Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eks Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi diperiksa Kejaksaan Agung dalam kasus pemberian izin ekspor CPO pada hari ini, Rabu, 22 Juni 2022. Penyidik kejaksaan mempersoalkan peran Lutfi dalam merekrut Lin Che Wei, pendiri dan penasihat kebijakan/analisa PT Independent Research & Advisodry Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lutfi hadir di Gedung Bundar Kejaksaan Agung pada sekitar pukul 09.10 WIB. Didampingi dua orang, dia langsung masuk dan tak banyak berbicara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Nanti ya," kata dia kepada wartawan yang telah menantinya.
Pemeriksaan itu merupakan lanjutan dari penyidikan kasus pemberian izin ekspor CPO yang dilakukan Kejaksaan Agung. Penyidik sebelumnya telah menjerat lima tersangka dalam kasus ini, salah satunya Lin Che Wei.
Kejaksaan Agung menjadikan Lin Che Wei sebagai tersangka pada 17 Mei lalu. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan Lin Che Wei bersama-sama Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengkondisikan pemberian izin persetujuan ekspor untuk beberapa perusahaan. Indrasari bersama tiga pengusaha juga sudah ditetapkan sebagai tersangka sebulan sebelumnya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah membidik Lin Che Wei karena menilai dia ikut menentukan kebijakan minyak goreng, CPO, dan kebijakan lain yang terkait. Padahal, kata Febrie, Lin Che Wei tidak memiliki jabatan apa-apa.
“Status dia di Kemendag sebagai apa? Kita nggak tahu statusnya di Kementerian Perdagangan tapi kok dia dilibatkan dalam setiap ada dalam rapat penting CPO?” kata Febrie, pada Selasa, 17 Mei 2022.
Selanjutnya, Muhammad Lutfi merekrut Lin Che Wei
Majalah Tempo dalam edisi 21 Mei lalu menuliskan dua sumber menyatakan bahwa keterlibatan Lin Che Wei bermula ketika Muhammad Lutfi meneleponnya pada awal Januari lalu. Saat itu, Lutfi kelimpungan mengatasi masalah kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Kebijakannya mengatur harga eceran tertinggi minyak goreng sebesar Rp 14 ribu per liter tak ampuh. Satu dari sembilan bahan pokok ini bahkan menghilang di pasaran.
Lutfi meminta bantuan Lin Che Wei untuk mendekati para konglomerat pemilik perusahaan kelapa sawit/ minyak goreng agar pasokan di pasaran aman.
"Menteri bilang, ini punya dua dirjen nggak bisa kerja. Sudah sekarang Pak Lin Che Wei ambil alih jadi komandannya saja. Ini disampaikan di depan para pengusaha,” ujar dua sumber itu. Merespons ucapan Lutfi, Lin Che Wei sempat menyampaikan bahwa dia bukan siapa-siapa
Sejak saat itu, Lin Che Wei membantu Lutfi dalam mengatasi masalah minyak goreng. Dia sempat membuat perhitungan harga eceran tertinggi sebesar Rp 17 ribu per liter agar baik petani maupun pengusaha tidak merugi, bukan Rp 14 ribu seperti yang ditetapkan Lutfi. Dia juga menyarankan agar Lutfi memperbesar kewajiban melepas minyak goreng ke pasar dalam negeri (Domestic Market Obligation atau DMO) dari 20 persen menjadi 30 persen untuk menjamin stok di pasaran.
Sahabat Lin Che Wei, Bambang Harymurti, menyatakan bahwa penyidik juga sempat mempermasalahkan soal izin ekspor CPO yang diberikan kepada Permata Hijau Grup. Menurut dia, jaksa sempat menunjukkan bukti percakapan Lin Che Wei dengan Stanley MA, petinggi Permata Hijau Group.
Dalam percakapan itu, Stanley meminta tolong kepada Lin Che Wei membantu agar izin ekspor mereka dikeluarkan karena sudah memenuhi kewajiban DMO. Stanley juga mengirimkan pesan itu kepada Muhammad Lutfi.
Selain soal perekrutan Lin Che Wei, Kejaksaan Agung juga membidik Muhammad Lutfi karena dia duga menerima suap. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu disebut menerima 10 karton minyak goreng dari sejumlah pengusaha. Jaksa menduga itu merupakan kode terhadap suap yang diberikan kepada Lutfi.
MUTIA YUANTISYA|MAJALAH TEMPO
Baca: Kejagung Periksa Muhammad Lutfi, Ini Dugaan Perannya di Kasus Izin Ekspor CPO