Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus menyita smelter dan beberapa aset perusahaan dalam perkara dugaan korupsi di PT Timah Tbk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bersama Tim Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung, tim penyidik menelusuri aset-aset itu di Bangka Belitung untuk mengembangkan penyidikan dugaan korupsi di PT Timah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, menyebut penyidik telah menyita empat smelter dari perusahaan yang berbeda, tanah, dan sejumlah alat berat.
Ketut mericikan, Kejaksaan Agung telah menyita smelter CV VIP beserta satu bidang tanah seluas 10.500 m2; smelter PT SIP beserta beberapa bidang tanah dengan total luas 85.863 m2; smelter PT TI beserta beberapa bidang tanah dengan total luas 84.660 m2; dan smelter PT SBS beserta beberapa bidang tanah dengan total luas 57.825 m2.
Selain smelter dan beberapa bidang tanah, Kejaksaan Agung juga menyita puluhan alat berat. “51 unit excavator dan 3 unit bulldozer,” kata Ketut dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Ahad, 21 April 2024.
PT Timah merupakan perusahaan yang memiliki ratusan ribu luas wilayah konsesi di kawasan Bangka Belitung. Di Pulau Bang dan Pulau Belitung, PT Timah memiliki 288.716 hektare luas wilayah konsesi, sementara di perairan Pulau Bangka dan Kondur, Riau, memiliki 184.672 hektare.
Kasus ini bermula ketika penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menggeledah PT RBT di Bangka pada 23 Desember 2023. Perusahaan tambang itu dituduh terlibat korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022. Dari temuan ini, penyidik lantas menggeledah perusahaan timah lain hingga awal Maret 2024.
Hingga Rabu, 27 Maret 2024, tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah memeriksa 148 total saksi dalam kasus ini. Dari ratusan saksi, penyidik telah menetapkan 16 tersangka.
Kerugian Negara Rp 271 Triliun
Korupsi di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk diperkirakan merugikan negara hingga Rp 271 Triliun. Jumlah itu merupakan akumulasi dari kerugian ekologis, lingkungan hidup, ekonomi, hingga biaya pemulihan.
Dalam penghitungan kerugian itu, Kejaksaan Agung melibatkan Ahli Lingkungan Hidup Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor atau ITB, Bambang Hero Saharjo. Dalam presentasinya Bambang mengatakan total kerugian kerusakan lingkungan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 mencapai Rp 271,06 triliun.
Tak hanya itu, dalam laporan Majalah Tempo juga disebut dampak tambang ilegal itu juga berdampak ke kerugian ekologis lain. Misalnya, hutan tropis seluas 460 ribu hektar hilang karena pertambangan dan perkebunan di Banga Belitung periode 2018-2023. Hingga 2018, total lubang yang terbentuk akibat tambang sebanyak 12.607 dengan luas dengan luas 15.579.747 hektare.
Kemudian, pada 2021-2023 tercatat sebanyak 27 orang meninggal dunia dan 20 lainnya terluka akibat kecelakaan tambang. Tak hanya itu, lubas bekas tambang yang belum direklamasi pun menyebabkan korban jiwa pada periode 2021-2023. Tercatat ada 21 kasus tenggelam dan 15 meninggal, 12 di antaranya anak-anak berusia 7-20 tahun.
Rincian Kerugian Rp 271 Triliun
Bambang Hero Saharjo menyebut jumlah kerugian tersebut diperoleh setelah memverifikasi di lapangan dan pengamatan menggunakan citra satelit sejak 2015 sampai 2022. "Kalau semua digabungkan kawasan hutan dan nonkawasan hutan total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp 271.069.688.018.700," kata Bambang di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin, 19 Februari 2024.
Dia berkata berdasarkan verifikasi dan pengamatan citra satelit, didapatkan bukti-bukti adanya tindak pidana berupa kerusakan lingkungan. Tidak hanya itu, aktivitas tambang timah oleh PT Timah dilakukan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan.
Bambang menjelaskan ada penambahan luas wilayah dalam aktivitas tambang yang terhitung sejak 2016-2022. "Yang merah-merah ini adalah wilayah IUP dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja," ujarnya.
Menurut dia, dari tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung terdapat IUP di darat seluas 349.653,574 hektare. Data total luas galian tambang di tujuh kabupaten tersebut ada 170.363,064 hektare. Untuk Kabupaten Belitung Timur luas galian tambang mencapai 43.175,372 hektare padahal luas IUP hanya 37.535,452 hektare.
Bambang berkata dari total 170.363,064 hektare luas galian tambang di tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung tersebut, sekitar 75.345,751 hektare berada di dalam kawasan hutan dan 95.017,313 hektare berada di luar kawasan hutan.
Dari 75.345,751 hektare luas galian di dalam kawasan hutan, ada 13.875,295 hektare berada di hutan lindung; 59.847,252 hektare di hutan produksi tetap; 77,830 hektare di hutan produksi yang dapat dikonversi; 1.238,917 hektare di taman hutan raya, serta 306,456 hektare di taman nasional.
Dia menjelaskan dari 170.363,064 hektare luas galian tambang tersebut yang memiliki IUP tambang hanya 88.900,462 hektare dan 81.462,602 hektare tidak memiliki IUP. Bambang menyebutkan total luas IUP tambang darat dan laut mencapai 915.854,625 hektare. Jumlah tersebut terdiri atas 349.653,574 hektare luas IUP tambang darat dan 566.201,08 hektare luas IUP tambang laut.
Dari luas IUP tambang di darat tersebut, 123.012,010 hektare berada di kawasan hutan. Selain itu, dia mengatakan total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan mencapai Rp 157,83 triliun; biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 60,27 miliar; dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,26 miliar sehingga totalnya Rp 223,36 triliun.
Kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL), yaitu biaya kerugian lingkungan Rp 25,87 triliun; biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp 15,2 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp 6,62 miliar sehingga totalnya Rp 47,70 triliun. Total kerugian akibat kerusakan di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan yang harus ditanggung negara adalah Rp 271,06 triliun.
Dugaan korupsi di kawasan I IUP PT Timah Tbk sudah membekuk belasan tersangka. Teranyar, Kejaksaan Agung menggenapkan menjadi 16 tersangka dengan menetapkan dua konglomerat Helena Lim dan Harvey Moeis sebagai tertuding dalam kasus yang merugikan negara ini.