Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengapa WNA yang Terlibat Kejahatan di Bali Terus Meningkat

Jumlah kejahatan yang melibatkan warga negara asing di Bali terus bertambah.  Menggunakan modus yang tidak biasa. 

4 Februari 2025 | 06.00 WIB

Aksi perampokan terhadap warga negara asing di Jalan Tundun Penyu, Ungasan, Bali, pada 15 Desember 2024. Dok Antara
material-symbols:fullscreenPerbesar
Aksi perampokan terhadap warga negara asing di Jalan Tundun Penyu, Ungasan, Bali, pada 15 Desember 2024. Dok Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Kejahatan yang melibatkan warga negara asing di Bali makin sering terjadi.

  • Jumlah turis asing yang berlebihan bisa memberikan dampak sosial dan lingkungan.

  • Polri tidak bisa menggunakan cara biasa dalam mengunkap kejahatan.

KEPOLISIAN Daerah Bali melepas seorang warga negara asing (WNA) asal Rusia yang sebelumnya dicurigai terlibat dalam penculikan dan perampokan terhadap Igor Lermakov, WNA asal Ukraina. "Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan bukti keterlibatan karena pada saat kejadian yang bersangkutan berada di Dubai," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Ariasandy, akhir pekan lalu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Polisi menangkap Khasan Askhabov, 30 tahun, di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali, ketika pria berkewarganegaraan Rusia itu akan bertolak ke Dubai pada 30 Januari 2025. Namun dari hasil pemeriksaan dipastikan, pada saat terjadi perampokan, Askhabov berada di Dubai. Askhabov akhirnya dilepas untuk melanjutkan perjalanannya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Penculikan dan perampokan terhadap Lermakov terjadi pada 15 Desember 2024. Saat itu Lermakov tengah berkendara bersama sopirnya menggunakan mobil BMW. Ketika melintas di Jalan Tundun Penyu Dipal, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, kendaraan mereka dipepet dua mobil dari depan dan belakang. Kemudian muncul orang-orang yang mengenakan penutup wajah. Mereka membawa senjata api dan senjata tajam, lalu memaksa Lermakov dan sopirnya pindah ke salah satu mobil komplotan itu. 

Selanjutnya komplotan itu membawa Lermakov dan sopirnya ke sebuah vila di Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Di tempat itu, Lermakov dipaksa mentransfer aset kripto ke dua akun yang diduga milik pelaku. Nilai kripto yang dikirim Lermakov diperkirakan mencapai Rp 3,4 miliar. Lermakov baru membuat laporan resmi perampokan ini pada 20 Januari 2025 ke Polda Bali.

Menurut Ariasandy, komplotan bandit itu beranggotakan WNA yang mayoritas berkebangsaan Rusia. Sedangkan anggota lain berkebangsaan Ukraina dan Kazakstan. Polda Bali telah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional (Interpol) untuk memburu mereka. “Mengantisipasi jika memang yang bersangkutan telah meninggalkan Indonesia,” katanya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Ariasandy memberikan keterangan pengungkapan kasus dugaan perampokan terhadap WNA Ukraina di Denpasar, Bali, 31 Januari 2025. ANTARA/Rolandus Nampu

Kejahatan yang melibatkan WNA makin sering terjadi di Bali. Paling tidak, berdasarkan catatan Polda Bali, sepanjang 2024 terdapat 133 WNA yang terlibat dalam kasus tindak pidana umum. Ada peningkatan 49 persen jika dibanding data pada 2023 yang mencatat angka 89 WNA. Jumlah itu belum termasuk angka kejahatan dalam kasus narkotik dan tindak pidana khusus.

Kejahatan yang melibatkan WNA, misalnya, pernah terjadi di The Palm House Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, pada 23 Januari 2024. Korban yang berkewarganegaraan Turki menderita luka tembak. Tiga orang tersangka diketahui berkewarganegaraan Meksiko.   

Kemudian, pada September 2024, seorang pria berkebangsaan Rusia babak belur dikeroyok massa di Jalan Raya Goa Gajah, Desa Bedulu, Blahbatu, Gianyar. Pria itu kedapatan menodong seorang pengendara mobil yang sedang terjebak kemacetan.   

Kriminolog Reza Indragiri Amriel mengatakan angka kejahatan di Bali yang cenderung meningkat ini menjadi potret sebuah failed state (negara gagal). “Yang pernah disebut Presiden Prabowo saat berpidato di rapimnas TNI-Polri,” katanya, Senin, 3 Februari 2025.

