Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSAHABATAN antara kelima gadis cilik berusia 8-10 tahun dan Mariam Darani sudah lama terjalin. Tapi masing-masing rupanya mengharapkan sesuatu. Para gadis itu menginginkan hadiah atau makanan dari Si Kakek, yang berdiam tak jauh dari sekolah mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, Mariam, yang sudah berusia 63 tahun, lebih gila, mengharapkan tubuh-tubuh mungil itu. Harapan itu, misalnya, dilaksanakan 9 Oktober 1989. Kelima gadis murid SD di Pekanbaru itu, sepulang sekolah, bermain di kios kecil milik Mariam. Mereka memang senang bermain di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilik kios, Sersan Mayor (Purn.) Mariam, kerap memberi buah tangan. Buah tangan itu ternyata hanya umpan. Masih ada hadiah lain yang menanti, asal para gadis bersedia diajak main cucuk-cucukan alias kawin-kawinan. Para gadis ingusan itu, segera tertarik begitu Mariam menjanjikan hadiah masing-masing Rp 1.000. Berbondong-bondong mereka masuk ke dalam rumah Mariam di belakang kiosnya.
Rumah itu dalam keadaan kosong karena keempat anak Mariam sedang ke luar kota. Di dapur, kelima gadis cilik itu melakukan undian, dan Ina (nama palsu) terpilih sebagai pengantin pertama. Agak heran, ia melihat Kakek Mariam, yang rambutnya sudah memutih ini, menurunkan celananya dan duduk di bangku yang sudah dialasi handuk. Ina menurut saja ketika celana dalamnya dibuka. Nafsu Mariam segera menggelegak. Ia mendekap gadis yang pantas jadi cucunya itu. Dan, ya Tuhan, ia melakukan tindakan seperti layaknya suami-istri.
Rina, salah seorang gadis cilik lainnya berinisiatif membantu Si Kakek dengan mendorong-dorong tubuh temannya. "Pengantin" kedua sampai kelima mendapat giliran berikutnya. Usai permainan cucuk-cucukan ini, mereka mendapat hadiah Rp 1.000. "Tidak ada yang menangis," pengakuan Mariam kemudian. "Malah mereka tertawa kegelian." Namun, dalam pengakuan keempat gadis singkong itu kepada orangtuanya, mereka berusaha menolak perbuatan bejat itu.
Sampai sore hari, mereka masih di rumah Mariam. Orangtua Ina, yang merasa khawatir, kemudian menemukan anaknya di rumah kakek tersebut. Betapa kegetnya ibu itu ketika Mariam mengaku telah mempermak anaknya. Kekhawatiran semua ibu anak-anak itu kemudian terbukti ketika hasil visum dokter di RSU Pekanbaru menyatakan selaput dara kelima gadis yang masih bau kencur itu telah rusak.
Malam itu juga, Si Kakek diamankan petugas. Dalam persidangan tertutup yang dimulai 28 Desember, terungkap bahwa main cucuk-cucukan ini ternyata bukanlah yang pertama. Ina mengaku sudah empat kali digauli kakek yang dijulukinya "Pak Gatal" ini. Temannya ada yang "dicucuk" 3-5 kali dengan sesekali digauli lewat dubur. Kakek gaek ini mengaku tidak bisa menahan nafsunya ketika melihat anak-anak kecil itu. "Saya merasa kesepian sejak ditinggal istri setahun lalu," katanya. Namun, ternyata ini penyakit kronis Pak Gatal.
Pada 1977, ia pernah dihukum 2 tahun karena memperkosa seorang anak. Atas kegatalannya ini, Si Kakek diganjar hakim 3 tahun penjara. Vonis yang dibacakan Senin pekan ini sama dengan tuntutan jaksa. Bapak empat anak ini terbukti melakukan perbuatan asusila pada anak di bawah umur -- bukan menyetubuhi. Sebab, persetubuhan Mariam dengan anak-anak itu, konon, tak sempurna.
Berbeda dengan keterangan jaksa, menurut hakim hanya selaput dara Ina yang rusak. Itu pun tak terbukti karena perbuatan Mariam. Walaupun begitu, perbuatan kakek dengan jenggot panjang memutih ini telah mengotori jiwa anak-anak gadis itu dan menyuramkan masa depannya. Untuk itu, Hakim Sarip menganggap ganjaran yang tepat adalah kurungan 3 tahun penjara.
Si Kakek sendiri tampak menelan air liur ketika putusan dibacakan. "Saya menyesal. Tolonglah, hukuman saya diringankan," katanya dari kursi terdakwa. Nasi sudah jadi bubur, Kek.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Artikel ini ditulis oleh Diah Purnomowati berdasarkan bahan reportase dari Irwan E. Siregar (Medan). Di edisi cetak, artikel ini terbit dengan judul "Kakek Gatal dan Cucu-cucunya"