Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan membantah menerima gratifikasi sebesar Rp1,09 miliar dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG). Dia mengklaim, duit itu merupakan gajinya sebagai konsultan di Tamarind Energy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Karen disebut menerima uang dari Blackstone sebagai pemegang saham Cheniere Energy melalui Tamarind Energy Management. Sejak 28 April 2015 hingga 29 Desember 2015, dia menerima uang senilai Rp 1,09 miliar dan 104.016,65 dolar AS.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Gaji bekerja sebagai konsultan dan membayar pajak,” ujar Karen dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 20 Mei 2024.
Selama bekerja sebagai konsultan, Karen mengklaim menerima gaji sebesar 250 ribu dolar AS dalam satu tahun. Itu berarti, setiap bulan dia memperoleh sekitar 20 ribu dolar AS. Dari penghasilan itu, Karen mengatakan selalu membayar pajak. “Enggak ada orang korupsi yang melaporkan pajaknya,” kata dia.
Karen menolak tudingan dia telah memperkaya diri melalui penyalahgunaan jabatannya sebagai Dirut PT Pertamina. Bila memperkaya diri, kata dia, seharusnya dia menerima uang gratifikasi.
“Pak Firli (Bahuri) aja punya Rp 7 miliar itu kan enggak bayar kan,” ujar Karen. Dia menyinggung kasus bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menahannya pada September 2023.
Dalam perkara ini, Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Karen Agustiawan didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011—2014.
Dakwaan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG perusahaan Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada Pertamina dan instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Selain itu, Karen didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas kepada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa ada pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen Agustiawan juga disebut tidak meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan rapat umum pemegang saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013—2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012—2014.