Penanda failed state, kata Reza, adalah maraknya kejahatan yang disertai kekerasan. Sindikat kejahatan internasional, terutama sindikat perdagangan senjata, perdagangan orang, dan pengedar narkotik, seperti bebas berlalu-lalang di Bali. Mereka menganggap Pulau Dewata ideal untuk menjalankan kejahatan berdasarkan kalkulasi TIRS.

TIRS adalah singkatan untuk target, insentif, risiko rendah, dan sumber daya. “Target” mengacu pada jumlah korban potensial. Kemudian “insentif” mengacu pada tambahan penghasilan yang bisa diperoleh. Sedangkan “risiko rendah” tercipta karena pengawasan keamanan di tempat itu terhitung lemah. Selanjutnya “sumber daya” mengacu pada ketersediaan instrumen serta kesempatan yang terbuka lebar. 

Untuk mengatasi persoalan ini, kata Reza, Polri tidak bisa menggunakan cara-cara reguler yang biasa diterapkan di daerah lain. Sebab, tak tertutup kemungkinan pelaku memiliki modus yang tidak biasa digunakan oleh penjahat lokal. Polri perlu bekerja sama dengan institusi kepolisian negara-negara lain. “Penting untuk dicari tahu, apakah para kriminal asing itu sudah berniat melakukan kejahatan sejak dari negara asal atau niat jahat itu baru muncul setelah tiba di Bali,” ujarnya. Apabila memang sudah direncanakan sebelumnya, kata Reza, Polri dan Imigrasi perlu memperketat pengawasan di setiap pintu masuk Indonesia.  

Mustofa, kriminolog dari Universitas Indonesia, mengatakan tingginya angka kejahatan yang melibatkan WNA di Bali tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya jumlah turis asing. “Jadi secara statistik itu hal yang wajar,” katanya.

Ia sependapat dengan Reza ihwal perlunya mengetahui niat jahat yang kemungkinan sudah direncanakan sejak di negara asal, seperti perampokan terhadap Igor Lermakov. Tidak tertutup kemungkinan pelaku memang sudah menargetkan korban sejak awal. “Pelaku mengetahui identitas korban dan memungkinkan korban juga mengetahui identitas pelaku,” tuturnya.

Pendapat serupa disampaikan kriminolog Universitas Indonesia, Mamik Sri Supatmi. Situasi overtourism di Bali memang bisa memberikan dampak sosial, budaya, dan lingkungan. “Lemahnya kontrol dan kohesi sosial pada overtourism lantas berkontribusi pada kejahatan,” katanya.

Karena itu, kata Mamik, kejahatan yang makin marak di Bali tidak bisa ditangani sendiri oleh kepolisian. Aparat penegak hukum harus lebih solid bekerja sama dengan masyarakat, pelaku usaha, pemangku adat, dan pemerintah. “Polisi juga harus lebih siap mengantisipasi kejahatan dan tidak korup,” ucapnya.

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Siti Mukaromah, berharap pemerintah segera mengevaluasi industri pariwisata di Bali secara menyeluruh. “Angka kunjungan, khususnya turis asing di Bali, naik. Ini merupakan potensi yang harus dimaksimalkan,” kata Erma. Karena itu, perlu ada solusi yang komprehensif untuk mengatasi berbagai persoalan di Bali. “Cek juga regulasi-regulasi lokal. Apakah sudah cukup untuk mencegah berbagai persoalan-persoalan yang muncul?” 

Sedangkan anggota Komisi XIII DPR, Hamid Noor Yasin, menilai perampokan yang makin sering terjadi di Bali tidak bisa dianggap sekadar tindak pidana. Fenomena ini harus dijadikan peringatan bagi pemerintah agar mewaspadai potensi ancaman kelompok kriminal asing. Bila tidak segera diatasi, dia khawatir kejahatan yang melibatkan WNA ini mempengaruhi kegiatan pariwisata Indonesia, khususnya di Bali.

Hamid juga mendorong pemerintah segera mengevaluasi kebijakan keimigrasian, termasuk pemberian visa dan izin tinggal bagi WNA. “Jangan sampai kelonggaran dalam aturan justru dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan internasional,” ujarnya.

Alfitria Nefi P. dan kantor berita Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus