Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Kalau Mesu kecewa

Seorang wanita bernama mesu membunuh salidi yang dituduh memperkosanya. pembunuhan terjadi di kawasan gedung pengadilan pasuruan. kasus pemerkosaan sering terjadi di indonesia. (hk)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEGIATAN persidangan sudah lama usai. Halaman gedung pengadilan di Pasuruan (Jawa Timur) yang luas dan teduh itu telah sepi. Di bawah pokok randu, masih di halaman gedung, berlindung empat orang tahanan perkara kriminal dengan tangan terborgol. Mercka, dikawal seorang petugas kejaksaan, tengah menanti kendaraan yang akan mengangkut kembali ke tempat tahanan. Keempat pesakitan tersebut siang 5 Maret lalu itu, baru saja menghadap hakim masing-masing. Tiba-tiba dari balik pohon menyelinaplah seorang perempuan. Dari balik stagen kainnya perempuan itu mengeluarkan sebilah pisau Cap Garpu yang panjangnya sekitar 25 cm ia mngendap-endap di belakang seorang tahanan dan langsung menghunjamkan pisaunya ke lambung kiri laki-laki yang terborgol itu. Si korban, Salidi (40 tahun), merintih panjang lalu terkapar di tanah. Pegawai-pegawai pengadilan berhamburan dari kantornya setelah mendengar keributan di luar. Ada yang segera melarikan korban dengan becak ke Rumah Sakit Umum di kota itu. Tapi, malang, malam itu juga Salidi meninggal dunia di RSU Malang. Siapa pembunuhnya? Perempuan itu dikenal bernama Mesu, istri kedua Sanan alias Isliyah, penduduk Dukuh Dawanrandu (Desa Minggir). Ia nekat melakukannya, begitu pengakuannya kepada polisi belakangan, karena dendamnya terhadap Salidi sudah sampai ke ubun-ubun. Bagaimana tidak, katanya seperti diceritakan kembali Danres Pauruan Letkol Sumarsono, ia telah berkali-kali diperkosa laki-laki itu -- setidaknya tak kurang dari tiga kali. Dan, celakanya, pemerkosanya selalu datang setiap ia habis sembahyang Maghrib. Perempuan itu tak bisa berkutik, katanya, karena semuanya berlangsung di bawah ancaman sebilah pedang. Mengadu kepada suaminya, seorang penjaga Pasar Keputran di Surabaya, yang jarang menengoknya, ia tak berani. Bukan apa-apa. Ia hanya berusaha menghindari carok, duel, antara suaminya dengan Salidi. Tapi, betapa pun perkelahian antara dua laki-laki itu tak dapat dihindarkan. Peristiwa itu terjadi pada suatu malam, 16 Desember lalu, ketika Sanan tiba-tiba mengunjungi istri mudanya. Melihat ada laki-laki berkeliaran di rumahnya, Sanan mengiranya sebagai pencuri dan melabraknya. Salidi melawan dengan pedang panjangnya. Carok pun tak bisa dicegah lagi. Sanan kalah dan mengalami luka yang cukup parah. Beberapa lama Sanan dirawat di rumah sakit. Rumah istri mudanya terpaksa dijualnya, Rp 450 ribu, untuk biaya perawatan, Sedang Salidi diurus yang berwajib. Akhir Februari lalu ia mulai diperiksa pengadilan. Ia dituduh menganiaya Sanan. Pemeriksaan telah berakhir. Acara penuntutan bebcrapa kali ditunda, begitu menurut jaksa, karena polisi tak cepat-ccpat mengirim visum dokter -- lucunya pengadilan baru menerimanya setelah terdakwa mati terbunuh. Pada beberapa kali sidang Sanan dan istrinya hadir. Tapi, arah persidangan mengecewakan istri Sanan. Pengadilan tak membuka urusan pemerkosaan. Padahal itu sangat diharapkan dapat meyakinkan suaminya: ia bukanlah istri yang serong. Sejak peristiwa duel malam itu Sanan memang menjauhinya. Karena tak berharap lagi pengadilan dapat memulihkan keadaan rumah tangganya, Mesu jadi mata gelap. Ia lalu menentukan sendiri hukuman bagi si pengacau rumah tangganya. Pengakuan Mesu memang belum tentu benar. Setidaknya banyak tetangga yang meragukan ceritanya. Sebab Salidi, begitu kata mereka, orang baik-baik ia dan keluarganya -- istri dan seorang anaknya -- hidup sederhana di rumah bilik dekat rumah istri muda Sanan yang terbikin dari batu. Hubungan mereka baik. Sanan, begitu ceritanya, pernah meminta Salidi untuk ikut melihat-lihat keluarganya. Salidi, menurut Carik Desa Minggir, Khosim, memang patut mendapat kepercayaan. "Dia orang saleh -- hampir tiap Rabu dan Kamis menghadiri pengajian," katanya. Itulah sebabnya beberapa tetangga menganggap ada sesuatu yang tak beres pada pengakuan Mesu. Bahkan ada yang langsung menuduh Mesu memfitnah Salidi. Mana yang benar, tergantung pemeriksaan pengadilan kelak. Tapi, terlepas dari semua itu, memang banyak yang kecewa terhadap cara pengadilan memperlakukan terdakwa pemerkosa. Ancaman hukuman bagi si pemerkosa, sebenarnyalah, memang tidak enteng: bisa 12 tahun penjara (pasal 285 KUHP) Tapi, di mana hukuman maksimal pernah dijatuhkan? Bahkan dari daerah "gudang" pemerkosaan pun hampir tak pernah terdengar ada hakim menjatuhkan hukuman penjara di atas setahun. Kecuali terhadap M. Daham (40 tahun), penduduk Desa Panjang di Kabupaten Asahan (Sum-Ut). Yang tahun lalu dihukum 5 tahun penjara karena terbukti memperkosa anak perempuannya sendiri yang baru berusia 8 tahun. Menurut statistik tahun 1978, dengan angka 395, Sum-Ut memang menyimpan perkara pemerkosaan terbesar kedua setelah Jakarta (396). Berita-berita pemerkosaan banyak diperoleh dari Kawasan Asahan. Dari 42 perkara susila di Pengadilan Tanjungbalai, 1979, terbanyak diantaranya 34 buah, adalah kasus pemerkosaan. Hukuman bagi mereka di bawah setahun. Bahkan terhadap 4 perkara ternyata hakim membebaskan para terdakwa. Tahun berikutnya pun putusan hakim terhadap 41 perkara, sama saja. Memang tak semua terdakwa terbukti bersalah. Tapi, bagi yang jelas bersalah pun, seperti diakui Kepala Sub Pidana Pengadilan Negeri Tanjungbalai sendiri, Sofyan Siregar. "hukumannya memang ringan". Mengapa? Sofyan angkat bahu: "Begitulah keputusan hakim..... Dan sikap pengadilan begitu, menurut Sofyan lagi, kelihatannya memang ikut andil menaikkan angka kejahatan orang jadi menganggap enteng sanksi kejahatan jenis yang satu ini. Tapi, menurut Kepala Penerangan Polri, Brigjen Darmawan, pengadilan tak bisa terlalu disalahkan. "Membuktikan perkara pemerkosaan harus teliti," katanya Sebuah kasus yang semula dibawa jaksa sebagai perkara pemerkosaan, katanya, ternyata sering terbukti di pengadilan hanya sebagai perzinahan belaka -- sudah tentu hukumannya pun jauh lebih ringan. Angka kejahatan pemerkosaan pada polisi memang tak sedikit. Tahun lalu dari seluruh Indonesia dilaporkan ada 2.165 perkara Angka itu merupakan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya 1963 perkara (pada 1978) dan 2.073 (1979). Faktor dari luar pengadilan, menurut dr. Handoko dari LKUI (Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia), tentu saja lebih berperanan menciptakan angka-angka tersebut. Misalnya, di suatu daerah yang "menutup" diri dari pelacur, beberapa penduduknya ada yang menyalurkan keinginannya secara membabibuta juga, beberapa orang yang tak cukup punya uang, mana berani datang ke tempat pelacuran? Adapun di Asahan memang ada yang disebut Tim Gurdak atau tim penggusuran. Yaitu tim pemberantasan pelacur yang dikordinasikan Pemda. Dibentuk 6 tahun yang lalu setelah sebuah kompleks pelacuran liar di Desa Pulaumaria dibakar massa "Daerah ini memang haram buat pelacur," kata Bupati Asahan, dr Bahmid Mohamad, sehabis menggurak sejumlah rumah pelacuran di Air Batu pertengahan Maret lalu. Namun iseng-iseng Sofyan Siregar memperhatikan faktor alam, yang mungkin ikut merangsang timbulnya kejahatan seks. "Asahan 'kan daerah pantai. Kerang dan kepiting yang berhormon tinggi itu, adalah makanan sehari-hari penduduk sini. Maka secara tak langsung makanan itulah yang mempengaruhi dorongan seks . . ." Ada-ada saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus