Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha, menilai langkah Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, mempermasalahkan soal masa daluwarsa perkara dugaan pelanggaran etiknya sebagai kepanikan. Dia juga menilai pernyataan Ghufron bahwa dirinya telah berkomunikasi dengan Wakil Pimpinan KPK lainya, Alexander Marwata tak bisa membenarkan tindakannya mengurus proses mutasi kerabatnya di Kementerian Pertanian (Kementan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praswad berkata pernyataan tersebut menunjukan bahwa Nurul Ghufron sedang panik dan secara tidak langsung tidak membantah penyalahgunaan kewenangan yang dilakukannya. "Apabila itu bukanlah pelanggaran etik, tentu tidak akan upaya untuk mempersoalkan jangka waktu penanganan dari kasus tersebut," kata Praswad kepada TEMPO, Jumat, 3 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan penyidik KPK itu pun mengingatkan agar publik tak terjebak pada wacana Ghufron yang ingin menunjukkan tindakannya tak melanggar kode etik KPK. Dia mengingatkan publik agar fokus pada substansi masalah ini dan tidak terjebak pada prosedur.
Secara prosedur, dia mengingatkan, tindakan Ghufron jelas melanggar kode etik. "Karena eksekusi permintaan Ghufron dilakukan secara berlanjut setelah adanya permintaan yang dilakukan sampai saat Syahrul Yasin Limpo atau SYL ditetapkan tersangka," ujarnya.
Selain itu, Praswad menyatakan pernyataan Ghufron yang menyebut dirinya sudah berkomunikasi dengan Alexander Marwata tak bisa membuat tindakannya mengurus proses kepindahan kerabatnya benar. Menurut dia, hal itu justru menjadi petunjuk adanya kerjasama dalam melakukan pelanggaran etik yang berpotensi mengarah ke pidana. "Ini menjadi sinyal serius bahwa setidaknya dua komisioner KPK telah melakukan kerjasama dalam melakukan pelanggaran etik," kata dia.
Praswad juga menilai pernyataan Ghufron itu justru bisa membuat Dewan Pengawas KPK melakukan penyelidikan secara lebih mendalam. "Pada proses penyelidikan, ini menjadi poin yang sangat menarik dan wajib didalami," kata dia.
Dewas KPK seharusnya menggelar sidang etik terhadap Nurul Ghufron pada Kamis kemarin, 2 Mei 2024. Sidang tersebut ditunda karena Ghufron tak hadir. Ghufron sendiri menyatakan sengaja tak menghadiri sidang etik itu karena merasa perkara yang melibatkannya itu sudah kedaluwarsa.
Dia menyatakan sedang mangajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Konstitusi soal masa kedaluwarsa tersebut. Ghufron menyatakan Pasal 23 Peraturan Dewan Pengawas No. 4 Tahun 2021 tentang Penegakan Etik menyebutkan masa daluwarsa sebuah laporan adalah satu tahun dari terjadi dan/atau diketahuinya oleh pelapor.
"Peristiwa yang ramai itu terjadi pada 15 Maret 2022, maka mestinya 16 Maret 2023 peristiwa itu sudah expired. Itu dilaporkan pada 8 Desember 2023 dan saya baru diklarifikasi pada 28 Februari 2024, baru tahu bahwa laporan itu mestinya sejak dilaporkan saja sudah expired sehingga Dewas sudah tak berwenang secara waktu untuk memeriksa," klaim Ghufron Kamis kemarin.
Ghufron pun sempat menyatakan bahwa dirinya mengurus mutasi itu karena mendapatkan laporan dari ibu mertua ASN yang meminta mutasi dari Jakarta ke Malang, Jawa Timur. Dia mengaku mengenal ibu mertua si ASN itu. Ghufron pun menyatakan dirinya menilai adanya kejanggalan karena Kementan tak memperbolehkan si ASN untuk mutasi karena alasan sedang hamil. Kementan justru memproses permohonan si ASN untuk mengundurkan diri. “Pada saat itu, ibu itu telpon saya, memang teman saya ibu itu, kok tak konsisten. Mutasi tak boleh tapi resign yang konsekuensi sama-sama mengurangi SDM kok malah dikabulkan,” ujarnya.
Selain itu, Nurul Ghufron pun menyatakan telah berkomunikasi dengan Alexander Marwata perihal laporan yang dia terima itu. Bahkan, menurut dia. Alexander Marwata lah yang mencarikan nomor telepon eks Sekretaris Jenderal Kementan, Kasdi Subagyono.
MUTIA YUANTISYA| BAGUS PRIBADI