Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah grup percakapan WhatsApp digagas Wirawan, warga Bandung, tak lama setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar operasi tangkap tangan suap perizinan proyek hunian Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Mereka yang bergabung adalah konsumen yang mengaku resah akan kelanjutan proyek ambisius Lippo Group tersebut. “Mereka teman saya sesama penggemar motor Harley,” ujar Wawan—panggilan akrab Wirawan—Kamis pekan lalu.
Grup percakapan tersebut saluran komunikasi untuk berbagi informasi tentang nasib proyek Meikarta. Menurut Wawan, sebagian besar anggota grup mengaku waswas kasus di KPK bakal berdampak pada penyelesaian unit hunian yang mereka beli.
Wawan mengaku sebagai salah satu konsumen yang resah. Ia membeli unit apartemen dua kamar setara dengan mobil Toyota Avanza keluaran terbaru. Kepada Wawan, pengembang Meikarta berjanji menyelesaikan tower huniannya pada 2019. Tapi Wawan tak tahu persis letak tower tersebut. Menurut keterangan yang ia peroleh dari pengembang, tower tersebut sama sekali belum dibangun.
Kendati sudah melunasi cicilan, Wawan tak pernah meneken perjanjian pengikatan jual-beli dengan pengembang. Ia menyatakan percaya kepada Lippo Group sebagai pengembang sehingga tak membuat perjanjian dan mengecek perizinan proyek tersebut. Salah satunya izin mendirikan bangunan. “Saya hanya menerima lembaran kuitansi seperti dokumen leasing,” katanya.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, perjanjian pengikatan jual-beli adalah syarat mutlak bagi pengembang ketika memasarkan unit propertinya kepada konsumen. Perjanjian itu harus dibuat di hadapan notaris. Dalam perjanjian itu, pengembang harus menyertakan IMB unit properti yang dijual, informasi progres pembangunan yang sudah mencapai 20 persen, dan status kepemilikan tanah. Undang-undang tersebut mengatur pengembang yang tak mencantumkan syarat-syarat itu terancam pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 4 miliar.
Menurut Wawan, sebagian besar temannya yang membeli unit apartemen di Meikarta tak meneken perjanjian pengikatan jual-beli. Mereka mau membeli properti di Meikarta karena menganggap Lippo Group sebagai pengembang besar. Ketika kasus suap perizinan Meikarta yang melibatkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terungkap, Wawan dan rekan-rekannya dihinggapi rasa cemas mengenai nasib properti mereka.
Warga perumahan Grand Cikarang City, Shinta Istiqomah, mengaku membeli unit apartemen dua kamar tidur seharga Rp 356 juta karena tergiur iklan. Ia sempat ragu membeli properti di Meikarta karena mendapat informasi bahwa perizinan proyek itu belum jelas. Tapi, karena percaya kepada pengembangnya, ia memutuskan membeli satu unit apartemen di sana. “Awalnya saya berniat beli tunai karena tertarik diskon hingga 25 persen. Tapi saya alihkan ke kredit bank karena khawatir terhadap masalah perizinan,” tuturnya.
Shinta mengaku heran lantaran bank penyalur kredit tak lagi menagih pembayaran kepadanya sejak awal 2018. Ia sempat berencana menarik uang muka setelah KPK membongkar kasus suap perizinan proyek itu. Namun rencana tersebut ia batalkan setelah pengembang menawarkan kemudahan kredit dengan penghitungan ulang. “Posisi saya sekarang menunggu kejelasan status proyek,” ucapnya.
Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto mengatakan kredit bagi konsumen proyek Meikarta masih bisa disalurkan untuk kawasan yang jelas status perizinannya. Jumlah nasabah kredit pemilikan apartemen Meikarta di bank pelat merah itu hanya sekitar 200 debitor dengan nilai Rp 50 miliar. “Jumlahnya terbilang kecil. Tapi kami tentu tetap berhati-hati menyalurkan kredit,” katanya.
Pekan lalu, KPK meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi meninjau ulang perizinan Meikarta sesuai dengan kewenangannya. Sanksi administratif, ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, bisa diterapkan kepada PT Mahkota Sentosa Utama—anak usaha Lippo Group selaku pengembang Meikarta—apabila ditemukan pelanggaran. Saat ini Mahkota Sentosa tengah menggarap 84,6 hektare proyek Meikarta. Dari 53 permohonan izin blok tower yang diajukan, baru 24 yang sudah terbit pada September lalu.
