buku itu diambil," katanya.
Dalam perkara pidana, sebenarnya tidak ada ketentuan yang mengatur tentang gugatan perbuatan melawan hukum. Lazimnya, seseorang yang mempersoalkan tindakan penyidik—termasuk penyitaan barang bukti—dimungkinkan untuk mengajukan upaya praperadilan. “Masalahnya, Hasto bukan tersangka, sehingga memang tidak bisa masuk praperadilan,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahilah Akbar, Rabu, 3 Juli 2024.
Fatahilah berpendapat, karena tidak bisa mengajukan praperadilan, pihak yang dirugikan oleh tindakan penyidik bisa saja menggunakan Pasal 1365 KUHPerdata dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Menurut dia, langkah hukum ini memang terkadang menjadi keranjang sampah. “Menurut Pasal 79 KUHAP, yang bisa memohon praperadilan hanya tersangka, keluarga, atau kuasa hukum. Sehingga pihak ketiga tidak ada kewenangan,” kata Fatahilah.
Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpendapat, dalam persoalan hukum yang dihadapi Hasto, tidak ada larangan untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. “Ya, boleh saja, tapi prosesnya menjadi perkara perdata biasa dan panjang waktunya,” katanya.
Dia menjelaskan, perbuatan melawan hukum itu merupakan perbuatan seseorang terhadap individu lain yang menimbulkan kerugian secara perdata. Artinya, kerugian yang muncul hanya berbentuk materiil. “Ini akan mudah dipatahkan hanya dengan surat perintah KPK,” kata Abdul Fickar. “Mengapa tidak sekalian pidana mengambil barang orang lain yang bukan miliknya?”
Anggota Tim Hukum Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, secara resmi melaporkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas KPK di Gedung ACLC KPK, Jakarta, 11 Juni 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Pendapat berbeda disampaikan oleh Chudry Sitompul, ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia. Menurut dia, sebenarnya Hasto memiliki peluang untuk mengajukan praperadilan. Peluang ini mengacu pada peraturan Mahkamah Agung yang tidak membatasi legal standing pemohon praperadilan. Dengan demikian, siapa saja orang yang mengalami upaya paksa—baik penangkapan, penahanan, penggeledahan, maupun penyitaan—bisa mengajukan praperadilan sekalipun dia bukan tersangka.
Soal langkah hukum yang ditempuh Hasto dan Kusnadi saat ini, Chudry menganggap hal itu sebagai terobosan. “Mungkin alasan mengajukan gugatan secara perdata ini untuk mencari terobosan karena tidak percaya dengan mekanisme praperadilan,” katanya.
Apalagi secara teori, kata Chudry, Hasto memang bisa mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum karena tidak ada aturan yang melarang. “Itu nanti kita lihat bagaimana pertimbangan hakim dalam konteks menerima atau menolak,” katanya. “Kalau diterima, menurut saya sih kemajuan, supaya aparat hukum jangan bertindak di luar aturan.”
Hanya, Chudry melanjutkan, mekanisme perdata ini bakal menyita waktu. Sebab, bila pihak yang beperkara tidak puas atas putusan majelis hakim, mereka bisa mengajukan upaya hukum banding, kasasi, bahkan peninjauan kembali.
Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakkir, berpendapat bahwa tindakan penyidik KPK menyita barang-barang milik Hasto memang menimbulkan pertanyaan hukum. Sebab, ketika diperiksa pada 10 Juni 2024, status Hasto bukan tersangka. Maka penyitaan itu tidak sah. Dengan demikian, penyidik tidak berhak menyita barang-barang tersebut karena kedudukan Hasto dan stafnya hanya orang biasa, bukan tersangka maupun pelaku tindak pidana.
Namun, kata Mudzakkir, situasi itu bisa saja berbalik ketika dalam pemeriksaan Hasto langsung ditetapkan sebagai tersangka. “Dia datang ke kantor KPK dan meletakkan HP yang kemudian disita, tidak apa-apa asalkan bisa menunjukkan alat bukti yang menyatakan bahwa Hasto sebagai tersangka,” ucap Mudzakkir.
Maka, kata Mudzakkir, tidak mengherankan jika saat ini Hasto mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum yang masuk ranah perdata. “Alasannya, dia bukan tersangka, karena itu perbuatan penyidik KPK bisa dianggap dilakukan secara pribadi,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo