Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan kasus KM 50 kembali diungkit oleh warganet. Muasalnya, ada nama Ferdy Sambo yang ikut menangani kasus tersebut. Netizen meragukan kredibilitas Sambo dalam kasus tersebut usai skenarionya membunuh Brigadir J terungkap. Sejumlah pihak berharap adanya pengusutan kembali kasus tersebut. Mereka menilai adanya kejanggalan dalam penanganan kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kasus KM 50, penembakan anggota FPI menewaskan 6 orang. Dua karena adu tembak dengan polisi, dan empat lainnya didor di dalam mobil karena melakukan perlawanan. Tragedi itu terjadi pada Senin dini hari, 7 Desember 2020, saat polisi membuntuti mobil yang membawa Rizieq Shihab. Pengejaran itu berakhir baku tembak. Dua polisi, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Unlawful Killing itu. Tapi keduanya divonis lepas oleh pengadilan pada Maret 2022 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir dari Antara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara dugaan tindak pidana pembunuhan kasus tersebut. JPU menganggap Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Maret 2022 terdapat kesalahan-kesalahan.
“Termasuk dalam ketentuan dari Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP sebagai syarat pemeriksaan kasasi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Kamis, 24 Maret 2022.
Terbaru, Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan JPU. Dua polisi yang menjadi terdakwa kasus Unlawful Killing itu tetap lepas seperti putusan pengadilan sebelumnya. Putusan tersebut diambil dalam gelaran sidang pada Rabu, 7 September 2022 lalu. Vonis diambil oleh majelis hakim yang diketuai oleh Desnayeti dan beranggotakan Gazalba Saleh dan Yohanes Priyana. “Amar putusan tolak,” seperti dikutip dari petikan putusan kasasi di situs MA, Selasa, 13 September 2022.
Jaksa Penuntut Umum atau JPU kasus pembunuhan 6 laskar FPI dalam kasus KM 50, Zet Tadung Allo, menyatakan menghormati putusan Mahkamah Agung yang memutus bebas dua polisi. Namun dia membuka kemungkinan mengajukan Peninjauan Kembali atau PK, asalkan ada novum atau bukti baru. Kasus Unlawful Killing laskar FPI ini, kata Zet, belum berakhir dengan putusan kasasi yang membebaskan terdakwa. Menurutnya, bisa saja suatu waktu muncul novum baru.
“Silakan setiap masyarakat yang mau bersaksi bisa menjadi pintu masuk untuk membuka kembali perkara ini dengan jalur PK,” kata Zet Tadung lewat keterangan tertulis, Selasa, 13 September 2022.
Kuasa Hukum Korban KM50 Laskar Front Pembela Islam, Aziz Yanuar menyampaikan saat ini pihaknya terus mendorong semoga instansi dan lembaga untuk mengusut kasus penembakan terhadap 4 anggota Laskar FPI tersebut.
Ia terus mendorong agar kasus penembakan tersebut bisa termasuk kategori pelanggaran HAM berat. Sejak awal, tim kuasa hukum mendorong kasus KM 50 diproses berdasarkan UU 26/2000 tentang pengadilan HAM. "Karena kasus ini adalah pelanggaran HAM berat," kata Aziz Yanuar, Rabu, 24 Agustus 2022.
Aziz lalu mengatakan bahwa di kasus pembunuhan 4 Laskar FPI ini ada semacam perlindungan institusional. Perlindungan itu dibuat seolah insiden tembak menembak ini menjadi benar adanya.
"Jadi kelompok eksekutor dan back up perlindungan secara institusional melalui rekayasa skenario palsu tembak menembak ini menjadi satu kesatuan kepentingan bersama," ucap Aziz.
Apa itu Unlawful Killing?
Menurut Collins English Dictionary, Unlawful Killing secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan oleh korporasi. Sedangkan menurut Amnesty International USA, unlawful killing atau disebut juga extrajudicial killing merupakan tindakan pembunuhan di luar hukum yang dilakukan atas perintah pemerintah atau pihak berkuasa lain.
Mahrus Ali dalam bukunya Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktik mengungkapkan ada empat ciri suatu kasus disebut Unlawful Killing. Adapun suatu kasus pembunuhan dapat disebut sebagai Unlawful Killing apabila tindakan tersebut menimbulkan kematian, dilakukan tanpa melalui proses hukum yang sah, pelakunya adalah aparat negara, dan pembunuhan tersebut tidak dilakukan dalam keadaan membela diri atau melaksanakan perintah undang-undang.
Dalam Kasus KM50, Komnas HAM menyebut kasus ini sebagai Unlawful Kiling lantaran pembunuhan ini berada di luar proses hukum. Ciri-cirinya, pertama adalah ditemukan korban meninggal dunia. Kedua, korban tersebut berada di dalam penguasaan resmi dari aparat petugas negara. “Jadi peristiwa itu terjadi tanpa adanya proses hukum sebelumnya,” kata Koordinator Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Endang Sri Melani, saat bersaksi dalam sidang pemeriksaan saksi terdakwa Ipda Yusmin Ohorella dan Birptu Fikri Ramadhan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa, November 2011.
MA Tolak Kasasi, Polisi Penembak Laskar FPI Bebas
Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus pembunuhan anggota Front Pembela Islam di KM50 Tol Jakarta-Cikampek. Dua polisi yang menjadi terdakwa di kasus itu, Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, tetap lepas seperti putusan pengadilan sebelumnya.
“Amar putusan tolak,” seperti dikutip dari petikan putusan kasasi di situs MA, Selasa, 13 September 2022. Putusan itu diambil dalam sidang yang digelar Rabu, 7 September 2022.
Lebih jauh mengenai kasus KM 50, silakan saksikan film dokumenter di YouTube Kilometer 50 Tempodotco. Klik di sini untuk masuk ke YouTube Tempodotco: https://www.youtube.com/watch?v=KzLIIDyAX9U
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.