Febri mencontohkan langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghentikan proyek reklamasi yang diketahui menerabas masalah perizinan. Keputusan dua lembaga itu bisa berjalan paralel dengan penanganan kasus suap oleh KPK kala itu. “Ini bisa juga paralel dengan kasus suap yang ada di KPK,” ujar Febri.
Ombudsman RI sesungguhnya pada akhir tahun lalu sudah memperingatkan masyarakat agar tidak membeli properti yang perizinannya belum jelas seperti Meikarta. Temuan Ombudsman yang dihimpun dari keterangan sejumlah otoritas pemangku kepentingan dan pengecekan dokumen menyatakan kawasan Meikarta seluas 84,6 hektare diketahui baru mengantongi izin peruntukan penggunaan tanah. Adapun syarat izin lain, seperti IMB dan analisis mengenai dampak lingkungan untuk bangunan di kawasan tersebut, belum ada.
Temuan lain Ombudsman terkait dengan aturan penarikan uang booking fee yang boleh dilakukan hanya setelah pengembang mengantongi IMB. Adapun uang muka ditarik setelah penyelesaian 20 persen dari volume proyek. Sedangkan penjualan Mei-karta dimulai sejak pertengahan tahun lalu. “Waktu itu kami merekomendasikan ke berbagai kementerian agar mengkaji lagi proyek itu,” ucap Alamsyah Saragih, komisioner Ombudsman RI.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sudah mewanti-wanti publik agar tidak membeli unit properti di Meikarta karena izin belum lengkap pada Agustus 2017. “Saat itu Meikarta diduga baru mengantongi izin lokasi. Padahal banyak izin lain, seperti IMB dan amdal,” ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Tulus juga mengingatkan publik agar tak mudah terperangkap strategi pemasaran yang mengabaikan hak keperdataan konsumen. Dalam transaksi pembelian, misalnya, pengembang dan konsumen harus menandatangani akta pengikatan jual-beli setelah penyerahan uang muka. “Itu pun harus dilakukan di hadapan notaris,” tuturnya. “Jangan sampai masuk jebakan batman.”
Dalam lima tahun terakhir, kata Tulus, YLKI menerima 450 aduan yang didominasi persoalan properti. Aduan paling banyak datang dari konsumen Meikarta. Mereka umumnya mengeluhkan penolakan pihak pengembang terkait dengan penarikan uang muka. “Padahal dalam iklannya Meikarta menyatakan uang down payment tidak akan hangus,” ucapnya.
Peringatan Ombudsman dan YLKI itu ternyata tak berpengaruh pada pemasaran unit apartemen Meikarta, yang justru makin laris manis. Tahun lalu saja, angka marketing sales unit apartemen Meikarta lebih dari 150 ribu unit dengan dana masuk mencapai Rp 7,5 triliun. Adapun pada triwulan pertama tahun ini penjualan unit apartemen Meikarta tembus Rp 1,95 triliun.
Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama, Denny Indrayana, mengatakan seluruh prosedur perizinan sudah ditempuh pengembang Meikarta. Menurut dia, semua syarat dokumen administrasi diajukan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi sebelum apartemen Meikarta mulai dipasarkan. “Transaksi pembelian karena itu tak bisa dibilang ilegal,” katanya.
Chief Marketing Officer Meikarta Ferry Tahir menyebutkan pengembang tak menutup diri terhadap konsumen yang ingin menarik uang mereka. Meski begitu, dia menambahkan, uang tersebut tak bisa kembali utuh karena harus dipotong sebesar 10 persen dari nilai yang disetorkan. “Ketentuan itu tertuang dalam dokumen pengesahan dan persetujuan unit yang ditandatangani kedua pihak,” ujarnya.
Pengembang menawarkan dua opsi lain. Untuk menjamin perlindungan nilai investasi, unit hunian yang akan dilepas bisa dicatat dalam daftar hunian sewa atau penjualan ulang. Menurut Ferry, jumlah konsumen yang mengajukan permohonan penarikan uang muka hanya 80 orang dari total konsumen Meikarta sebanyak 80 ribu. “Yang percaya proyek ini bakal lanjut masih besar,” ucapnya.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Badan Perlindungan Konsumen Nasional menerima sejumlah pengaduan dari konsumen Meikarta pada 2018.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
- 11 pengaduan konsumen Meikarta dari 33 pengaduan sektor properti
- Pengaduan seputar kesulitan menarik dana kembali (refund)
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
- 9 pengaduan dari 246 pengaduan
- Pengaduan seputar kesulitan menarik dana kembali (refund)
RIKY FERDIANTO | ADI WARSONO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo