Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memanggil Anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang pada Kamis 30 November 2023. Pius akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengondisian temuan BPK di Kabupaten Sorong dengan tersangka Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM) dan kawan-kawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Penyidik akan jadwalkan pada Kamis, 30 November 2023," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 28 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ali mengatakan awalnya penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Pius pada Senin 27 November 2023 namun yang bersangkutan tidak hadir karena alasan kesehatan. "Informasi yang kami peroleh, saksi dimaksud tidak hadir dengan alasan sakit dan meminta untuk dijadwal ulang pada tim penyidik," ujar Ali.
Sebelumnya, penyidik KPK dilaporkan melakukan penggeledahan di ruang kerja Pius pada Rabu 15 November 2023 namun belum memberikan keterangan soal apa saja temuan dalam penggeledahan tersebut.
KPK pada Selasa 14 Novemvber 2023 menahan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi suap pengondisian temuan pemeriksaan keuangan di Pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Enam tersangka tersebut ialah Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM), Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AB), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).
Konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat BPK hendak melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Sebagai tindak lanjut, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Dalam surat tugas tersebut, komposisi personelnya yaitu PLS selaku penanggung jawab, AH selaku pengendali teknis, dan DP selaku ketua tim. Mereka ditunjuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun anggaran 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kabupaten Sorong dan instansi terkait lainnya, termasuk Provinsi Papua Barat Daya.
Dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Atas temuan dimaksud, sekitar bulan Agustus 2023, mulai terjalin rangkaian komunikasi antara ES dan MS sebagai representasi dari YPM, dengan AH dan DP yang juga sebagai representasi dari PLS.
Dalam komunikasi tersebut, direncanakan pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada.
Penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya di hotel yang ada di Sorong.
Secara bergantian, ES dan MS menyerahkan uang pada AH dan DP. Setiap penyerahan uang pada AH dan DP, selalu dilaporkan ES dan MS pada YPM. Begitu pun dengan AH dan DP juga melaporkan sekaligus menyerahkan uang tersebut pada PLS.
Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu "titipan".
Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan YPM melalui ES dan MS kepada PLS, AH, dan DP sekitar Rp940 juta dan sebuah jam tangan merek Rolex.
Sedangkan, penerimaan PLS bersama-sama dengan AH dan DP yang juga sebagai bukti permulaan awal sejumlah sekitar Rp1,8 Miliar.
Besaran uang yang diberikan maupun yang diterima para tersangka masih terus didalami oleh tim penyidik dan dikembangkan dalam penyidikan.
Tersangka YPM, ES, dan MS sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, tersangka PLS, AH, dan DP sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pilihan Editor: Yan Piet Mosso Pj Bupati Sorong Kena OTT KPK, Begini Profil dan Sepak Terjangnya